sumber: muslimedianews.com |
Setelah Majelis Manaqib
Jama’ah Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali berjalan setahun,
pada suatu malam di bulan Muharram 1413 H (1992 M) ustadz Thoyib Zein Arifin
selaku pengasuhnya mendapatkan bisikan yang ia akui sebagai sirri (suara
yang didengar namun tidak ada wujud asalnya). Bisikan itu menyatakan bahwa di
Bali terdapat tujuh wali yang hendaklah diwujudkan.
Maka saat pertemuan
bulanan Jama’ah Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali di
Denpasar, beliau mengutarakan hal ini kepada jama’ahnya. Mereka pun
memusyawarahkan, hingga kemudian berkesimpulan untuk mencarinya. Dengan segala
petunjuk-petunjuk yang didapatkan, maka satu-persatu keberadaan tujuh wali itu
ditelusuri. Rupanya yang diisyaratkan sebagai tujuh wali itu adalah
kuburan-kuburan yang dinilai memiliki karamah. Hingga kemudian dikenalkan
dengan sebutan Wali Pitu.
Dimulailah proses
penelusuran itu hingga didapati 9 kuburan atau makam, dengan identitas
masing-masingnya sesuai urutan penemuannya sebagai berikut:
- Makam
Pangeran Mas Sepuh Keramat Pantai Seseh
- Makam
Dewi Khodijah Keramat Pemecutan
- Makam
Pangeran Sosroningrat Ubung
- Makam
Habib Umar bin Maulana Yusuf Al Maghribi
- Makam
Habib Ali bin Abubakar Al Hamid
- Makam
Habib Ali bin Zaen Al Edrus
- Makam
Syeikh Maulana Yusuf Al Baghdadi
- Makam
Keramat Karang Rupit
- Makam
Al Qoblal Wujud
Setelah ditemukan 9
makam yang dinilai merupakan makam karamah, kemudian pengasuh Jama’ah
Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali membentuk tim untuk melakukan
penelitian lebih mendalam terkait sejarah makam-makam tersebut. Tim ini beranggotakan
19 dari kalangan ulama Jawa, Madura dan Bali serta tokoh-tokoh setempat, yang dipimpin
langsung oleh Thoyib Zein Arifin selaku pengasuh Majelis Manaqib tersebut. Tim
ini kemudian memulai pengajuan perizinan pada tanggal 21 November 1996 kepada
pihak-pihak pemerintah terkait, dan menjalani penelitian mulai tanggal 14
Desember 1996 sampai tanggal 31 Maret 1997.
Karena pada petunjuk
awal yang diutarakan oleh Thoyib Zein Arifin bahwa ada tujuh wali, sedangkan
makam yang ditemukan ada Sembilan jumlahnya, maka beliau bersama tim mencermati
kembali makam-makam itu. Hingga diputuskan ada dua makam yang tidak masuk dalam
perhitungan tujuh wali yang dimaksud.
Dua makam itu adalah Makam
Keramat Pemecutan (makamnya Dewi Khodijah atau Ratu Ayu Anak Agung Rai) di Jl.
Batu Karu menuju Perumnas Monang-Maning dan Makam Pangeran Sosroningrat di
Ubung dekat terminal. Kedua makam ini sama-sama ditemukan pada tahun 1993,
tepatnya makam kedua dan ketiga yang ditemukan dalam proses penelusuran semua
makam tersebut.
Untuk Makam Dewi
Khodijah Keramat Pemecutan dikeluarkan dari hitungan Wali Pitu karena ia seorang
perempuan. Sedangkan untuk Makam Pangeran Sosroningrat juga dikeluarkan dari
hitungan Wali Pitu karena jenazahnya telah dipindahkan ke Mataram (Jawa Tengah).
Menurut bapak H. M.
Ishak dari Kp. Islam Kepaon kabupaten Badung (yang ditugaskan keluarga Kerajaan
Pemecutan untuk memelihara Makam Dewi Khodijah), Pangeran Sosroningrat sebenarnya
adalah suami Dewi Khodijah. Namun beliau menambahkan sebagaimana yang
disampaikan juga oleh Mangku Wayan Catri (juru kunci Makam Keramat Pantai
Seseh), Pangeran Sosroningrat memang merupakan Senopati Kerajaan Mataram di
Jawa Tengah. Sehingga wajar bila jenazahnya dipindahkan ke Jawa Tengah tempat
Kerajaan Mataram.
Setelah menyisihkan dua
makam tersebut, maka tepatlah jumlah makam yang dikeramatkan menjadi tujuh.
Sesuai dengan isyarat keberadaan Wali Pitu yang diterima oleh Thoyib Zein
Arifin melalui suara ghaib (sirri). Lalu, dimantapkan kembali oleh
Thoyib Zein Arifin dengan petunjuk tambahan yang pernah diterimanya.
Petunjuk tambahan itu
sebagai berikut: Papan siji Wuskaporo Nyoto (pertama telah nyata) untuk
yang pertama sampai ketiga, Sing Loro Istijrot (kedua tersanjung) untuk
yang keempat dan kelima, Sing siji Wuslair ning during Wujud (yang satu
telah lahir tapi belum terwujud) untuk yang keenam, serta Sing siji Lio
Bongso (yang satu lain bangsa) untuk yang ketujuh. Urutan makam tersebut
sebagaimana yang akan dirincikan berikut ini, setelah Makam Dewi Khodijah Keramat
Pemecutan dan Makam Pangeran Sosroningrat dipisahkan. Untuk lebih jelasnya,
silakan mencermati uraian di bawah ini.
Pertama: Pangeran Mas Sepuh Keramat Pantai
Seseh
Makam ini berada di desa Munggu, Mengwi - Badung.
Ini adalah makam yang ditelusuri pertama sebagaimana isyarat yang diterima oleh
Thoyib Zein Arifin. Isyarat yang sama diterima oleh salah satu jama’ahnya yang
bernama Zaenul
Musabbikhin, ketika bertemu seorang tua tidak dikenal setelah shalat Jum’at di
Masjid Ukhuwah Denpasar. Orang tua itu –menurut pengakuannya- memintanya untuk
mencari makam keramat di sekitar Tanah Lot, kabupaten Tabanan. Akhirnya Zaenul
menelusuri Tanah Lot ditemani saudaranya yang bernama Sulkan. Bertanya ke sana
ke mari, namun tak ada yang tahu keberadaan makam yang dicarinya itu. Keduanya
pun kembali.
Di perjalanan pulang
inilah keduanya bertemu nelayan tua. Ketika ditanya, nelayan tua itu
menyarankan keduanya untuk terus menelusuri pantai ke arah timur. Apa yang
disarankan oleh nelayan tua itu diikuti keduanya, hingga akhirnya bertemu makam
di tepi pantai Seseh, desa Munggu, kecamatan Mengwi, kabupaten Badung. Makam
itu dijaga seorang tokoh agama Hindu, yaitu Mangku Wayan Catri. Ia ditugaskan oleh kerabat
Kerajaan Mengwi untuk menjadi juru kunci makam tersebut.
Tidak ada keterangan lebih banyak terkait Pangeran
Mas Sepuh. Kecuali sebuah keterangan singkat bahwa ia adalah putra Raja Mengwi pertama
dari ibu Blambangan yang beragama Islam. Nama aslinya adalah Raden Mangku
Ningrat. Hal inilah yang membuat posisinya disebut memiliki kesamaan dengan
Makam Raden Fatah; karena keduanya sama-sama putra Raja. Pangeran Mas Sepuh
alias Raden Mangku Ningrat adalah putra Raja Mengwi (Bali), sementara Raden
Fatah adalah putra Raja Majapahit (Jawa). Pangeran Mas Sepuh meninggal karena vonis
hukuman mati oleh ayahnya dikarenakan konflik keluarga.
Kedua: Habib Umar bin Maulana Yusuf
Makam ini terletak di Bukit Bedugul, kabupaten
Tabanan. Ceritanya pada tahun 1994, Jama’ah Akhlakul
Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali berkunjung ke Pondok Pesantren Huffadzil
Qur’an di Jl. Kediri, Tabanan. Saat bertemu dengan pengasuhnya yaitu KH. M
Nurhadi, beliau mengatakan bahwa di atas bukit Bedugul terdapat makam Habib
Yusuf Al Maghribi.
Berbekal informasi dari KH. M Nurhadi itulah
penelusuran makam keempat ini dilakukan. Setelah ditemukan, Thoyib
Zein Arifin
selaku Pembina Jama’ah Akhlakul Khasanah Jam’iyah
Manaqib Al Jamali merasa perlu mengubah nama Habib Yusuf menjadi Maulana Yusuf.
Pertimbangannya sederhana, karena dirasa lebih pas dengan nama Maulana Yusuf.
Ketiga: Habib Ali bin Abubakar Al Hamid
Makam ini terletak di desa Kusamba, kecamatan
Dawan, kabupaten Klungkung. Setelah penemuan makam keempat, petunjuk selanjutnya
mengarah ke Klungkung. Yaitu makam seorang Habib yang masih memiliki garis keturunan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, ia adalah Habib Ali bin Abubakar
Al Khamid.
Bersama 15 orang jama’ah yang mengendarai 3
mobil, Thoyib
Zein Arifin menuju daerah Klungkung. Setelah bertanya ke banyak orang, akhirnya
sampailah mereka ke makam yang dimaksud. Letaknya dekat penyeberangan ke
pulau Nusa Panida.
Berdasar keterangan juru kuncinya yaitu KH.
Abdul Majid, Habib Ali bin Abubakar Al Khamid semasa hidupnya memiliki hubungan
dekat dengan keluarga Kerajaan Klungkung karena ia menjadi guru bahasa Melayu untuk
Raja Dewa Agung Jambe. Namun ia meninggal di atas kudanya saat kembali ke
kediamannya karena diserang oleh sekelompok orang asing.
Dengan sejarah seperti itu, maka di halaman
makamnya dibangun patung batu dengan bentuk seorang berjubah dan bersorban yang
sedang menunggang kuda. Patung ini dibuat oleh seorang ahli pahat patung beragama
Hindu atas persetujuan ummat Islam di sekitar situ.
Keempat: Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus
Makam ini terletak di desa Bungaya Kangin,
kecamatan Bebandem, kabupaten Karangasem. Saat mendapat petunjuk ke arah
Karangasem, Thoyib Zein Arifin beserta jama’ahnya pun menuju daerah paling
timur pulau Bali ini. Berdasarkan petunjuk sirri yang diterima, bahwa
keberadaan makam ini tidak ada yang mengetahuinya kecuali seorang yang lumpuh
karena tua.
Penelusuran ini adalah penelusuran yang paling
lama. Tiga kali mencari sosok lumpuh karena tua ke Karangasem, namun belum juga
didapat informasi keberadaannya. Saat jama’ah Manaqib ini hampir putus asa, Thoyib
Zein Arifin
tetap bertekad mencarinya. Maka pergilah mereka ke Karangasem untuk keempat
kalinya bertepatan pada hari Jum’at. Yang mereka tuju adalah Masjid Subagan
Karangasem, sekaligus sholat Jum’at. Selepas sholat Jum’at, mereka bertanya
kepada banyak jama’ah yang ada di masjid itu tentang keberadaan sosok lumpuh
karena tua tersebut. Namun lagi-lagi tak satupun mengetahui sosok yang dimaksud.
Untungnya salah satu dari jama’ah di masjid itu yang bernama bapak Ghufron balik
bertanya, apa gerangan maksud mereka menanyakan sosok tua lumpuh tersebut?
Maka dijelaskanlah, bahwa mereka sedang
mencari makam karamah di Karangasem, dan yang mengetahuinya hanya seorang tua
lumpuh tersebut. Bapak Ghufron lalu berkomentar, bahwa ada makam seorang Arab
bernama Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus yang baru meninggal 15 tahun lalu.
Kemudian diantarlah Thoyib Zein Arifin beserta jama’ahnya
untuk menemui ahli waris Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus.
Bertemulah mereka dengan putranya yang bernama
Habib Mudhor bin Ali bin Zainal Abidin Al Edrus. Lalu memohon izin untuk
berziarah ke Makam Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus. Dari ziarah tersebut
diketahui bahwa di samping Makam Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus terdapat
Makam yang juga terawat dengan baik. Saat ditanya, tidak ada yang tahu makam
siapa itu.
Namun dari obrolan di situ, diketahuilah bahwa
sebelum wafatnya Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus, beliau menderita lumpuh
karena tua selama dua tahun. Maka Thoyib Zein Arifin pun
menyimpulkan bahwa Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus inilah yang
diisyaratkan sebagai sosok lumpuh karena tua yang mengetahui makam keramat di
daerah Karangasem.
Kelima: Syeikh Maulana Yusuf Al Maghribi
Inilah makam yang terletak di sebelah Makam
Habib Ali bin Zainal Abidin Al Edrus, sosok yang sebelum meninggalnya menderita
lumpuh karena tua. Sehingga di desa Bungaya Kangin, kecamatan Bebandem,
kabupaten Karangasem, terdapat dua makam yang dianggap memiliki karomah. Maka disebutlah
kedua makam ini sebagai dua makam kembar, maksudnya sama-sama memiliki karomah.
Terkait sosok Syeikh Maulana Yusuf Al
Maghribi, tidak ada keterangan tentang sejarah hidupnya. Hanya di antara cerita
yang masyhur, bahwasannya makamnya dinilai memiliki karomah karena saat Gunung
Agung meletus pada tahun 1963 di lokasi makam ini tidak terkena tumpahan
batu-batu dari letusan gunung. Sementara merata di tempat-tempat sekitarnya
dijatuhi batu-batu letusan gunung.
Keenam: Al Qoblal Wujud
Makam ini terletak di kabupaten Jembrana.
Detailnya tidak ada informasi. Sementara status makam ini juga berbeda dengan
yang lainnya. Bila makam-makam yang lainnya adalah makam sesungguhnya, di mana
di dalamnya terdapat jenazah. Sementara makam ini bukanlah makam sungguhan.
Bahkan namanya disamarkan dengan sebutan Al Qoblal Wujud, artinya sebelum
mewujud. Karena memang belum ada, dan tidak ada yang tahu siapa sosoknya.
Ketujuh: Keramat Karang Rupit
Makam ini terletak di desa Temukus, kecamatan
Banjar, kabupaten Buleleng. Awalnya, petunjuk sirri yang diterima oleh Thoyib
Zein Arifin hanya mengarah ke Singaraja. Maka berangkatlah mereka ke Singaraja.
Rupanya, makam yang dimaksud keberadaannya jauh dari kota Singaraja, tepatnya
15 km di sebelah barat-nya.
Keberadaannya di tepi jalan raya antara
Singaraja dan Seririt, dekat dengan Pure Agung Labuhan Aji. Uniknya, ternyata
ini adalah makamnya seorang cina yang beragama Islam.
Saat mencari makam ini, Thoyib
Zein Arifin
beserta jama’ahnya dipandu oleh seorang Arab bernama Habib Muhammad bin Ali bin
Zainal Abidin Al Edrus, adik Habib Mudhor bin Ali bin Zainal Abidin Al Edrus
yang tinggal di desa Temukus tepat berada di depan Pure Agung Labuhan Aji.
Tidak diketahui terkait sejarah sosok Cina Muslim ini.
Penutup
Demikianlah gambaran apa yang disebut sebagai
Wali Pitu (Tujuh Wali) di Bali. Ia adalah tujuh makam yang dianggap memiliki
karomah. Yang dikumpulkan oleh Thoyib Zein Arifin bersama Jama’ah
Akhlakul Khasanah Jam’iyah Manaqib Al Jamali berdasar petunjuk sirri
yang sesuai pengakuannya telah diterimanya pada suatu malam di bulan Muharram
1413 H (1992 M).
Adapun terkait sejarah
sosok-sosok yang menghuni makam-makam tersebut, tidak ada keterangan lengkap. Maka,
tentang alas an penisbatan Wali Pitu ini hanya berdasar pada petunjuk sirri
yang hanya diterima oleh Thoyib Zein Arifin. Tentu berbeda dengan Wali Songo di
Jawa yang sosok-sosoknya dikenal sebagaimana sejarah kehidupannya. Sebab nisbat
Wali Songo disematkan saat 9 Wali itu masih hidup. Sementara nisbat Wali Pitu disematkan
saat 7 Wali itu telah berada di makamnya masing-masing, yang sosoknya pun tak
banyak dikenal oleh masyarakat umum.
Bagaimanapun penyikapan
seorang Muslim kepada makam-makam itu selayaknya ia sebagai pengingat kematian.
Selain itu, sebagai pengingat kiprah para ulama yang telah merintis jalan
dakwah di daerah-daerahnya masing-masing. Maka interaksi kita terhadap makamnya
adalah interaksi mengingat kematian dan interaksi meneladani ulama-ulama
tersebut. Wallahu a’lam.
Jakarta, 18
Januari 2016
Muhammad Irfan
Abdul Aziz
SMART (Studi
Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)
2 komentar:
Saya baru tahu nih kalau di Bali juga ada Wali...
Mencerahkan, Mas.. Keren..
Terima kasih atas kunjungannya, Bang Syaiha... Semoga bermanfaat.
Posting Komentar