Bai’at itu adalah pemberian mandat dari orang
yang membai’at dengan komitmen untuk mendengar dan taat kepada Pemimpin dalam
keadaan semangat maupun berat, mudah maupun susah, serta tidak meninggalkan
Pemimpin dan menyerahkan urusan hanya kepadanya. Hal ini berdasarkan pada
beberapa dalil dari al Qur’an, as Sunnah, dan Ijma’.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Bahwa
orang-orang yang berbai’at (berjanji setia) kepadamu (Muhammad), sesungguhnya
mereka hanya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan-tangan
mereka…” (Al fath : 10)
Bahkan di antara salah satu peristiwa Bai’at di
masa Rasulullah telah diabadikan dalam salah satu ayat-Nya yaitu ayat ke-18 di
surat yang sama, “Sungguh, Allah telah meridhoi orang-orang mu’min ketika
mereka berbai’at (berjanji setia) kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia
mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan
atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.”
Adapun dari sebuah riwayat hadits telah
didapati bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi waslam meminta kepada para
sahabatnya untuk berbai’at lebih dari sekali. Bahwasannya sebelum mendirikan
Daulah Islamiyah dan sebelum Hijrah, beliau telah meminta para sahabat yang
diridhoi Allah subhanahu wata’ala untuk berbai’at; yaitu Bai’at al
‘Aqobah Pertama dan Bai’at al ‘Aqobah Kedua. Sehingga secara Ijma’, bahwa
sejak zaman Sahabat hingga hari ini, kaum Muslimin sepakat dengan pen-syariat-an
Bai’at.
Hukum Bai’at
Apabila persyaratan seorang Pemimpin telah ada
pada Pemimpin Daulah Islamiyah, maka wajib bagi seluruh ummat untuk berbai’at
kepadanya. Hal ini untuk menjaga kesatuan ummat dan kokohnya bangunan ummat di
hadapan musuh-musuhnya, baik yang ada di dalam maupun di luar wilayahnya.
Maka wajib bagi yang telah memberikan bai’at
untuk meneguhkan janji setianya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam
lanjutan ayat ke 10 dari surat
Al fath tadi, “...maka barangsiapa melanggar janji, maka sesungguhnya dia
melanggar atas (janji) sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah,
maka Dia akan memberinya pahala yang besar.”
Bai’at ini sendiri diambil langsung oleh
Pemimpin Daulah Islamiyah. Adapun yang berada di tempat yang jauh dari pusat
pemerintahan, maka Bai’at bisa diambil oleh yang mewakilinya. Dengan mengucapkan
janji untuk setia dan taat kepada Pemimpin sembari bersalaman bagi laki-laki,
dan tidak dengan salaman bagi perempuan.
Karakter Bai’at
Ia sesungguhnya seperti yang terjadi dalam aqad
jual-beli; ada penjual, pembeli, dan barang yang ditransaksikan. Maka dalam hal
ini, Kepemimpinan itu adalah hal yang ditransaksikan. Menurut pendapat Dr.
Mahmud Fayadh, bahwasannya Bai’at itu adalah aqad dan perwalian. “Umat berbai’at
atau menjual kepada pemimpin seluruh ketaatan pada semua hal yang sesuai dengan
dasar perundang-undangan yang dihormati oleh kedua belah pihak, tanpa ada
intimidasi terhadap pendapat pemimpin, bahkan mengisi pendapatnya dengan
undang-undang yang telah disepakati antara kaum Muslimin.” Demikian pendapat
Dr. Mahmud Fayadh.
Bai’at itu ada dua macam. Pertama; Bai’at
Khusus, yaitu yang dikhususkan kepada Ahlul Halli wal ‘Aqd (anggota
majelis musyawarah) dalam tubuh ummat, yang mana bai’at ini didahulukan dari
bai’at umum. Kedua; Bai’at Umum, yaitu bai’at lanjutan setelah bai’at
khusus, yang dilakukan oleh seluruh ummat Islam di setiap negara, baik langsung
kepada Khalifah maupun melalui perwakilan Khalifah.
Depok, 30 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar