Kebetulan pada penghujung tahun 2015 dan awal tahun 2016 ini saya menjalani agenda yang maraton. Hampir tanpa jeda, dimulai dari liburan Natal hingga liburan Tahun Baru. Tetapi saat mendengar kabar bahwa Film 3 yang tempo hari sempat diputar sesaat di layar bioskop akan ditayangkan di Net TV, maka saya berusaha menyempatkan menontonnya. Alhamdulillah, saya dapat menontonnya meskipun melalui streaming internet.
Saat film ini ditayangkan di bioskop, sebenarnya saya sangat penasaran. Namun karena beberapa hal, saya tak sempat menontonnya. Begitupun ketika dalam beberapa kesempatan digelar nonton bareng di beberapa komunitas, tak pula tersempatkan. Alhasil, saya berusaha menyempatkan dalam jeda malam Tahun Baru untuk mencari akses jaringan internet yang kuat demi menyaksikan via streaming, karena sayapun tak bisa mengakses televisi. Dan, alhamdulillah bisa menontonnya secara full.
Ternyata benar! Apa yang semula saya dugakan menjadi pesan film ini benar-benar saya dapati saat menyeksamainya. Apa itu?
Ini terkait simpul-simpul konflik yang seringkali belum terlalu dipahami ummat. Jangankan ummat, bila kita berbincang dengan tokoh-tokoh ummat pun tampak masih banyak yang belum memahaminya. Padahal, karena inilah seringkali ummat menjadi 'bulan-bulanan' hingga tak berdaya. Apa simpul-simpul konflik itu?
Saya ingin memberikan ringkasan sederhananya sebagai berikut:
Pertama; Proxy War
Lihatlah bagaimana tiga tokoh utama dalam film ini berkonflik. Alif, Lam dan Mim. Sampai-sampai dalam kondisi genting akhirnya Lam harus berseloroh ke istrinya, "Jangan sampai Alif dan Mim berhadap-hadapan!"
Namun, setelah selorohan itu Lam justru harus juga berhadap-hadapan dengan Mim. Lalu, terus ikuti alur cerita film ini sampai ending-nya. Dan simak baik-baik saat semua aktor di belakang konflik sudah tuntas dimusnahkan oleh Mim, saat itu pula ia menerima telpon. "Permainan baru dimulai," begitu kata si penelepon di seberang yang tak jelas keberadaannya dengan nada intimidatif.
Begitulah Proxy War, perang antara dua belah pihak tak jelas yang menggunakan pihak ketiga. Sampai-sampai Mim bingung bagaimana bersikap, Lam bingung harus membalas siapa, dan Alif bingung cara menenangkan dua sahabat lamanya itu.
Sesungguhnya, begitu banyak Proxy War yang menghiruk-pikukkan kehidupan sosial kita. Sesungguhnya, dengan memahami Proxy War kita akan lebih mampu bersikap bijak dan fokus. Maka, cobalah berlatih memahami segala fenomena konflik dalam kehidupan ini -termasuk di negeri ini- dengan sudut pandang konsepsi Proxy War.
Yang biasanya, sarana untuk Proxy War itu adalah Cyber War (Perang Dunia Maya), dan substansi yang ditarget adalah Resource War (Perang Sumber Daya Alam).
Ingat, kan? Bagaimana saat Lam baru akan menyetor tulisan namun Redaktur-nya sudah me-release berita berdasar dokumen yang diantar langsung oleh seorang pejabat kepolisian? Bagaimana pula saat seorang yang asing menelepon Mim di akhir?
Itulah Cyber War. Mungkin pula itu bagian dari Resource War. Dan itu semua dikemas dalam Proxy War. Ah, semoga ummat semakin dewasa dengan memahaminya.
Kedua; Menaikkan Jabatan
Ingat! Saat perempuan yang dikenal sebagai Laras oleh Lam dan Mim ternyata adalah putri dari komandannya Mim yang berpangkat Kolonel. Ingat pula, saat para Jenderal menggelar konferensi press, Sang Kolonel tidak ikut bahkan membuat makar pengeboman kantor guna menghabisi para Jenderal. Targetnya sederhana, ia ingin segera naik jabatan.
Ah, itu terlalu vulgar. Ada yang lebih soft lagi. Yaitu, saat konflik sosial atau kasus yang dimunculkan secara rahasia sengaja dilakukan untuk menaikkan pangkat, dan dengan naiknya pangkat akan menaikkan jabatan.
Kenapa demikian? Karena kondisi konflik sangat potensial membuat seseorang terstimulus untuk kreatif dan inovatif. Dan dengan begitu, maka kecerdasannya pun akan meningkat. Nah, meningkatnya kecerdasan dengan pengalaman lapangan inilah yang akan membantu terpenuhinya kapasitas yang diperlukan agar dapat dinaikkan pangkatnya.
Inilah yang menjelaskan, seorang personil polisi atau militer saat ditugaskan atau disekolahkan ke daerah konflik akan lebih cepat naik pangkatnya daripada rekan-rekannya yang bertugas maupun bersekolah di daerah damai. Ini pula yang bisa menjelaskan, kenapa konflik perlu sering-sering dimunculkan? Karena akan membantu percepatan kenaikan pangkat.
Ketiga; Menurunkan Anggaran
Bila kita berbincang dengan mereka yang biasa terlibat dalam mengurusi bidang diplomasi dan keamanan, maka akan sering mendapati bahwa konflik-konflik yang dimunculkan itu untuk menurunkan anggaran-anggaran taktis. Yang bila tidak ada konflik, maka anggaran itu tidak bisa turun.
Ah, sesederhana itu kah? Padahal itu berdampak kekacauan massa. Sementara mereka asik bermain sembari senyum nakal menurunkan satu demi satu mata anggaran taktis.
Epilog
Baiklah. Saya tidak suka membuat judul bombastis. Saya juga tidak suka berhiperbola. Agar kita terbiasa dengan hal-hal substantif, dan tidak membiasakan diri mudah tertipu dengan aneka corak kemasan. Sederhana saja, semoga ummat semakin dewasa dengan belajar dari Film 3.
Bandung, 1 Januari 2016
Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)
2 komentar:
Jadi semakin ingin nonton, tapi bukan versi yang banyak dipotong sana-sini demi kemananan ^_^
Sip... baarokallahu fiikk.. oponiny keren, karena semuany melihat kepada nilai positif dari dilm 3 ( tiga ) ini.. n pasti akan lebih terbuka lagi sudut pandang antum apabila antum nnton ny di bioskop, karena film yg antum tnton di net TV itu sudah di potong2 di bagian2 yg menurut bberapa pihak merugikan mereka..
Ala kulli hal..sip..hhehh
Posting Komentar