Sabtu, 18 Juni 2016

KEARIFAN KITA MENGHADAPI TANTANGAN DAKWAH (5)


Baru saja 20 bulan menetap di Madinah, umat Islam sudah mulai diusik oleh provokator munafiq. Itulah Abdullah bin Ubay, yang justru berpihak kepada para Yahudi pelanggar perjanjian dari Bani Qainuqa'.


Pelanggarannya tidak ringan. Kehormatan muslimah yang dilecehkan mereka. Aurat seorang muslimah dibuka di pasar, di ruang publik, tidak lama setelah perang Badar usai. Lebih parahnya, mereka bunuh pula lelaki muslim yang membela muslimah tersebut.

Melecehkan muslimah, membunuh muslim; kesetiaan apa yang mereka jaga? Maka dua pekan setelah Iedul Fitri yang pertama dalam sejarah umat, Rasulullah segera mengepung perkampungan mereka di hari yang biasa mereka sucikan, hari Sabtu. Terus mengepungnya hingga berlalu 15 hari.

Hingga akhirnya mereka menyerah. Tujuh ratus pasukannya pun ditawan oleh kaum Muslimin. Jumlah yang besar, tentu kekuatan yang tidak bisa dianggap remeh ketika melakukan pengkhianatan.

Namun saat itulah Abdullah bin Ubay justru menunjukkan keberpihakannya kepada Bani Qainuqa'. Ia datang kepada Rasulullah dan merayu, "Wahai Muhammad, berbuat baiklah terhadap mawaali." Mawaali, yaitu kelompok yang telah takluk di bawah kekuasaan Islam.

Bukankah mereka ditawan karena konsekuensi pelanggaran janji yang telah dilakukan? Kenapa Rasulullah diminta berbuat baik oleh Abdullah bin Ubay? Bukankah perkampungan Bani Qainuqa' hanya dikepung, itupun agar yang salah mengakui kesalahannya? Bukankah tawanan juga dalam keadaan baik?

Rasulullah hanya diam. Abdullah bin Ubay mengulangi permintaannya, tak pula direspon. Sampai kemudian Abdullah bin Ubay berucap panjang sembari memegang baju besi Rasulullah sebagaimana yang tertera di Zaadul Ma'ad, "Demi Allah, Allah tidak akan mengutusmu kecuali kamu mampu untuk berbuat baik terhadap Mawaali yang empat ratus orang di antaranya tidak memakai baju besi dan tiga ratus orang lainnya memakai baju besi. Sesungguhnya pada suatu pagi mereka telah melindungiku dari ancaman orang yang berkulit merah dan hitam. Demi Allah, aku adalah seorang yang takut akan kekalahan."

Dengan segala kearifan Rasulullah, para tahanan itupun diserahkan ke Abdullah bin Ubay. Setelah harta mereka diambil sebagai rampasan, Rasulullah perintahkan mereka untuk keluar dari kota Madinah. Tidak ada hidup berdampingan tanpa kesetiaan.

Setahun berselang, rupanya Abdullah bin Ubay ini berulah lagi. Ia mempengaruhi sepertiga pasukan muslimin yang hendak menuju medan Uhud, untuk kembali ke Madinah dan tidak turut berjihad. Saat itu Rasulullah mengetahui, dan dengan segala kearifannya membiarkan mereka tanpa hukuman.

Apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Ubay tidak berhenti di situ. Dalam Shirah Ibnu Hisyam diceritakan, bahwa pernah Rasulullah hendak ke tempat Sa'ad bin Ubadah dan melalui tongkrongan Abdullah bin Ubay. Rasulullah pun berhenti dan memberi salam, serta rehat sejenak bersama mereka sembari menyampaikan beberapa ayat al Quran sebagai dakwah kepada mereka. Lalu, apa respon Abdullah bin Ubay?

Dengan ketus ia berkata, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku tidak menyukai cara-cara dan kata-katamu tadi, sekalipun benar. Maka hendaknya kamu tinggal di rumahmu saja, siapa yang mendatangimu maka berikanlah dakwah kepadanya dan siapa yang tidak mendatangimu maka janganlah kamu membuatnya jemu dengan dakwahmu itu, serta jangan kamu pergi ke sebuah pertemuan dengan membawa apa yang tidak disenangi oleh orang lain."

Rasulullah tetap bersikap tenang. Beliau tidak melakukan tindakan apapun kepada Abdullah bin Ubay.

Rupanya pembelaan Abdullah bin Ubay berlanjut kepada para pelanggar perjanjian dengan Rasulullah. Kali lainnya kepada Yahudi dari Bani Nadhir. Pelanggaran sangat berat, yaitu menyusun rencana pembunuhan Rasulullah. Maka Rasulullah pun segera mengutus Muhammad bin Maslamah untuk menyuruh Bani Nadhir keluar dari Madinah sesuai perjanjian. Tidak ada hidup berdampingan dalam pengkhianatan.

Tapi Abdullah bin Ubay yang akhirnya membisiki Bani Nadhir untuk tidak keluar. "Sekiranya kalian diperangi, maka kami akan berperang bersama kalian. Dan jika kalian diusir, maka kami pun akan keluar bersama kalian," ujar Abdullah bin Ubay.

Akhirnya Bani Nadhir tidak mau keluar. Rasulullah pun mengepung mereka, hingga terpaksa mengusir mereka secara terang-terangan keluar kota Madinah. Sementara Abdullah bin Ubay dibiarkan saja.

Semakin parah dalam masa perang Muraisi'. Dalam peperangan ini ia kembali memprovokasi dengan mengatakan sebagaimana yang diabadikan dalam surat al Munafiqun ayat 7, "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)."

Mereka juga menebar gonjang-ganjing sebagaimana diabadikan oleh ayat 8, "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya."

Lebih parah lagi, beserta pengikutnya membuat fitnah perselingkuhan terhadap istri Rasulullah, ummul mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Namun Rasulullah tidak jua bertindak terhadap Abdullah bin Ubay. Beliau mengatakan kepada Umar bin Khaththab yang bersemangat menghabisi Abdullah bin Ubay, "Biarkan dia, agar masyarakat tidak berkata bahwa Muhammad membunuh para sahabatnya."

Sungguh, sepanjang zaman kehidupan ini akan kita dapati ragam kemunafikan. Polanya tidak jauh berbeda; membela umat lain yang mengingkari janji, memprovokasi barisan umat, menghalangi dakwah di ruang publik dengan alasan HAM, mengikat perjanjian dengan pihak yang sedang berseteru dengan umat, dan terus membuat gonjang-ganjing demi buruknya citra Da'i.

Semoga kita bisa terus arif menghadapi mereka. Mengarifinya, hingga di balik-balik setiap ulah mereka. Dengan demikian, kita tidak terjerumus karena kecerobohan sikap kita dalam merespon mereka. Wallahu'alam.



Muhammad Irfan Abdul Aziz
13 Ramadhan 1437 H

Twitter: @Daybakh
BBM PIN: 56C730A3
Channel Telegram: @MadrasahRamadhan


3 komentar:

Magi Pirain mengatakan...

Subhanallah... memang orang-orang munafiq wajar di tempankan di neraka yang paling dalam..

Magi Pirain mengatakan...

Manusia sekelas Rasulullah pun. Tidak membunuh orang yang sudah jelas-jelas menghianati Dia. Bagaimana dengan kita yang hanya lantaran beda pendapat lantas mengeluarkan sahabat kita dari jamaah?

Irfan Azizi mengatakan...

Membunuh dan mengeluarkan merupakan dua hal yang berbeda.