Sebuah surat
berbahasa Jawa masuk ke pemerintahan Batara Ngeluhur, namun saat itu tak
satupun dari petinggi kerajaan yang bisa membaca isi surat. Maka sang Raja pun
mencari orang yang bisa membacakannya. Hingga bertemulah dengan seorang anak
muda dari desa Temenggungan (Blambangan / Banyuwangi – Jawa Timur) yang sedang
bekerja pada salah satu keluarga di daerah itu; namanya Aryo Nur Alam.
Kemampuan Aryo
membacakan surat itu membuat Raja memilihnya menjadi Juru Bahasa Keraton
Tabanan. Dan sebagai rasa terima kasih, sang Raja pun menikahkan Aryo dengan
seorang putri Raja. Pernikahan inilah yang menjadi titik perkembangan Islam di
Tabanan. Sebab, sang istri mengikut agama suaminya; sehingga akhirnya
masyarakat Tabanan mulai mengenal Islam dari mereka berdua. Aryo sendiri telah
berada di Tabanan sejak tahun 1808 M atau kira-kira berusia 15 tahun, yang
mungkin saja sejak tahun-tahun itu masyarakat di Tabanan sedikit-banyak mulai
mengenal agama Islam yang dipeluknya.
Pada akhirnya, tidak
sedikit dari masyarakat yang kemudian turut memeluk Islam. Bahkan dari
suami-istri ini, kemudian lahir keturunan-keturunan yang menjadi tokoh agama
Islam di Tabanan. Utamanya adalah anaknya yang bernama Raden Mustafa dan cucunya
yang bernama Raden Saleh. Aryo Nur Alam yang wafat tahun 1284 H / 1873 M, kini
menjadi kenangan bagi masyarakat Muslim di Tabanan secara umum maupun bagi
komunitas Kampung Jawa secara khusus. Kampung Jawa ini kelak disebut Kampung
Islam karena masyarakatnya Muslim, dan juga kelak disebut Tunggal Sari karena
masyarakat Muslim yang menetap di situ berasal dari banyak daerah. Kini di
kampung itu terdapat sekitar 500-an KK atau
2500-an jiwa.
Sejarah pertautan
Aryo Nur Alam dengan Raja Tabanan inilah yang hingga kini menjaga hubungan baik
komunitas Muslim dengan keluarga kerajaan. Maka para tokoh Muslim selalu mendapat
tempat istimewa di kegiatan-kegiatan Keraton. Namun ada poin yang lebih penting
dari itu, bahwa saat seorang Muslim memiliki keahlian yang unik sehingga
lingkungan sekitar hingga yang non Muslim membutuhkannya, maka saat itulah
terbuka baginya untuk berinteraksi dengan siapapun. Saat itu pula, semakin
banyak orang yang akan mengenal Islam dari pribadi Muslim tersebut.
Jakarta, 15 Februari 2016
Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)
2 komentar:
Setuju! Muslim dikenal baik bukan sekadar kegiatan ibadahnya, melainkan kesalehan sosialnya yg membuat masyarakat di sekitarnya merasa terbantu olehnya.
Terima kasih sdh mampir, mas Billy... :)
Posting Komentar