Masuknya Hindu dan Islam di Bali hanya selisih dua
abad. Dengan demikian hampir tidak ada kendala dalam proses akulturasi
masyarakat Hindu dan masyarakat Muslim di Bali. Tapi ada satu faktor yang
mungkin bisa dianggap cukup signifikan dalam mempererat jalinan hubungan
masyarakat Hindu dan masyarakat Muslim di Bali, sebagaimana yang pernah
diutarakan oleh mantan Ketua MUI Bali yaitu almarhum H. Habib Adnan.
Beliau membandingkan masuknya Islam ke Jawa dengan
masuknya Islam ke Bali. Jelas beliau, Islam masuk ke Jawa melalui pedagang atau
muballigh yang langsung terjun di tengah-tengah masyarakat. Adapun di Bali,
Islam masuk melalui pemerintahan atau kerajaan. Makanya bisa didapati di Gelgel
ada orang Muslim yang menjadi karyawan Raja, di Jembrana kalangan Muslim
menjadi sahabat Raja, serta di Karangasem ada orang Muslim yang menjadi
Punggawa atau Pengawal Raja.
Sehingga kita juga mendapati beberapa susunan nama
campuran. Seperti yang dicontohkan oleh ustadz Thoyib Zein Arifin; ada yang
bernama Made Ali, Nyuman Muhammad, Wayan Nasir, Ketut Sulaiman, dan sebagainya.
Begitupun kita akan mendapati bagaimana peri kehidupan yang hampir tiada beda
antara penduduk Hindu dan penduduk Muslim di dusun Saren Jawa kabupaten
Karangasem.
Pura Langgar
Ada satu hal yang bisa dikatakan sebagai fenomena
sejarah di Bali. Yaitu
sejarah Pura Langgar. Di mana terdapat Pura orang Hindu dan Langgar orang
Muslim di satu areal. Langgar berada di tengah, lalu di sisi-sisinya terdapat
Pura. Maka disebutlah Pura Langgar, yang berada di desa Bunutin, Bangli.
Pura Langgar ini memang dibangun oleh Dalem Dewa
Agung Wilis yang merupakan Raja Kerajaan Bunutin di Bangli, begitu menurut
cerita Ida I Dewa Ketut Gede atau juga disebut Anak Agung Ketut Gede (seorang tokoh
agama Hindu yang merupakan keturunan Raja Kerajaan Bunutin). Sang Raja ini
memiliki dua istri; yang pertama memiliki 2 putra dan yang kedua memiliki 3
putra.
Suatu ketika, putra pertama dari istri pertama
yang bernama I Dewa Agung Mas Blambangan menderita penyakit yang susah
disembuhkan. Usianya masih remaja. Namun sakitnya cukup sulit, sehingga tabib-tabib
yang ada tak mampu mengobatinya.
Hingga seorang tokoh agama Hindu mendapatkan
wangsit dalam persemediannya. Wangsitnya cukup jelas, mengarahkan sang Raja
untuk membangun Langgar. Awalnya mereka juga tidak memahami yang dimaksud
dengan Langgar. Namun setelah bertanya-tanya, didapatlah informasi bahwa yang
dimaksud Langgar adalah tempat ibadah orang Islam. Maka dipanggillah seorang
ahli dari Blambangan untuk membangun Langgar. Dan benar, setelah itu penyakit
yang diderita oleh putra pertama Raja pun sirna.
Kesembuhan sang kakak membuat putra kedua Raja
dari istri pertama pun penasaran. Apa gerangan yang terjadi dengan kakaknya,
dan apa hubungannya dengan Langgar? Kira-kira demikian rasa penasaran yang menggelayuti putra kedua Raja yaitu I Dewa Agung Mas Bunutin. Maka ia segera memohon
izin kepada ayahnya untuk pergi ke Blambangan. Awalnya sang ayah berat untuk
mengizinkannya, namun setelah sekian kali memohon izin akhirnya dibolehkan
juga. Sayangnya hal inilah yang menjadi kedukaan bagi sang Raja, sebab I Dewa
Agung Mas Bunutin tidak pernah kembali sejak kepergiannya. Bahkan saat dicari oleh para
punggawa kerajaan ke Blambangan pun tidak ditemukan.
Sementara tiga putra Raja dari istri kedua justru
tidak menyukai pembangunan Langgar tersebut. Untuk menghilangkan terlalu men-sakral-kan Langgar,
maka masing-masing dari ketiganya membangun Pura di sisi-sisi Langgar. Inilah
yang menjadi penyebab disebutnya Pura Langgar.
Langgar itu hingga kini masih terawat, sebab ia
memiliki nilai sejarah dalam perjalanan kerajaan Bunutin di Bangli. Tentu kesembuhan putra pertama Raja itu
atas kehendak Allah azza wa jalla. Namun, sejarah ini kiranya dapat
menjadi entry point untuk menjelaskan tentang fungsi Langgar bagi ummat
Islam, tentang ibadah shalat, juga tentang hubungan makhluk dan Tuhan Yang Maha
Esa yaitu Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana I Dewa Agung Mas Bunutin
yang penasaran, mungkin banyak orang yang sama penasarannya. Maka, tugas
da’i-lah yang menjawab segala rasa penasaran itu agar bertemu dengan
nilai-nilai yang sebenarnya. Wallahu a’lam.
Depok, 17 Januari 2016
Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi
Terpadu)
1 komentar:
Saya juga tertarik dengan keberadaan pura langgar. Kebetulan saya sedang melakukan tugas karya ilmiah tentang kunjungan wisatawan di pura langgar. Bila berkenan, saya akan mengirim kuisioner ke email anda. Mohon balasannya. Terimakasih
Posting Komentar