"Maukah kalian aku ceritakan tentang hal yang
lebih aku takutkan terhadap kalian dari Dajjal. Yaitu syirik khafi (yang
tersembunyi), di mana seseorang melakukan shalat dengan sempurna namun karena
ingin dilihat orang." (HR. Ibnu Majah)
Pesan Rasulullah tersebut mengingatkan kita, agar
senantiasa menjaga rasa hati kita. Rasa yang murni hanya dengan celupan Allah subhanahu
wata'ala, bukan celupan-celupan yang lainnya. Sehingga apa yang telah kita
bangun dari amal-amal itu, tidak tersapu bersih rata tak bersisa. Atau
sebagaimana Allah azza wa jalla memberikan perumpamaan dalam surat al
Baqarah ayat 264, "Seperti batu licin yang ada tanah di atasnya,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu batu itu bersih licin (tidak
bertanah lagi)."
Suatu ketika Rasulullah menyampaikan hadits Qudsi yang
diriwayatkan dalam Shahih Muslim. "Aku adalah sekutu yang paling tidak
dapat disekutukan," demikian Allah azza wa jalla menyatakan.
"Barangsiapa beramal kemudian menyertakan hal lain selain diri-Ku, maka
Aku akan meninggalkannya dan dia akan bersekutu dengan hal lain itu."
Atau dalam riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah, Rasulullah
menegaskan, "Barangsiapa dalam melakukan amalannya menyekutukan Allah,
maka mintalah pahalanya dari selain Allah, karena sesungguhnya Allah adalah
sekutu yang paling tidak dapat disekutukan."
Maka kepada siapa seorang Muslim nan Da'i hendak
bersekutu? Bagaimana nasib kita bila ditinggalkan Allah, bahkan imbalan pun
Allah subhanahu wata'ala tak berkenan memberikan? Apakah sekutu-sekutu
selain Allah azza wa jalla mampu memberikan keberhasilan dalam dakwah
ini?
Bahkan bilapun ada keberhasilan di dunia yang kan kita
peroleh, apakah juga ada keberhasilan di akhirat bagi kita? Padahal Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam telah tegaskan, "Kabarkanlah berita gembira kepada
umat ini dengan kedudukan yang tinggi, agama, keluhuran dan kemampuan yang
kokoh di dunia. Maka barangsiapa di antara kalian yang melakukan amalan akhirat
demi mendapatkan dunia, maka tiadalah baginya bagian balasan di akhirat kelak."
Sekali lagi, mari kita renungi yang pernah dialami
oleh Imam al Ghazali. Beliau mendapatkan nasehat begini, "Barangsiapa
mengikhlaskan diri kepada Allah selama 40 hari, maka akan terpancar hikmah dari
hatinya melalui lisannya." Maka beliau pun mencobanya.
Lepas 40 hari, tak jua ada pancaran hikmah yang
dirasakan hatinya. Saat ia keluhkan ke beberapa orang bijak, ia mendapatkan
jawaban yang mencekat. "Sesungguhnya engkau berikhlas untuk mendapatkan
hikmah, dan bukan ikhlas karena Allah." Begitulah dikisahkan dalam Minhaj
al Qashidin.
Lalu Ibnu Qudamah juga menyimpulkan dalam kitab yang
sama, bahwa tiga pokok akar permasalahan ketidak-ikhlasan ini adalah Suka
pujian dan menikmatinya, Tidak mau dicaci, serta Rakus terhadap sesuatu yang
ada pada orang lain. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu memohon agar
berhasil melatih diri untuk menghindari pujian, bersedia dicaci, dan cukup
dengan yang telah diperoleh diri sendiri.
Muhammad Irfan Abdul Aziz
26 Ramadhan 1437 H
Twitter: @Daybakh
BBM PIN: 56C730A3
Channel Telegram: @MadrasahRamadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar