Selasa, 28 Juni 2016

MODAL AKHLAK DALAM DAKWAH (2)


Hanya dua hal yang kita perlukan untuk memperbaiki akhlak dan senantiasa menjaganya. Pertama adalah memohon kepada Allah subhanahu wata'ala. Kedua adalah berada di lingkungan yang baik.


Untuk yang pertama, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda, "Barangsiapa ingin agar dirinya terjaga dari hal-hal tercela, maka Allah akan menjaganya. Dan barangsiapa ingin kaya, maka Allah akan memberikan kekayaan kepadanya. Adapun barangsiapa yang ingin bersabar, maka Allah akan menganugerahkan sifat kesabaran kepadanya." Sementara untuk yang kedua, sabdanya sebagai berikut: "Seseorang akan mengikuti agama kawannya." Keduanya dijabarkan oleh al Maidani dalam buku Akhlak Islam dan Dasar-dasarnya.

Menurut Dr. Sa'd al Qahthani, setidaknya ada tiga sifat yang yang harus kita capai dan terus dijaga demi tertampilnya akhlak yang baik pada diri kita. Yaitu Kedermawanan, Keadilan, dan Ketawadhu'an.

Dalam riwayat Muslim diceritakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa seseorang yang menghampiri Rasulullah akhirnya kembali ke sukunya dan menyeru, "Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam agama Islam, sebab Muhammad selalu memberikan sesuatu dan dia tidak pernah takut akan kekurangan." Apa pasalnya? Kata Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah telah memberikan sekawanan kambing yang ada di antara dua bukit kepada orang itu.

Hal semacam itu pula yang akhirnya membuat Shafyan bin Umayyah perlu mengungkapkan perasaannya. "Demi Allah, Rasulullah telah memberikan kepadaku sebagaimana yang telah diberikannya ini, sedangkan sebelumnya Nabi itu adalah orang yang paling aku benci. Dan Nabi terus memberikan itu kepadaku sehingga beliau menjadi orang yang paling aku cintai." Dalam Shahih Muslim diceritakan bahwa pasca perang Hunain yang berlangsung tak lama setelah Fathu Makkah, Shafyan bin Umayyah diberi bagian dari ghanimah sebanyak 100 kambing. Tidak cukup itu, Rasulullah menambah 100 kambing lagi sebanyak dua kali kepadanya. Sehingga total 300 kambing.

Dalam perkara Keadilan, di antara yang kita ingat adalah sikap tegas Rasulullah sebelum mengeksekusi hukum bagi perempuan dari Bani Makhzum yang telah mencuri. Ketegasan itu terekspresikan dalam pidatonya. "Wahai manusia," sapanya memulai. "Sesungguhnya orang sebelum kalian binasa karena apabila salah seorang yang terpandang dari kaumnya berbuat kesalahan, maka mereka tidak melaksanakan hudud Allah. Namun sekiranya seorang yang lemah di antara mereka yang mencuri, maka mereka melaksanakan hudud Allah."

Lalu lanjut beliau, "Demi Allah, sesungguhnya aku dan demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya."

Maka berlangsunglah eksekusi itu. Bahkan kemudian Aisyah radhiyallahu 'anha berkisah, "Setelah itu, perempuan yang mencuri tersebut bertaubat dengan tulus dan akhirnya dia menikah."

"Sebelum pernikahannya," ujar ibunda Aisyah. "Ia selalu mendatangiku, lalu aku sampaikan hajatnya kepada Rasulullah."

Sungguh, tingginya nilai keadilan Rasulullah. Beliau melaksanakan hukuman untuk kesalahan semata. Selebihnya, beliau tetap mengasihi orang-orang yang melakukan kesalahan setelah mendapatkan konsekuensi sanksinya. Inilah nilai keadilan yang lahir dari sikap proporsional.

Sementara yang terakhir adalah Ketawadhu'an. Kita perlu menjaganya agar tetap berada dalam diri sebagaimana makna sebenarnya. Bahwa tawadhu' setidaknya memiliki dua makna. Yang pertama, menampakkan kerendahan diri di hadapan orang yang akan menyanjungnya. Yang kedua, memuliakan orang lain karena kelebihan dan keutamaannya.

Jadi, intinya adalah merendah saat disanjung dan memberikan ketinggian bagi pihak yang layak atasnya. Maka tidak perlu sibuk meninggikan diri sendiri, sebab itu akan turut saat kita meninggikan orang lain. Sebagaimana pesan hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim, "Sedekah harta tidak akan mengurangi harta, dan Allah tidak memberikan sesuatu kepada seorang hamba yang pemaaf kecuali memberikan kemuliaan, dan barangsiapa bersikap tawadhu' maka Allah akan mengangkat martabatnya."

Dan ketika para sahabat protes karena unta Rasulullah didahului oleh unta seorang badui, maka jawaban Rasulullah sederhana dalam Shahih Bukhari, "Sesungguhnya hak Allah untuk tidak mengangkat sesuatu di dunia ini, kecuali Dia akan merendahkannya."



Muhammad Irfan Abdul Aziz
23 Ramadhan 1437 H

Twitter: @Daybakh
BBM PIN: 56C730A3
Channel Telegram: @MadrasahRamadhan

Tidak ada komentar: