Bahwasannya permasalah kehidupan kita bermuara pada 7 Penyimpangan Pribadi. Inilah penyimpangan-penyimpangan dalam pribadi kita, yang bila tidak diluruskan maka akan terus melahirkan masalah-masalah dalam kehidupan yang semakin pelik.
Syariat agama sesungguhnya dihadirkan oleh Sang Pencipta sebagai panduan berkehidupan. Maka bila syariat agama tak dipahami dengan baik oleh individu-individunya, maka individu-individu tersebut bukannya menjadi solusi namun justru menjadi sumber masalah.
Adapun memandang pribadi hendaknya secara komprehensif. Agar kita mampu meluruskan penyimpangan tidak secara parsial. Bahwa setiap pribadi memiliki tiga unsur; Ruh, Akal dan Jasad. Sehingga setiap pribadi akan melakukan aktivitas Spiritual, Intelektual dan Sosial. Selain juga setiap pribadi akan menghuni banyak Tempat sebagai panggung kehidupannya.
Dengan memandang pribadi secara komprehensif seperti itu, maka kita akan terhindar dari sikap ekstrim menyulitkan (Radikal) maupun ekstrim memudahkan (Liberal). Maka dari cara pandang komprehensif itu, kita dapat menyimpulkan sekiranya ada 7 Penyimpangan Pribadi yang harus kita luruskan dan kita jaga keseimbangannya.
Pertama; Penyimpangan konsep Berpikir
Kita mulai dari atas, yaitu kepala. Otak, itulah isi kepala. Maka penyimpangan yang rawan terjadi padanya adalah Penyimpangan konsep Berpikir.
Apa bentuk penyimpangannya? Yaitu perihal memahami hal yang pokok dan hal yang cabang. Kehidupan kita akan bermasalah bila kita menyimpang dalam memahami konsepsi pokok dan cabang ini.
Sebagian kegalauan individu karena kita tak mampu menimbang dengan jernih mana yang pokok dan mana yang cabang. Bahkan sebagian kisruh masyarakat karena mendahulukan hal yang cabang dari hal yang pokok dalam kehidupan ini.
Contohnya galau antara menulis di blog pribadi atau di media umum. Bila lurus konsep berpikirnya, maka mudah saja; bahwa yang pokok adalah menulis sebagai implementasi tugas ibadah (dakwah) dan khalifah (penataan). Adapun blog pribadi maupun media umum hanya sarana yang sifatnya cabang. Bisa digunakan dan bisa tidak digunakan, yang terpenting pokoknya dapat dipenuhi dan dapat terjaga.
Contohnya lagi kisruh masalah qunut shubuh. Bila lurus konsep berpikirnya, maka mudah saja; bahwa yang pokok adalah shalat Shubuh. Adapun qunut adalah masalah mazhab fiqh yang sifatnya cabang. Bisa digunakan dan bisa tidak digunakan, yang terpenting pokoknya dapat terlaksana.
Kedua; Penyimpangan konsep Memimpin
Pada otak yang ada di kepala itu, akan lahir konsep Memimpin. Baik memimpin diri sendiri maupun memimpin lingkungan sekitar. Maka penyimpangan yang rawan terjadi selanjutnya adalah Penyimpangan konsep Memimpin.
Apa bentuk penyimpangannya? Yaitu perihal memenuhi fardhu kifayah (Kewajiban Kolektif). Kehidupan kita akan bermasalah bila kita menyimpang dalam memahami konsepsi kewajiban kolektif ini.
Sebagian kegalauan individu karena kita tak mampu mengemban dengan tulus kewajiban kolektif. Bahkan sebagian kisruh masyarakat karena abai memenuhi kewajiban kolektif.
Contohnya galau antara membuat komunitas sendiri atau bergabung dengan komunitas yang sudah ada. Bila lurus konsep memimpinnya, maka mudah saja; bahwa kita mesti tulus mengemban kewajiban kolektif. Adapun kewajiban kolektif ini sangat terkait dengan komitmen koordinasi dengan pemimpin dan musyawarah dengan sekitar. Sehingga keputusan sangat terkait dengan kewajiban kolektif yang belum tertunaikan. Maka meredam ego adalah tantangan terbesarnya, yang akan sederhana bila konsep memimpinnya tidak menyimpang.
Contohnya lagi kisruh masalah kepemimpinan. Bila lurus konsep memimpinnya, maka mudah saja; bahwa yang pokok adalah terpenuhinya pemimpin Muslim yang kompeten. Maka tak menjadi persoalan dari komunitas mana pemimpinnya, yang terpenting kewajiban kepemimpinan ummat dapat terpenuhi melalui hasil musyawarah ummat Islam.
Ketiga; Penyimpangan konsep Spiritual
Setelah membahas potensi penyimpangan di bagian atas (kepala), maka kita turun ke bagian Dada. Hati, itulah sederhananya gambaran isi dada. Maka penyimpangan yang rawan terjadi padanya adalah Penyimpangan konsep Spiritual.
Apa bentuk penyimpangannya? Yaitu perihal sinkronisasi spiritual dan adab sosial. Kehidupan kita akan bermasalah bila kita menyimpang dalam memahami konsepsi spiritual dan adab sosial ini.
Sebagian kegalauan individu karena kita tak mampu menyelaraskan spiritual dengan adab sosial. Bahkan sebagian kisruh masyarakat karena dominannya nuansa spiritual namun abai adab bersosial.
Contohnya galau antara menjaga kualitas spiritualnya dan menjaga adab dengan orang tua. Bila lurus konsep spiritualnya, maka mudah saja; bahwa spiritual yang baik akan memahami eksistensi Khaliq dan Makhluk. Maka ia mengabdi kepada Pencipta dengan berbudi kepada yang dicipta-Nya. Maka ia tak hanya melarutkan diri dalam ibadah, namun melalaikan adab kepada orang tua.
Contohnya lagi kisruh bersosial. Bila lurus konsep spiritualnya, maka mudah saja; bahwa spiritual bukan sekadar baik individu namun juga baik secara sosial. Maka konsep spiritual yang baik tak akan mengurung diri pada sepetak ruang ritual dan melupakan ruang sosial. Sebab spiritual itu melahirkan komitmen-komitmen syariat, termasuk syariat bersosial.
Keempat; Penyimpangan konsep Tanggungjawab
Dari spiritual itulah kemudian lahir Tanggungjawab. Baik terhadap diri, masyarakat dan lingkungan. Maka penyimpangan selanjutnya adalah penyimpangan konsep Tanggungjawab.
Apa bentuk penyimpangannya? Yaitu perihal memahami tanggungjawab yang semestinya dipenuhi dan didahulukan. Kehidupan kita akan bermasalah bila kita menyimpang dalam memahami konsepsi tanggungjawab ini.
Sebagian kegalauan individu karena kita tak mampu memandang mana tanggungjawab yang semestinya dipenuhi dahulu dan mana tanggungjawab yang bisa diwakilkan atau ditunda. Bahkan sebagian kisruh masyarakat karena abai dengan tanggungjawab atau melakukan yang bukan tanggungjawabnya.
Contohnya galau antara kuliah dan dakwah. Bila lurus konsep tanggungjawabnya, maka mudah saja; bahwa yang terpenting menunaikan tanggungjawab yang mesti didahulukan dan tak bisa diwakilkan. Maka bila dakwah masih bisa diwakilkan sedangkan spesialis kuliah kita tak banyak yang memiliki, maka tentu kita mendahulukan tanggungjawab kuliah dahulu, serta menunda atau mewakilkan tanggungjawab dakwah.
Contohnya lagi kisruh masalah berorganisasi. Bila lurus konsep tanggungjawabnya, maka mudah saja; bahwa hendaknya fokus dengan tanggungjawab masing-masing. Maka tidak ada gesekan karena ketimpangan tanggungjawab maupun kesimpang-siuran tanggungjawab.
Kelima; Penyimpangan konsep Sosial
Bila kita turun sedikit ke perut, maka itulah simbol kehidupan sosial. Bahwa kehidupan sosial itu sangat terkait dengan kepedulian pada kebutuhan perut. Maka penyimpangan yang rawan terjadi padanya adalah Penyimpangan konsep Sosial.
Apa bentuk penyimpangannya? Yaitu perihal memahami kewajiban individu dan kewajiban sosial. Kehidupan kita akan bermasalah bila kita menyimpang dalam memahami konsepsi kewajiban individu dan kewajiban sosial ini.
Sebagian kegalauan individu karena kita lebih mementingkan kewajiban individu dan lalai kewajiban sosial. Bahkan sebagian kisruh masyarakat karena tidak seimbangnya penunaian kewajiban individu dan kewajiban sosial.
Contohnya galau antara berangkat haji atau melunasi hutang. Bila lurus konsep bersosialnya, maka mudah saja; bahwa melunasi hutang adalah kewajiban sosial yang mesti disegerakan. Adapun pergi haji adalah kewajiban individu yang ditunaikan semampunya.
Contohnya lagi kisruh masalah sosial-ekonomi yang tak berkesudahan dan fenomena jamaah haji. Bila lurus konsep bersosialnya, maka mudah saja; bahwa kelezatan ibadah sesungguhnya ada pada terpenuhinya kewajiban sosial dan bukan sekadar terpenuhinya kewajiban individu. Maka bila setiap orang mencukupkan pergi haji yang wajib sekali saja, kelebihan-kelebihan rezeki selanjutnya bisa dialokasikan untuk proyek pengentasan sosial-ekonomi. Berapa banyak pemberdayaan sosial-ekonomi yang bisa dilakukan bila 100 orang saja tidak pergi haji yang ke sekian kalinya.
Keenam; Penyimpangan konsep Amal
Kemudian kita menuju kaki, sebagai simbol langkah-langkah kerja dan amal. Maka penyimpangan lainnya yang rawan terjadi adalah Penyimpangan konsep Amal.
Apa bentuk penyimpangannya? Yaitu perihal memahami amal-amal utama. Bahwa setiap waktu dan tempat, serta setiap situasi dan kondisi, memiliki amal-amal utama yang berbeda. Kehidupan kita akan bermasalah bila kita menyimpang dalam memahami konsepsi amal-amal utama ini.
Sebagian kegalauan individu karena kita tak mampu memahami kekhasan setiap amal utama. Bahkan sebagian kisruh masyarakat karena memaksakan satu amal utama dari amal utama lainnya.
Contohnya galau antara membaca al Quran dan melayani tamu. Bila lurus konsep beramalnya, maka mudah saja; bahwa saat tamu datang maka amal utamanya adalah melayani tamu. Adapun membaca al Quran itu memang amal utama juga, namun bisa dilakukan setelah tamu pulang.
Contohnya lagi kisruh masalah bertetangga. Bila lurus konsep beramalnya, maka mudah saja; bahwa berbaur dengan tetangga juga amal utama. Meskipun beri'tikaf pun amal utama, namun hendaknya tidak dibenturkan dengan amal utama lainnya. Sebab nilai keutamaan suatu amal sangat tergantung pada ruang dan waktu, maka yang paling dibutuhkan dan paling mudah itulah yang dilakukan.
Ketujuh; Penyimpangan konsep Tempat
Akhirnya setiap pribadi akan memfungsikan tempat sebagai panggung kehidupannya, yaitu mengekspresikan peran ibadah dan peran khalifahnya. Maka penyimpangan terakhir yang rawan terjadi adalah Penyimpangan konsep Tempat.
Apa bentuk penyimpangannya? Yaitu perihal memenuhi fungsi tempat. Kehidupan kita akan bermasalah bila kita menyimpang dalam memenuhi konsepsi tentang fungsi tempat ini.
Sebagian kegalauan individu karena kita tak mampu memahami tempat sebagai sarana dan bagaimana memfungsikannya. Bahkan sebagian kisruh masyarakat karena mementingkan tempat daripada fungsinya.
Contohnya galau antara studi di luar negeri atau di dalam negeri. Bila lurus konsep tempatnya, maka mudah saja; bahwa yang terpenting adalah fungsi belajarnya bisa berjalan dengan baik. Adapun tempat belajarnya di manapun tak menjadi masalah.
Contohnya lagi kisruh masalah pembangunan masjid. Bila lurus konsep tempatnya, maka mudah saja; bahwa jauh lebih penting menyiapkan jamaah yang akan memfungsikan masjid dan merancang program menghidupkan masjid daripada sekadar membangun masjid. Maka tak perlu membangun masjid banyak-banyak dan saling berdekatan bila jamaah maupun programnya belum siap.
Epilog
Semoga dengan terjaganya 7 konsepsi ini dari penyimpangan-penyimpangan, maka kita akan dapat meminimalisir problema kehidupan. Maka tampillah sosok muslim yang solutif.
De' Ranch - Lembang, 21 Februari 2016
Muhammad Irfan Abdul Aziz
#GenerasiFokus1437H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar