sumber: anneahira.com |
Ratu Dewi Fatimah adalah sepupu Raja Dalem Ketut Sri Kresna
Kepakisan. Namun, rupanya hubungan mereka berdua tidak sekadar kerabat dalam
dinasti Majapahit di Jawa. Sebab telah bersemi bunga-bunga cinta di antara
keduanya. Jadilah mereka sepasang kekasih yang hanyut dalam kasmaran cinta.
Tapi apa daya, jalan sejarah sepertinya tak menghendaki mereka
bersama. Masuk Islam-nya Majapahit sangat memukul jiwa Dalem Ketut Sri
Kepakisan. Sehingga pada tahun 1500 M, ia pergi ke Bali. Tepatnya di Klungkung
ia mendirikan kerajaan, namun ada yang mengatakan bahwa pusat istananya kala
itu berada di Samprangan – Gianyar. Saat itu, kerajaan-kerajaan di Jawa memang banyak
yang beralih memeluk Islam. Sementara hanya beberapa kerajaan di pesisir timur jawa
dan Bali yang masih teguh memegang keyakinan Hindu. Maka berangkatlah Dalem
Ketut Sri Kepakisan ke Bali, sebagai pelampiasan kekesalannya atas
ber-Islam-nya Majapahit.
Kepemimpinannya di tanah yang baru ini dikuatkan lagi dengan mandat
Mahapatih Gajah Mada. Sebagaimana saudara-saudaranya yang lainnya juga diangkat
oleh Mahapatih Gajah Mada untuk menjadi Cakradhara (raja bawahan) di beberapa
tempat sebagai perluasan kekuasaannya. Ia empat bersaudara, telah disebar oleh
Mahapatih Gajah Mada ke empat tempat.
Kakak Pertamanya menjadi Raja Dalem di Pasuruan. Kakak Keduanya
menjadi Raja Dalem di Blambangan. Kakak Ketiganya seorang perempuan yang
bernama Sukania (I Dewa Muter) diutus ke Sumbawa. Sementara dirinya anak
keempat (bungsu) dinobatkan menjadi Raja Dalem di Bali. Maka di Klungkung ia
berperan sebagai Cakradhara dengan gelar Pangeran atau Prameswara Bija.
Lalu bagaimana nasib sepupu yang juga kekasihnya di Jawa? Ratu Dewi
Fatimah telah mengikuti Majapahit menjadi seorang Muslimah. Maka Dalem kekasihnya Ketut Sri Kepakisan telah meninggalkannya ke Bali. Kecewa atas perubahan
keyakinan kerabat-kerabatnya di dinasti Majapahit.
Namun jiwa muslimah-nya adalah jiwa yang tegar. Maka suatu ketika, Ratu
Dewi Fatimah menyusul ke Bali. Tujuannya satu; mengajak Raja Dalem Ketut Sri
Kepakisan untuk memeluk agama Islam. Bila Dalem Ketut telah menjadi Muslim,
maka Dewi Fatimah bersedia menjadi istrinya dan akan bersama mendirikan
kerajaan Islam.
Tapi ajakan Ratu Dewi Fatimah telah diabaikan oleh Raja Dalem Ketut
Sri Kepakisan. Sehingga Ratu Dewi Fatimah pun kembali ke tempat awal
rombongannya mendarat di pulau Bali, yaitu di Loloan. Kelak setelah Ratu Dewi
Fatimah meninggal, para pengikutnya kembali ke pusat kerajaan Klungkung dan
membangun pemukiman Muslim di sana. Inilah yang kemudian dianggap sebagai
asal-muasal perkampungan Muslim di Klungkung.
Begitulah kisah cinta Ratu Dewi Fatimah dan Raja Dalem Ketut Sri
Kresna Kepakisan. Dalam kisah yang lebih dramatis lagi, ajakan kepada Raja
Dalem Ketut untuk memeluk Islam itu ditolak karena pengawal Ratu Dewi Fatimah gagal
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Raja Dalem Ketut. Syaratnya adalah
memutuskan bulu kaki Raja Dalem Ketut. Dan, gagal!
Ah, mungkin kita merasa aneh membacanya. Tapi inilah kisah yang banyak
tersebar di masyarakat Bali. Sebagai Cerita Rakyat, tentu kita boleh
mempercayainya dan boleh pula tidak mempercayainya.
Tapi, sekiranya ada selaksa hikmah yang bisa kita resapi. Bahwa dakwah itu pro-aktif; dakwah itu menjemput, dakwah itu menghampiri. Tiada gengsi untuk dakwah, meskipun sang Ratu yang menghampiri sang Raja. Wallahu a’lam.
Tapi, sekiranya ada selaksa hikmah yang bisa kita resapi. Bahwa dakwah itu pro-aktif; dakwah itu menjemput, dakwah itu menghampiri. Tiada gengsi untuk dakwah, meskipun sang Ratu yang menghampiri sang Raja. Wallahu a’lam.
Condet, 19 Januari 2016
Muhammad Irfan Abdul Aziz
Pemerhati Kebudayaan Islam Nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar