Rabu, 15 Juni 2016

KEARIFAN KITA MENGHADAPI TANTANGAN DAKWAH (2)


Pernah Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu melaporkan kepada Rasulullah akan perkataan seorang pasukan di perang Hunain. "Demi Allah! Sesungguhnya bagian ini tidak adil dan tidak diniatkan karena Allah." Itulah perkataan yang dilaporkan.

Pasalnya, selepas kembali dari Hunain, Rasulullah membagikan harta rampasan perang dengan prioritas kepada sekelompok pembesar Arab. Beliau berikan 100 unta kepada al Aqra' bin Habis, begitupun 100 unta kepada Uyainah bin Hishn keturunan Huzaifah.

Bagaimana respon Rasulullah? "Siapa lagi yang bisa bersikap adil, jika Allah dan RasulNya sudah tidak dapat berlaku adil lagi? Semoga Allah memberi rahmat kepada Nabi Musa alaihissalam. Sesungguhnya beliau telah diberikan ujian dan cobaan lebih daripada ini, akan tetapi beliau dapat bersabar," begitu jawab Rasulullah dengan tenang.

Beliau tidak marah, tidak pula diam tanpa jawab. Beliau tetap merespon, namun dengan membuka perspektif yang lebih luas. Mengajak merenungi lebih jauh ke nasib lampau para pendahulu, dan mengajak menggandrungi lebih jauh ke depan akan pembalasan dari Allah. Bukan hanya terpaku pada perspektif sempit materi saat ini.

Pembagian kepada para pembesar Arab itu sendiri juga merupakan bentuk kearifan Rasulullah. Bahwa, para pembesar itu lebih membutuhkan penenang materi, karena begitulah mereka tumbuh dan hidup dalam tekanan-tekanan materi. Karenanya, memberikan hasil rampasan perang kepada mereka adalah bagian membantu mereka yang baru berislam agar terbebas dari tekanan-tekanan materi yang dapat mengembalikan mereka pada kekufuran.

Dalam riwayat lain, pada sebuah episode pembagian harta rampasan. Ada seorang yang digambarkan oleh Sa'id al Khudri radhiyallahu 'anhu dengan tampilan mata yang cekung, pipi yang bersih, dahi yang menonjol, janggut yang tebal, kepala yang gundul, serta sarung yang tersingsing; tidak terima dengan pembagian Rasulullah. Apa kata orang itu? "Wahai Rasulullah! Bertakwalah engkau kepada Allah." Wow!

Rasulullah pun menyahut, "Celaka engkau! Di antara penduduk bumi ini, apakah aku bukanlah orang yang paling berhak untuk bertakwa kepada Allah?"

Tapi tetap saja orang itu tidak terima. Ia bahkan langsung meninggalkan Rasulullah. Khalid bin Walid pun geram. "Wahai Rasulullah!" buru Khalid. "Izinkanlah aku menebas lehernya."

Tapi Rasulullah sontak melarangnya. "Jangan!" begitu sergah Rasulullah. "Barangkali dia termasuk orang yang rajin melaksanakan shalat." Ya, jangan sampai musuh dakwah justru punya celah untuk memojokkan da'i karena telah membunuh sahabatnya sendiri.

"Berapa banyak orang yang melaksanakan shalat, akan tetapi apa yang diucapkan oleh lidahnya itu tidak sesuai dengan perbuatannya," desak Khalid yang masih tak bisa menerima sikap orang tersebut.

Lalu Rasulullah pun menenangkan, "Sesungguhnya aku tidak diperintahkan untuk memeriksa hati manusia dan juga tidak diperintahkan untuk membelah perut mereka."

Dan setelah orang itu berdiri jauh, Rasulullah kembali bersabda. "Akan muncul suatu kaum yang membaca al Quran secara terus-menerus tetapi hanya sebatas di tenggorokannya saja. Mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya (sangat gampang dan ringan). Seandainya aku menemukan mereka, niscaya akan aku bunuh mereka sebagaimana terbunuhnya kaum 'Aad."

Tentu kita juga masih ingat bahwasannya setelah ditikam oleh penduduk Thaif, Rasulullah justru berdoa, "Ya Allah, ampunilah dosa kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui." Begitulah, bahwa tujuan mulia seorang muslim nan da'i adalah berislamnya mereka maupun keturunannya. Dan tidak membiarkannya dalam kekufuran.



Muhammad Irfan Abdul Aziz
10 Ramadhan 1437 H

Twitter: @Daybakh
BBM PIN: 56C730A3
Channel Telegram: @MadrasahRamadhan

Tidak ada komentar: