Apa yang telah membuat Tsumamah bin Utsal akhirnya
masuk Islam? Bahkan perkataan fenomenalnya beberapa detik setelah masuk Islam
begini: "Wahai Muhammad! Demi Allah, tidaklah ada di bumi ini, muka yang
paling aku benci melainkan mukamu, dan sekarang wajahmulah yang paling aku
cintai di antara seluruh wajah yang ada. Dan tidak ada agama yang paling
kubenci kecuali agamamu, dan sekarang agamamu adalah agama yang paling aku
cintai di antara agama-agama lain. Demi Allah, tiadalah negeri yang paling aku
benci melainkan negerimu, sekarang negerimulah yang paling aku sukai.
Sesungguhnya pasukan kudamu telah membawaku dan aku ingin mengerjakan umrah,
bagaimana pendapatmu?"
Itu karena ia tertawan oleh pasukan kuda terbaik
Rasulullah, sebagaimana yang dikisahkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.
Ia yang seorang terkemuka Bani Hanifah, merupakan pemimpin penduduk Yamamah.
Kaum Muslimin menawannya dan mengikat di depan masjid Nabawi.
Kala Rasulullah mendapatinya, terlontarlah pertanyaan kepadanya. "Apa yang kamu miliki wahai Tsumamah?"
Jawaban Tsumamah inilah yang menjadi bahan kearifan
Rasulullah. "Aku memiliki kebaikan wahai Muhammad. Sekiranya kamu hendak
membunuh, maka bunuhlah orang yang memang dituntut untuk dibunuh. Sekiranya
kamu hendak berbuat baik, maka berbuat baiklah ke orang yang bersyukur.
Sekiranya kamu menginginkan harta, maka mintalah dan kamu akan diberi sebanyak
yang kamu kehendaki."
Rasulullah pun menyimpan jawaban tersebut. Dua hari
berturut setelahnya kembali Rasulullah bertanya dengan pertanyaan yang sama.
Jawaban yang sama pula didapatkan. Genap tiga kali pertanyaan dan jawaban yang sama; tidak berubah.
Maka menimbang kejujuran dan harga dirinya, Rasulullah
pun membebaskan Tsumamah. Bukannya pergi, Tsumamah justru bersuci lalu
bersyahadat. Islamlah ia, dan terlontarlah kata-kata fenomenal di atas pada awal
keislamannya itu.
Tidak hanya masuk Islam, bahkan kemudian saat umrah
dia melontarkan pernyataan yang tak kalah fenomenalnya terkait komitmennya
terhadap Rasulullah. Sebab di Makkah ia ditanya, "Apakah kamu telah keluar
dari agamamu yang terdahulu?"
Menjawabnya Tsumamah pun berkata, "Tidak, demi
Allah. Tetapi aku telah memeluk agama Islam bersama Rasulullah. Dan demi Allah,
tidak akan sampai kepada kamu sebutir gandum pun dari bumi Yamamah sebelum
diizinkan oleh Rasulullah."
MasyaAllah. Tidak hanya berislam, bahkan berkomitmen
turut memboikot musuh Islam. Walaupun di sinilah muncul kearifan Rasulullah
yang lainnya, yaitu meminta Tsumamah untuk tidak melakukan pemboikotan tersebut. Hal
itu sebagai belas kasih atas surat yang Rasulullah terima dari penduduk Makkah.
"Sesungguhnya engkau menyuruh silaturrahim, namun engkau memutuskan
hubungan kami. Engkau telah membunuh bapak - bapak dengan pedang dan anak -
anak dengan kelaparan," pesan surat tersebut.
Begitulah... Tsumamah benar-benar masuk Islam,
Tsumamah benar-benar komitmen setia membela Rasulullah, bahkan Tsumamah kelak
tetap berislam meski warganya kembali murtad. Lebih dari itu, ia pula yang
akhirnya bergabung dengan al 'Ala bin al Hadhrami untuk memerangi para murtad di
Bahrain. Semua itu mulanya karena titik keterhenyakannya mendapati kearifan
Rasulullah, yang itu telah melepaskan rasa dendamnya yang semula terpendam
terhadap pasukan kuda dengan pedang terhunus.
Kelak berzaman setelah wafatnya Rasulullah, apa yang
membuat Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu urung marah kepada Uyainah bin
Hishn bin Hudzaifah? Padahal terlontar dari lisannya perkataan yang memancing
emosi. "Wahai Ibnu Khaththab," lancang Uyainah. "Demi Allah,
engkau tidak memberi kepada kami dan juga tidak menghukum dengan keadilan pada
kami." Menembak tanpa sopan santun, tanpa pula klarifikasi.
Tapi akhirnya Umar urung marah. Bukan karena Uyainah
adalah saudara salah satu orang dekat Umar yaitu al Hur bin Qais yang merupakan
penasehat dalam majelis musyawarah pemerintahannya. Bukan, bukan karena itu.
Melainkan Umar bersikap arif kepada Uyainah karena
diingatkan oleh Al Hur dengan sebuah firmanNya, "Jadilah engkau pemaaf dan
suruhlah orang untuk mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh." (Al A'raaf : 199)
Berapa banyak kita telah merenungi ayat tersebut? Demi
kearifan kita menghadapi beragam orang di sekitar kita.
Muhammad Irfan Abdul Aziz
12 Ramadhan 1437 H
Twitter: @Daybakh
BBM PIN: 56C730A3
Channel Telegram: @MadrasahRamadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar