- I -
Keluarga
Mungkin kita bisa menyeksamai makna santun dari sastrawan Muslim yang bernama Ali Ath Thanthawi. Seorang Syeikh yang memang lahir dari keluarga ulama. Kakeknya yang bernama Ahmad Thanthawi adalah imam bagi tentara Utsmani. Bapaknya yang bernama Syeikh Musthofa adalah imam masjid yang juga penanggungjawab urusan fatwa. Paman dari bapaknya adalah ahli ilmu falak Islami. Paman dari ibunya adalah pemilik majalah az Zahraa dan majalah al Fath.
- II -
Pendidikan
Sekolah Menengah-nya di Syam, lalu pindah ke Mesir dan lanjut di Darul Ulum. Di Darul Ulum inilah ia pernah sekelas dengan Sayyid Quthb, meski Sayyid Quthb lebih tua 3 tahun. Lalu kembali lagi ke Syam dan kuliah di fakultas Hukum, berteman dengan Musthofa Az Zarqa yang kemudian jadi ulama ahli fiqh. Setelah lulus, berprofesi sebagai pengajar dan hakim hingga jadi konselor Pengadilan Tinggi.
- III -
Kecakapan
Ia hafal ratusan syair jahiliyah, Islam, Umawi dan Abbasiyah. Baginya syair adalah argumen dalam bahasa Arab. Ia tumbuh dengan banyak baca sastra, sejarah, ilmu agama, dan pengetahuan umum. Iapun punya pergaulan yang luas dari Mesir, Irak, Istanbul, Eropa, Asia hingga Afrika. Dr. Yusuf Qardhawi menyebutnya Sastrawan yang faqih dan Faqih yang Sastrawan. Sebab ceramahnya menyatukan Ilmu dan Sastra, yang Meyakinkan dan Menyenangkan. Ceramahnya adalah ungkapan langsung tanpa persiapan tulisan dan latihan. Program pekanan "Cahaya dan Hidayah" serta tahunan Ramadhan selama 25 tahun di Makkah sangat Manfaat dan Menyenangkan. Dalam setiap siarannya, ia selalu ingin menunjukkan buku-buku dengan metode moderat kepada kalangan pemuda-pelajar. Ia menulis di ar Risalah (majalah sastra utama di Arab) milik sastrawan terkenal Ahmad Hasan Zayyat. Bahasanya lembut, logikanya kuat, ungkapan maknanya canggih, dan kecenderungan agamanya bagus. Saat deskripsikan sesuatu makna dan tokoh, seakan fotografer yang memotret dan bukan sastrawan yang mencatat. Dengan menyatukan antara Ilmu dan Sastra, maka ia telah mengaitkan Fiqh dan Kehidupan. Tahun 1947 gantikan ustadz Zayyat yang sedang sakit, menjadi Redaktur majalah ar Risalah. Selain menulis spesialis sejarah, ia juga mengajar Kebudayaan Islam di fakultas Tarbiyah.
- IV -
Kiprah
Saat Suriah dijajah Prancis, ia ikut melawan, membakar semangat dengan sastranya yang memukau hingga ditangkap dan dipenjara. Bersama rakyat dan presidennya Syukri al Quwatli yang turun tahta, ia dukung penyatuan Suriah dengan Mesir. Namun saat rezim Abdul Nashr justru ancam kebebasan, ia bersama rakyat Suriah tuntut separasi dari Mesir dengan khutbahnya. Usianya maksimal gunakan pena dan lidahnya untuk membela Islam dari musuh zionis-salibis-komunis maupun yang berkedok Muslim. Saat fitnah nasionalisme Arab nyatakan Arab Masehi atau Arab Yahudi lebih dekat daripada Muslim Pakistan; sejarah dan teks disimpangkan. Saat itulah Syeikh Ali Thanthawi tampil singkap kebusukan dan kebatilan kaum yang kemudian mengaku sosialisme revolusioner. Apa yang ia lakukan itu mengikut jejak Amir Syakib Arslan dan kawan-kawan. Syeikh Ali Thanthawi pernah terima Faishal Award karena sumbangsihnya terhadap ummat Islam.
- V -
Nilai
Ia sangat cermat dengan penggunaan istilah, maka dikritiknya istilah 'Sosialisme Islam' yang dipakai Syeikh Musthofa as Sibai. Sebab istilah yang gegabah itu akhirnya digunakan kalangan sosialis untuk balikkan fakta guna citra mereka. Ia begitu bangga dengan bahasa Arab yang baginya adalah identitas budaya dan peradaban ummat. Ia tak gunakan kata-kata bahasa asing kecuali diarabkan atau ditemukan penggantinya; seperti ar Raai (televisi) dan ar Raad (radio). Ia sangat membela bahasa Arab fasih, seperti ia bela Islam. Ia bela sastra yang tinggi dan lawan sastra pasaran. Ia bela syair berkaidah yaitu syair Arab yang gunakan wazan dan qafiah, serta lawan tren syair modern tak berkaidah. "Sekarang ini mulai berkembang fitnah syair prosa, itu bukan syair tetapi prosa yang dibuat-buat seperti syair," begitu tegasnya. Ia istimewa dengan keterusterangan, katakan kebenaran yang diyakini tanpa takut celaan. Ia banyak kritik orang, lalu memujinya bila sudah berbenah. Ia pernah akui kesalahan karena telah menyalahkan murid yang benar dan bersikap keras kepada murid itu. Ia bermuhasabah, "Hai diriku, apakah kau mau menulis yang bertentangan dengan agama jika diberi imbalan ratusan juta?" Ada lagi muhasabahnya, "Hai diriku, apakah kau tak melakukan nahi munkar bila tak ada bayaran atas tulisanmu?"
- VI -
Warisan
Sungguh, warisan intelektualnya berlimpah, dari tema agama, sastra, sejarah, pendidikan dan reformasi. Bahkan tulisan Pengantar-Pengantar Syeikh Ali Thanthawi terhadap sekitar 50 buku, dikumpulkan oleh Syeikh Majid Makki. Tak hanya tulisan, beliau yang selalu perhatikan untuk merekam setiap ceramah atau fatwanya juga wariskan ratusan rekaman.
#Milad19FLP "Sastra Santun di Era Digital"
1 komentar:
Masyaa Allah bermanfaat sekali๐๐๐
Posting Komentar