Selasa, 02 Februari 2016

UMMAT ISLAM DI RAHIM KLUNGKUNG


Pasca penaklukan Gajah Mada tahun 1343, Bali didominasi oleh kuasa kerajaan Hindu. Saat itu sebagai penguasa baru berasal dari keluarga Kresna Kepakisan dari Majapahit (Jawa), yang memerintah di Samprangan (Gianyar). Raja saat itu dibantu oleh para Patih yang berasal dari keluarga Arya dan Wesia. Para Patih dari keluarga Arya adalah Arya Kenceng, Arya Kenuruhan, Arya Belog, Arya Manguri, Arya Delancang, Arya Pengalasan, Arya Wangbang, Arya Kutawandira. Adapun para Patih dari keluarga Wesia adalah Tankober, Tanmundur, dan Tankaur.


Tiga puluh tujuh tahun kemudian setelah penaklukan Gajah Mada yaitu tepatnya tahun 1380, kondisi sosial di Bali masih sering terjadi pertentangan antara penduduk asli dengan penguasa yang notabenenya adalah pendatang. Bahkan setelah raja meninggal dan diganti putra pertamanya, pertentangan justru terjadi di dalam kerajaan sendiri. Saat itu para pegawai tinggi dan punggawa kerajaan merasa tidak puas terhadap Dalem Samprangan, sang raja baru.

Salah satu petinggi kerajaan yang bernama Kubontubuh bahkan memelopori para pegawai dan punggawa kerajaan untuk memilih putra terkecil dari Kresna Kepakisan yang bernama Ketut Ngelesir sebagai Raja, yang akhirnya mendirikan keraton di Gelgel sebagai pusat pemerintahannya. Maka ada dua pemerintahan; yaitu pemerintahan Dalem Samprangan (putra pertama) yang banyak pertentangan dengan pusat di Samprangan -Gianyar- dan pemerintahan Ketut Ngelesir (putra kedua) yang didukung oleh Kubontubuh beserta para punggawa dengan pusat di Gelgel -Klungkung-.

Sejak abad XIV di masanya Dalem Ketut Ngelesir inilah mulai hadir orang Islam di Gelgel, Klungkung. Mereka adalah prajurit muslim yang diutus oleh Majapahit untuk mengiringi Dalem Ketut Ngelesir sepulang dari pertemuan kerjaaan Majapahit se-nusantara. Namun sejak awal, orang Muslim di Gelgel tidak mendirikan kerajaan tersendiri seperti kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara pulau Jawa pada masa Majapahit. Tetapi mereka bertindak sebagai abdi Dalem yang memerintah.

Sebagaimana kita ketahui, pusat kerajaan Islam pada abad XV dan XVI adalah Demak dan Mataram. Demak muncul sebagai pusat penyebaran agama Islam, sehingga dijuluki sebagai kota Makkah di kawasan nusantara. Maka kelak, saat ada tamu ke kerajaan Gelgel yang disebut berasal dari makkah, maka itu maksudnya dari Demak. Bila menurut C.C. Berg, yang datang ke Bali saat itu adalah utusan Raden Fatah, Raja Demak.

Utusan dari Demak ini datang untuk mengajak Raja Gelgel memeluk Islam. Namun gagal, dan akhirnya utusan ini mendapatkan hukuman. Di kalangan masyarakat Bali tersebar cerita bahwa utusan itu tidak sengaja bunuh diri dengan tikaman kerisnya. Kuburannya berada di desa Satra, kurang lebih 3 km di selatan Klungkung atau 1,5 km di barat daya Gelgel. Kuburannya itu disebut Sema Jarat atau Sema Pajaratan (bahasa Bali). Melihat penamaan ini, maka kemungkinan nama itu berasal dari istilah Gujarat. Inilah yang membuktikan bahwa pernah ada utusan Islam untuk berdakwah kepada Raja Gelgel kala itu, yang berasal dari Demak dan kemungkinan termasuk pedagang Gujarat. Atau bisa juga karena istilah Gujarat identik dengan Islam, maka kebalikannya orang Islam juga diidentikkan dengan panggilan Gujarat.

Begitulah ummat Islam berada di Gelgel, rahim Klungkung. Mereka tidak mendirikan kerajaan sendiri, bahkan mereka menjadi pelayan Raja. Meskipun pernah datang utusan da’i ke kerajaan Gelgel, namun saat itu belum berhasil mengajak Raja memeluk Islam. Bali kemudian menjadi satu-satunya pusat agama Hindu di nusantara.

Untuk mempertahankan identitas hindu dan eksistensi kerajaannya, maka kemudian merebut wilayah Blambangan serta wilayah Lombok dan Sumbawa. Blambangan difungsikan sebagai pembendung masuknya Islam dari barat yaitu dari Mataram dan Demak. Sedangkan Lombok dan Sumbaha difungsikan sebagai pembendung masuknya Islam dari timur yaitu dari Goa dan Makassar.

Ada cerita menarik dari usaha kerajaan Gelgel merebut Blambangan. Awalnya kerajaan Gelgel hendak menjalin persahabatan dengan Blambangan melalui politik perkawinan. Dalem Waturenggong meminang Ni Bas (putri Sri Juru, Raja Blambangan). Namun, pinangannya ternyata ditolak. Dalem Waturenggong pun marah, sehingga Blambangan pun diserang. Sebanyak 1600 pasukan dan 25 armada perahu yang dipimpin Kyai Ularan berangkat dari Bali untuk menyerang Blambangan. Dalam penyerangan ini, Sri Juru (sang putri) akhirnya terbunuh dan Nu Bas (sang Raja) pun bunuh diri. Sehingga Blambangan dapat dikuasai.

Begitulah perjalanan kerajaan Gelgel, di mana tempat pertama persemian ummat Islam di Bali. Namun kelak keutuhan kerajaan Gelgel menyusut setelah Dalem Waturenggong wafat. Dengan munculnya kerajaan Buleleng (Mengwi) yang pernah menguasai Blambangan, dan munculnya kerajaan Karangasem yang pernah merebut Lombok.

Ummat Islam telah berperan mengawal Raja Gelgel dari Majapahit hingga Klungkung. Lalu menjadi pelayan di kerajaan. Bahkan juga berperan dalam memperluas wilayah kerajaan.


Jakarta, 2 Februari 2016

Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)

Tidak ada komentar: