Kamis, 11 Agustus 2016

INILAH CARA MEMBANGUN KINERJA ALA HABIBIE


Museum Bank Mandiri – Ahad, 7 Agustus 2016. Dialog seru kembali dihelat dalam rangkaian acara Pameran Foto dan Gebyar Komunitas merayakan 80 tahun Habibie yang mengusung tema “Cinta Sang Inspirator Bangsa kepada Negeri”. Kali ini menghadirkan anak-anak intelektual Habibie pada sesi kedua yang mengulas “Peran Habibie dalam Membangun SDM Bangsa.” Di sesi setelah makan siang itu hadir Dr. Ir. Wendy Aritenang, M.Sc. (Staff Ahli Kementerian Perhubungan), Dr. Ir. Bambang Setiadi (Ketua Dewan Riset Nasional), dan Dr. Ir. Nur Mahmudi Ismail, M.Sc. (Mantan Walikota Depok).



Dr. Ir. Wendy Aritenang, M.Sc. yang merintis karir di Departemen Perhubungan didaulat oleh moderator untuk bercerita pertama kali tentang kesan-kesannya terhadap Profesor BJ. Habibie. Aula Besar Museum Bank Mandiri siang itupun seketika bergairah, dibangkitkan dengan beragam kenangan warisan inspiratif dari Profesor BJ. Habibie. Dr. Wendy bercerita tentang pengembangan daerah industri pulau Batam sebagai salah satu hasil pikiran brilian seorang Habibie, selain integrasi beragam industri strategis nasional yang telah beliau rintis.

Saat itu beliau mendapatkan amanah dari Presiden untuk membangun Batam sebagai salah satu pilar negara,” kata Dr. Wendy memulai ceritanya. “Idenya sederhana, yaitu memanfaatkan selat yang berseberangan dengan Singapura. Kalau Singapura saja bisa, kenapa kita tidak?

Namun kata Dr. Wendy, pergantian pemerintah telah membuat beberapa proyeksi industri yang dirintis Habibie terhenti. Ini yang oleh sebagian orang dianggap gagal, padahal yang terjadi memang belum selesai karena terpaksa dihentikan. Dr. Wendy semakin menyayangkan kondisi demokrasi yang kini semakin dinamis sehingga berdampak negatif bagi terhambatnya perencanaan jangka panjang pembangunan bangsa.

“Persoalannya sekarang, proses lima tahunan demokrasi ini memiliki konsekuensi negatif menjadi kendala dalam merancang rencana jangka panjang,” simpul Doktor yang pernah menjadi Dirjen Perkeretaapian lalu menjadi Irjen Departemen Perhubungan hingga menjadi Sekjend Departemen Perhubungan.

Tak kalah menarik ketika Dr. Ir. Nur Mahmudi Ismail, M.Sc. dipersilakan melanjutkan cerita sebagai pembicara kedua. Mantan Menteri Kehutanan di era Presiden Abdurrahman Wahid ini memulai dari ingatannya di tahun 1984. Selesai S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB), ia sempat ditawari untuk bergabung dengan Profesor Habibie di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Saat itu ia tidak langsung menerima tawaran, karena terbayang olehnya bekerja di lingkungan birokrat yang serba formal dan tidak bisa bebas.

Tapi ketika ia keluhkan hal itu kepada Rektor, justru jawabannya bertolak belakang dengan yang ia bayangkan. Kalau Anda ingin bebas, justru tempatnya di pak Habibie,” jawab Rektor singkat.

Nur Mahmudi saat itu masih belum paham. Hingga Rektor pun menjelaskannya. “Karena itu adalah lembaga pengkajian atas teknologi yang diperoleh. Maka kamu dituntut merencanakan sendiri, dan mempertanggungjawabkan sendiri,” begitu ujar Rektor.

Rupanya benar, ketika Nur Mahmudi bergabung dengan BPPT, tidak didapati seragam dinas dan upacara setiap hari. Hanya ada upacara bulanan setiap tanggal 17 sebagai ajang inspeksi kerja semua bidang. Sejak itulah Nur Mahmudi bergabung di jajaran yang langsung dibina oleh Profesor Habibie.

Pak Habibie itu yang pertama membawa etos kerja lima hari atau 40 jam sepekan,” kenangnya kemudian. Maka dimulailah budaya kerja efektif 5 hari di kota-kota besar, yang kini mulai diadopsi hampir semua daerah di negeri ini.

Nur Mahmudi pun bercerita bagaimana cara Habibie membangun budaya kerja yang efektif. “Beliau lebih mengutamakan kinerja daripada absensi. Untuk mengapresiasi kinerja-kinerja itu, beliau pun mengajukan tunjangan tambahan yang kemudian diatur oleh pemerintah dengan adanya Tunjangan Selisih Penghasilan atau TSP.

Nostalgia terhadap sosok BJ Habibie siang itu dibuat oleh Nur Mahmudi begitu terbuka. Bahkan hal-hal pribadi sengaja diungkap untuk membuat suasana forum itu cair tanpa batas. “Ada satu kebiasaan yang sengaja saya lakukan ketika di BPPT. Yaitu saya mencoba konsisten untuk memakai batik, hanya agar saya tidak perlu memasukkan baju,” seloroh Nur Mahmudi yang disambut gelak tawa hadirin.

Tapi kemudian suasana kembali syahdu. Ketika Nur Mahmudi bercerita tentang detik-detik kepemimpinan presiden BJ Habibie. “Saat Reformasi, teman-teman membentuk partai politik dan saya diminta memimpin Partai Keadilan (PK), lalu saya menjadi anggota dewan,” kenangnya 18 tahun yang lalu. “Di sinilah kita melihat sosok negarawan beliau, bahwa beliau mensikapi anak buahnya yang berbeda dalam pandangan politik dengan sikap yang terbuka.

Pelajaran lebih besar lagi adalah saat pertanggungjawaban BJ Habibie selaku Presiden ditolah oleh Sidang Istimewa MPR. “Setelah pertanggungjawaban pak Habibie ditolak, sebenarnya kami justru mendatangi beliau untuk meminta beliau mencalonkan presiden. Tapi jawaban beliau itulah yang menjadi pelajaran berharga bagi kita. Kata beliau, ‘Kalau pertanggungjawaban ada isyarat tidak diterima, maka sebaiknya saya tidak mencalonkan.’ Dari situ kami mengenal beliau sebagai sosok yang tulus memberi tanpa pernah memaksakan kehendaknya,” tutup Nur Mahmudi yang disambut hening. Tak lama kemudian ruangan itu pecah dengan tepuk gemuruh hadirin.

Ternyata semakin berlalu menit demi menit, pembicaraan siang itu semakin hangat dan menarik. Dr. Ir. Bambang Setiadi sengaja memilih giliran ketiga, karena ia ingin menggunakan slide untuk membantu paparannya tentang sosok Profesor Habibie. Mantan Ketua Badan Statistik Negara yang sekarang mengemban tugas sebagai Ketua Dewan Riset Nasional itu telah menyiapkan slide berisi 10 inspirasi dari BJ Habibie.

Di antara inspirasi dari pak Hibibie kepada kami bawahannya adalah pesan beliau bahwa kita harus bekerja sembari terus berdoa. Beliau punya etos kerja yang tinggi, namun juga memiliki modal spiritual yang tidak kalah besarnya,” kata Doktor kedua di Indonesia yang mendalami spesialisasi gambut dan telah membangun Pusat Riset Gambut Tropika di Kalimantan Tengah. Di dunia saat ini, ada 20 doktor bidang gambut, dan beliau salah satunya.

Kesuksesannya mendalami gambut juga tidak lepas dari spirit yang ditanamkan oleh BJ Habibie. Di antara nasehat pak Habibie yang masih ia kenang adalah tentang tanggungjawab professional. “Ilmuwan itu bukan pekerjaan, tapi sikap,” begitu pesan Profesor Habibie. Maka segenap anak didik beliau pun menggeluti keilmuan sebagai sikap hidup, bukan semata pekerjaan bagi mereka.

Terkait penelitiannya tentang gambut, dahulu banyak orang mencibirnya. Tapi satu hal yang didapat dari petuah pak Habibie, “Jangan sentuh Sumber Daya Alam apapun, kalau kita belum menguasai ilmu tentang sumber daya alam itu.” Oleh karenanya, Dr. Bambang memandang bahwa gambut adalah bagian dari Sumber Daya Alam yang dimiliki Indonesia, yang tidak mungkin kita sentuh kalau tidak memiliki ilmu tentangnya. Maka melakukan penelitian tentang gambut menjadi keharusan untuk bisa mengoptimalkan sumber daya alam yang satu ini. Melalui BPPT, Dr. Bambang memulai riset tentang gambut ini pada tahun 1995 hingga berakhir tahun 2005.

Pernah suatu kali Dr. Bambang melakukan protes kepada Presiden Soeharto melalui surat. Dr. Bambang melihat Presiden Soeharto tidak memahami dalam pengelolaan sumber daya alam gambut. Sehingga melalui suratnya ia ingin bisa beraudiensi dengan Presiden Soeharto. Ternyata tidak lama Presiden Soeharto langsung merespon suratnya dan memintanya datang ke Istana. Seketika Dr. Bambang merasa tidak nyaman, bukan karena tidak siap bertemu Presiden, namun karena belum membicarakan hal protesnya kepada pak Habibie selaku Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) di pemerintahan Presiden Soeharto.

Akhirnya melalui sambungan telepon, Dr. Bambang pun memberanikan diri menghubungi Profesor BJ. Habibie. Memohon izin bertemu Presiden. Jawaban Profesor Habibie itulah yang membuat Dr. Bambang berkesimpulan bahwa beliau memang seorang teknokrat yang mengayomi. Sama sekali tidak marah dan merasa dilangkahi. Profesor Habibie bahkan menjawab dengan lembut mempersilakan. “Silakan bertemu dan sampaikan salam saya,” begitu jawabannya.

Bekerja dengan BJ. Habibie, memang tidak ada sekat. Tim dibangun dengan semangat egaliter. Dalam memandu tim kerja, arahan Profesor Habibie sederhana saja; yaitu Fokus, segera Lakukan, tuntaskan sampai Selesai, dan Laporkan hasilnya. Dalam perspektif Pembangunan Nasional, prinsip pembangunan BJ Habibie adalah menyeimbangkan antara SDM, Riset, Industri, dan Stabilitas Ekonomi. Jadi dimulai dengan membangun SDM, lalu menggiatkan Riset, hingga sinergi dengan Industri dan terwujudnya Stabilitas Ekonomi. Bila empat elemen itu terwujud, sebuah bangsa akan dapat mencapai kejayaannya.

Adapun hal yang tak kalah penting juga menjadi perhatian BJ Habibie adalah terkait kerjasama internasional. Hal itu selalu perlu dilakukan, sehingga bangsa ini bisa tampil di pentas dunia. Semua falsafah kinerja BJ Habibie inilah yang diterapkan oleh Dr. Bambang hingga sukses memimpin 130 negara dalam forum riset, menjadi tuan rumah untuk 16 event internasional, dan sukses memimpin Badan Statistik Negara mencapai prestasi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Kuncinya dari pak Habibie itu sederhana, yaitu sederhanakan model masalahnya. Maka akan ketemu solusinya,” pesan Dr. Bambang mengutip yang sering disampaikan oleh BJ. Habibie.

Setelah tiga pembicara itu selesai, menambahkan dari jajaran bangku peserta seorang anak intelektual Habibie yang terjun di dunia industri. Adalah Dr. Ade Suharsono, yang pada 2007 ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Pindad. Berbeda dengan tiga pembicara di panggung yang semuanya berlatar belakang birokrasi, Dr. Ade Suharsono bercerita tentang sosok Habibie dari sisi industri.

Bagaimana saat awal PT Dirgantara Indonesia (PT DI) yang kemudian menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dibangun pada tahun 1976, memang difungsikan untuk menata rencana strategis pembangunan bangsa untuk jangka panjang. Saat itu BJ Habibie mengatakan kepada Presiden, bahwa untuk mendukung industri strategis ini perlu 10 industri yang tersinergikan.

Inilah terobosan yang dilakukan oleh BJ Habibie. Yaitu agar anak bangsa ini dapat menguasai teknologi sehingga bisa mengerjakannya sendiri. Sayangnya semangat itu kini mulai redup kembali. “Dahulu kita punya program 200 PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) di Indonesia Timur, sehingga mampu menghasilkan daya 200 MW. Dengan demikian, teknologi dikuasai. Tapi sekarang balik lagi ke Cina,” kata Dr. Suharsono menyesalkan.

Dr. Suharsono juga menyampaikan bahwa BPPT dahulu dibangun memang sebagai cleaning house technology. Sehingga semua proses perkembangan teknologi dalam negeri dapat terpantau melalui BPPT, sehingga mudah diintegrasikan.

Sayangnya industri yang telah dirintis oleh Profesor Habibie itu harus hancur pasca Reformasi. “Di dunia ini ada tiga negara yang industrinya pernah dihancurkan, yaitu Jerman, Jepang dan Indonesia,” ujar Dr. Ade Suharsono.

Kendala signifikan bagi terwujudnya integrasi itu adalah ketika masing-masing bidang mulai dikuasai oleh ambisi pribadi dan nafsu materi. “Kalau sudah berpikir komisi, susah substitusi,” pungkas Dr. Ade Suharsono.

Namun demikian, saat ini anak-anak intelektual BJ. Habibie masih aktif berkarya meskipun usia mereka semakin menua. Hal ini karena keteladanan BJ. Habibie yang juga tidak pernah berhenti di usia senjanya. Selain karena BJ. Habibie juga sering berpesan, “Jangan berhenti berpikir, meskipun anda pensiun.”[AA]

Tidak ada komentar: