Senin, 18 Januari 2016

SIAPAKAH TUJUH WALI DI BALI?

sumber: muslimedianews.com

Setelah Majelis Manaqib Jama’ah Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali berjalan setahun, pada suatu malam di bulan Muharram 1413 H (1992 M) ustadz Thoyib Zein Arifin selaku pengasuhnya mendapatkan bisikan yang ia akui sebagai sirri (suara yang didengar namun tidak ada wujud asalnya). Bisikan itu menyatakan bahwa di Bali terdapat tujuh wali yang hendaklah diwujudkan.

Maka saat pertemuan bulanan Jama’ah Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali di Denpasar, beliau mengutarakan hal ini kepada jama’ahnya. Mereka pun memusyawarahkan, hingga kemudian berkesimpulan untuk mencarinya. Dengan segala petunjuk-petunjuk yang didapatkan, maka satu-persatu keberadaan tujuh wali itu ditelusuri. Rupanya yang diisyaratkan sebagai tujuh wali itu adalah kuburan-kuburan yang dinilai memiliki karamah. Hingga kemudian dikenalkan dengan sebutan Wali Pitu.

Dimulailah proses penelusuran itu hingga didapati 9 kuburan atau makam, dengan identitas masing-masingnya sesuai urutan penemuannya sebagai berikut:
  1. Makam Pangeran Mas Sepuh Keramat Pantai Seseh
  2. Makam Dewi Khodijah Keramat Pemecutan
  3. Makam Pangeran Sosroningrat Ubung
  4. Makam Habib Umar bin Maulana Yusuf Al Maghribi
  5. Makam Habib Ali bin Abubakar Al Hamid
  6. Makam Habib Ali bin Zaen Al Edrus
  7. Makam Syeikh Maulana Yusuf Al Baghdadi
  8. Makam Keramat Karang Rupit
  9. Makam Al Qoblal Wujud

Setelah ditemukan 9 makam yang dinilai merupakan makam karamah, kemudian pengasuh Jama’ah Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali membentuk tim untuk melakukan penelitian lebih mendalam terkait sejarah makam-makam tersebut. Tim ini beranggotakan 19 dari kalangan ulama Jawa, Madura dan Bali serta tokoh-tokoh setempat, yang dipimpin langsung oleh Thoyib Zein Arifin selaku pengasuh Majelis Manaqib tersebut. Tim ini kemudian memulai pengajuan perizinan pada tanggal 21 November 1996 kepada pihak-pihak pemerintah terkait, dan menjalani penelitian mulai tanggal 14 Desember 1996 sampai tanggal 31 Maret 1997.

Karena pada petunjuk awal yang diutarakan oleh Thoyib Zein Arifin bahwa ada tujuh wali, sedangkan makam yang ditemukan ada Sembilan jumlahnya, maka beliau bersama tim mencermati kembali makam-makam itu. Hingga diputuskan ada dua makam yang tidak masuk dalam perhitungan tujuh wali yang dimaksud.

Dua makam itu adalah Makam Keramat Pemecutan (makamnya Dewi Khodijah atau Ratu Ayu Anak Agung Rai) di Jl. Batu Karu menuju Perumnas Monang-Maning dan Makam Pangeran Sosroningrat di Ubung dekat terminal. Kedua makam ini sama-sama ditemukan pada tahun 1993, tepatnya makam kedua dan ketiga yang ditemukan dalam proses penelusuran semua makam tersebut.

Untuk Makam Dewi Khodijah Keramat Pemecutan dikeluarkan dari hitungan Wali Pitu karena ia seorang perempuan. Sedangkan untuk Makam Pangeran Sosroningrat juga dikeluarkan dari hitungan Wali Pitu karena jenazahnya telah dipindahkan ke Mataram (Jawa Tengah).

Menurut bapak H. M. Ishak dari Kp. Islam Kepaon kabupaten Badung (yang ditugaskan keluarga Kerajaan Pemecutan untuk memelihara Makam Dewi Khodijah), Pangeran Sosroningrat sebenarnya adalah suami Dewi Khodijah. Namun beliau menambahkan sebagaimana yang disampaikan juga oleh Mangku Wayan Catri (juru kunci Makam Keramat Pantai Seseh), Pangeran Sosroningrat memang merupakan Senopati Kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Sehingga wajar bila jenazahnya dipindahkan ke Jawa Tengah tempat Kerajaan Mataram.

Setelah menyisihkan dua makam tersebut, maka tepatlah jumlah makam yang dikeramatkan menjadi tujuh. Sesuai dengan isyarat keberadaan Wali Pitu yang diterima oleh Thoyib Zein Arifin melalui suara ghaib (sirri). Lalu, dimantapkan kembali oleh Thoyib Zein Arifin dengan petunjuk tambahan yang pernah diterimanya.

Petunjuk tambahan itu sebagai berikut: Papan siji Wuskaporo Nyoto (pertama telah nyata) untuk yang pertama sampai ketiga, Sing Loro Istijrot (kedua tersanjung) untuk yang keempat dan kelima, Sing siji Wuslair ning during Wujud (yang satu telah lahir tapi belum terwujud) untuk yang keenam, serta Sing siji Lio Bongso (yang satu lain bangsa) untuk yang ketujuh. Urutan makam tersebut sebagaimana yang akan dirincikan berikut ini, setelah Makam Dewi Khodijah Keramat Pemecutan dan Makam Pangeran Sosroningrat dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, silakan mencermati uraian di bawah ini.

Pertama: Pangeran Mas Sepuh Keramat Pantai Seseh

Makam ini berada di desa Munggu, Mengwi - Badung. Ini adalah makam yang ditelusuri pertama sebagaimana isyarat yang diterima oleh Thoyib Zein Arifin. Isyarat yang sama diterima oleh salah satu jama’ahnya yang bernama Zaenul Musabbikhin, ketika bertemu seorang tua tidak dikenal setelah shalat Jum’at di Masjid Ukhuwah Denpasar. Orang tua itu –menurut pengakuannya- memintanya untuk mencari makam keramat di sekitar Tanah Lot, kabupaten Tabanan. Akhirnya Zaenul menelusuri Tanah Lot ditemani saudaranya yang bernama Sulkan. Bertanya ke sana ke mari, namun tak ada yang tahu keberadaan makam yang dicarinya itu. Keduanya pun kembali.

Di perjalanan pulang inilah keduanya bertemu nelayan tua. Ketika ditanya, nelayan tua itu menyarankan keduanya untuk terus menelusuri pantai ke arah timur. Apa yang disarankan oleh nelayan tua itu diikuti keduanya, hingga akhirnya bertemu makam di tepi pantai Seseh, desa Munggu, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung. Makam itu dijaga seorang tokoh agama Hindu, yaitu Mangku Wayan Catri. Ia ditugaskan oleh kerabat Kerajaan Mengwi untuk menjadi juru kunci makam tersebut.

Tidak ada keterangan lebih banyak terkait Pangeran Mas Sepuh. Kecuali sebuah keterangan singkat bahwa ia adalah putra Raja Mengwi pertama dari ibu Blambangan yang beragama Islam. Nama aslinya adalah Raden Mangku Ningrat. Hal inilah yang membuat posisinya disebut memiliki kesamaan dengan Makam Raden Fatah; karena keduanya sama-sama putra Raja. Pangeran Mas Sepuh alias Raden Mangku Ningrat adalah putra Raja Mengwi (Bali), sementara Raden Fatah adalah putra Raja Majapahit (Jawa). Pangeran Mas Sepuh meninggal karena vonis hukuman mati oleh ayahnya dikarenakan konflik keluarga.

Kedua: Habib Umar bin Maulana Yusuf

Makam ini terletak di Bukit Bedugul, kabupaten Tabanan. Ceritanya pada tahun 1994, Jama’ah Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali berkunjung ke Pondok Pesantren Huffadzil Qur’an di Jl. Kediri, Tabanan. Saat bertemu dengan pengasuhnya yaitu KH. M Nurhadi, beliau mengatakan bahwa di atas bukit Bedugul terdapat makam Habib Yusuf Al Maghribi.

Berbekal informasi dari KH. M Nurhadi itulah penelusuran makam keempat ini dilakukan. Setelah ditemukan, Thoyib Zein Arifin selaku Pembina Jama’ah Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali merasa perlu mengubah nama Habib Yusuf menjadi Maulana Yusuf. Pertimbangannya sederhana, karena dirasa lebih pas dengan nama Maulana Yusuf.

Ketiga: Habib Ali bin Abubakar Al Hamid

Makam ini terletak di desa Kusamba, kecamatan Dawan, kabupaten Klungkung. Setelah penemuan makam keempat, petunjuk selanjutnya mengarah ke Klungkung. Yaitu makam seorang Habib yang masih memiliki garis keturunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, ia adalah Habib Ali bin Abubakar Al Khamid.

Bersama 15 orang jama’ah yang mengendarai 3 mobil, Thoyib Zein Arifin menuju daerah Klungkung. Setelah bertanya ke banyak orang, akhirnya sampailah mereka ke makam yang dimaksud. Letaknya dekat penyeberangan ke pulau Nusa Panida.

Berdasar keterangan juru kuncinya yaitu KH. Abdul Majid, Habib Ali bin Abubakar Al Khamid semasa hidupnya memiliki hubungan dekat dengan keluarga Kerajaan Klungkung karena ia menjadi guru bahasa Melayu untuk Raja Dewa Agung Jambe. Namun ia meninggal di atas kudanya saat kembali ke kediamannya karena diserang oleh sekelompok orang asing.

Dengan sejarah seperti itu, maka di halaman makamnya dibangun patung batu dengan bentuk seorang berjubah dan bersorban yang sedang menunggang kuda. Patung ini dibuat oleh seorang ahli pahat patung beragama Hindu atas persetujuan ummat Islam di sekitar situ.

Keempat: Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus

Makam ini terletak di desa Bungaya Kangin, kecamatan Bebandem, kabupaten Karangasem. Saat mendapat petunjuk ke arah Karangasem, Thoyib Zein Arifin  beserta jama’ahnya pun menuju daerah paling timur pulau Bali ini. Berdasarkan petunjuk sirri yang diterima, bahwa keberadaan makam ini tidak ada yang mengetahuinya kecuali seorang yang lumpuh karena tua.

Penelusuran ini adalah penelusuran yang paling lama. Tiga kali mencari sosok lumpuh karena tua ke Karangasem, namun belum juga didapat informasi keberadaannya. Saat jama’ah Manaqib ini hampir putus asa, Thoyib Zein Arifin tetap bertekad mencarinya. Maka pergilah mereka ke Karangasem untuk keempat kalinya bertepatan pada hari Jum’at. Yang mereka tuju adalah Masjid Subagan Karangasem, sekaligus sholat Jum’at. Selepas sholat Jum’at, mereka bertanya kepada banyak jama’ah yang ada di masjid itu tentang keberadaan sosok lumpuh karena tua tersebut. Namun lagi-lagi tak satupun mengetahui sosok yang dimaksud. Untungnya salah satu dari jama’ah di masjid itu yang bernama bapak Ghufron balik bertanya, apa gerangan maksud mereka menanyakan sosok tua lumpuh tersebut?

Maka dijelaskanlah, bahwa mereka sedang mencari makam karamah di Karangasem, dan yang mengetahuinya hanya seorang tua lumpuh tersebut. Bapak Ghufron lalu berkomentar, bahwa ada makam seorang Arab bernama Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus yang baru meninggal 15 tahun lalu. Kemudian diantarlah Thoyib Zein Arifin beserta jama’ahnya untuk menemui ahli waris Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus.

Bertemulah mereka dengan putranya yang bernama Habib Mudhor bin Ali bin Zainal Abidin Al Edrus. Lalu memohon izin untuk berziarah ke Makam Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus. Dari ziarah tersebut diketahui bahwa di samping Makam Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus terdapat Makam yang juga terawat dengan baik. Saat ditanya, tidak ada yang tahu makam siapa itu.

Namun dari obrolan di situ, diketahuilah bahwa sebelum wafatnya Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus, beliau menderita lumpuh karena tua selama dua tahun. Maka Thoyib Zein Arifin pun menyimpulkan bahwa Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus inilah yang diisyaratkan sebagai sosok lumpuh karena tua yang mengetahui makam keramat di daerah Karangasem.

Kelima: Syeikh Maulana Yusuf Al Maghribi

Inilah makam yang terletak di sebelah Makam Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus, sosok yang sebelum meninggalnya menderita lumpuh karena tua. Sehingga di desa Bungaya Kangin, kecamatan Bebandem, kabupaten Karangasem, terdapat dua makam yang dianggap memiliki karomah. Maka disebutlah kedua makam ini sebagai dua makam kembar, maksudnya sama-sama memiliki karomah.

Terkait sosok Syeikh Maulana Yusuf Al Maghribi, tidak ada keterangan tentang sejarah hidupnya. Hanya di antara cerita yang masyhur, bahwasannya makamnya dinilai memiliki karomah karena saat Gunung Agung meletus pada tahun 1963 di lokasi makam ini tidak terkena tumpahan batu-batu dari letusan gunung. Sementara merata di tempat-tempat sekitarnya dijatuhi batu-batu letusan gunung.

Keenam: Al Qoblal Wujud

Makam ini terletak di kabupaten Jembrana. Detailnya tidak ada informasi. Sementara status makam ini juga berbeda dengan yang lainnya. Bila makam-makam yang lainnya adalah makam sesungguhnya, di mana di dalamnya terdapat jenazah. Sementara makam ini bukanlah makam sungguhan. Bahkan namanya disamarkan dengan sebutan Al Qoblal Wujud, artinya sebelum mewujud. Karena memang belum ada, dan tidak ada yang tahu siapa sosoknya.

Ketujuh: Keramat Karang Rupit

Makam ini terletak di desa Temukus, kecamatan Banjar, kabupaten Buleleng. Awalnya, petunjuk sirri yang diterima oleh Thoyib Zein Arifin hanya mengarah ke Singaraja. Maka berangkatlah mereka ke Singaraja. Rupanya, makam yang dimaksud keberadaannya jauh dari kota Singaraja, tepatnya 15 km di sebelah barat-nya.

Keberadaannya di tepi jalan raya antara Singaraja dan Seririt, dekat dengan Pure Agung Labuhan Aji. Uniknya, ternyata ini adalah makamnya seorang cina yang beragama Islam.

Saat mencari makam ini, Thoyib Zein Arifin beserta jama’ahnya dipandu oleh seorang Arab bernama Habib Muhammad bin Ali bin Zainal Abidin Al Edrus, adik Habib Mudhor bin Ali bin Zainal Abidin Al Edrus yang tinggal di desa Temukus tepat berada di depan Pure Agung Labuhan Aji. Tidak diketahui terkait sejarah sosok Cina Muslim ini.

Penutup

Demikianlah gambaran apa yang disebut sebagai Wali Pitu (Tujuh Wali) di Bali. Ia adalah tujuh makam yang dianggap memiliki karomah. Yang dikumpulkan oleh Thoyib Zein Arifin bersama Jama’ah Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali berdasar petunjuk sirri yang sesuai pengakuannya telah diterimanya pada suatu malam di bulan Muharram 1413 H (1992 M).

Adapun terkait sejarah sosok-sosok yang menghuni makam-makam tersebut, tidak ada keterangan lengkap. Maka, tentang alas an penisbatan Wali Pitu ini hanya berdasar pada petunjuk sirri yang hanya diterima oleh Thoyib Zein Arifin. Tentu berbeda dengan Wali Songo di Jawa yang sosok-sosoknya dikenal sebagaimana sejarah kehidupannya. Sebab nisbat Wali Songo disematkan saat 9 Wali itu masih hidup. Sementara nisbat Wali Pitu disematkan saat 7 Wali itu telah berada di makamnya masing-masing, yang sosoknya pun tak banyak dikenal oleh masyarakat umum.

Bagaimanapun penyikapan seorang Muslim kepada makam-makam itu selayaknya ia sebagai pengingat kematian. Selain itu, sebagai pengingat kiprah para ulama yang telah merintis jalan dakwah di daerah-daerahnya masing-masing. Maka interaksi kita terhadap makamnya adalah interaksi mengingat kematian dan interaksi meneladani ulama-ulama tersebut. Wallahu a’lam.


Jakarta, 18 Januari 2016

Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)


2 komentar:

Bang Syaiha mengatakan...

Saya baru tahu nih kalau di Bali juga ada Wali...
Mencerahkan, Mas.. Keren..

Irfan Azizi mengatakan...

Terima kasih atas kunjungannya, Bang Syaiha... Semoga bermanfaat.