Sebagian orang kemudian membebek provokasi media yang
mengatakan bahwa Kudeta di Turki kemarin adalah settingan Erdogan. Benarkah?
Kalau itu yang ingin mereka katakan, maka silahkan saja. Dan bila ingin
mendapat klarifikasi maka silahkan simak segala detail berikut ini. Biarkan
jiwa-jiwa yang galau berdialog dengan kegalauannya sendiri, mencermati fakta
demi fakta. Toh, hidup dijalani bukan dari lontaran ke lontaran yang membual,
tapi dari keyakinan ke keyakinan yang rasional.
“Erdogan di pesawat, menolak mendarat di Istanbul, sekarang
mencoba untuk mencari suaka di Jerman, kata para pejabat Pertahanan AS.”
Pernyataan itu beredar melalui akun Twitter @Stratfor dengan mantion @MSNBC
pada dini hari itu juga saat Erdogan hendak bertolak ke Istanbul. Apa perlunya?
Dan apa kuasa Erdogan mengkondisikan para pejabat pertahanan AS?
Tentu yang mereka edarkan itu bagian dari perang
media. Erdogan sendiri memang akan ke Istanbul, dengan kesadarannya sendiri
untuk menemui rakyatnya. Bahkan melalui beberapa saluran TV seperti NTV dan
Aljazeera, ia tetap tenang dan meminta warga tenang. Mobil-mobil pun keliling
kota mengajak rakyat turun ke jalan. Bahkan warga dari luar Istanbul juga turut
keluar rumah untuk menolak kudeta. Bagaimana mungkin Erdogan justru lari dan
meminta suaka?
Buktinya, masyarakat menyambut seruan itu dan turun ke
jalan-jalan. Pemberlakuan jam malam berupa larangan keluar yang sempat keluar
dari keamanan tidak dihiraukan. Dan memang turunnya rakyat ke jalan-jalan dirasa
lebih maslahat dibandingkan tetap berdiam di rumah-rumah. Rakyat adalah
kekuatan bangsa yang sesungguhnya, begitu yang diungkap oleh Erdogan. Bostancioglu
selaku Kepala Angkatan Laut juga telah menegaskan bahwa ia menolak kudeta pada Jum’at
malamnya, dan menyatakan bahwa para pengkudeta hanyalah sekelompok kecil.
Di lapangan, massa memang tampak sudah turun ke
jalan-jalan menduduki tank-tank yang digunakan oleh para pengkudeta. Tujuh
puluh delapan juta rakyat Turki dihimbau turun ke jalan. Semua polisi pun dipanggil
untuk bertugas.
Para warga mulai memenuhi Bandara Internasional
Ataturk untuk menyambut Erdogan. Ini yang ditakutkan oleh para makar,
bertemunya Erdogan dengan rakyatnya di Istanbul. Maka mereka perlu mengacaukan
informasi dengan menyatakan bahwa Erdogan batal dan menolak mendarat di
Istanbul lalu hendak mencari suaka. Agar rakyat yang telah menunggunya kalang
kabut. Setidaknya bubar dan mengumbar kekecewaan sebelum Erdogan datang. Atau
bilapun akhirnya bertemu, opini dunia telah terbentuk bahwa Erdogan telah jatuh
sehingga dukungan kepada Kudeta dari para pemimpin dunia semakin cepat didapat.
Menarik memang!
Tapi ada yang jauh lebih menarik. Bahwasannya di
tengah hiruk-pikuk itu, Polisi juga bergerak membekuk para tentara yang
terlibat Kudeta sebagaimana dikabarkan oleh ahaber.com. Polisi menumpas tentara.
Tentu polisi itu adalah polisi yang punya martabat dan tentara itu adalah sebagian
kecil tentara yang telah kehilangan harga diri karena berkhianat. Hanya yang
bermatabat yang mampu menumpas pengkhianat, begitu logika moralnya. Sebagian penumpasan
itu bahkan dibantu oleh warga sipil, yang kemudian diserahkan kepada pihak
polisi.
Fenomena lainnya adalah gaung adzan. Bahwa sebagian
masjid mulai mengumandangkan adzan bersahut-sahutan. Begitupun shalawat juga
berkumandang dari masjid-masjid. Guna menyeru kebersamaan rakyat, serta
menumbuhkan ruh harga diri bangsanya. Bahwa keimanan yang mantap, tidak layak
ditundukkan oleh pengkhianatan yang gagap.
Memang sempat ada tembakan di jembatan selat Bosphorus.
Masyarakat yang berkumpul di sana masuk ke jembatan menggunakan bus dan langsung
dihadang tembakan. Ada yang tertembak dan jatuh, lalu digotong bersama-sama.
Masyarakat terus mendesak mundur para tentara pengkhianat itu, untuk
meninggalkan jembatan penghubung dua wilayah Asia dan Eropa.
Merespon aksi kekerasan para Kudeta itu, pemerintah
pun tak tinggal diam. Bahkan Perdana Menteri Yildirim dengan tegas menyatakan, “Siapapun
yang menerbangkan pesawat atau helikopter tempur di Ankara akan ditembak dengan
misil.” Terbukti, F16 berhasil menembak jatuh helikopter yang digunakan kudeta.
Jauh di kota Berlin –Jerman-, umat Islam berinisiatif
untuk berunjuk rasa di depan kedutaan Turki. Memberikan dukungan bagi
pemerintahan Erdogan. Meskipun Uni Eropa secara pemerintahan belum bersuara. Dalam
hal ini, mereka sangat berhati-hati dalam merespon. Bagaimanapun mereka
menganggap Turki memiliki peran penting bagi solusi permasalahan pengungsi
Suriah yang sedang mereka hadapi, dan perjanjian tentang itupun sudah dibuat.
Inilah dilemanya Eropa.
Adapun media, mulai menampilkan kegagalan Kudeta.
Seperti berita-berita di France24, Rusia TV, dan Euronews yang mulai menampilkan
massa dan polisi yang sedang marah kepada tentara. Di Indonesia ada TV One yang
lebih banyak mengutip dari Aljazeera Inggris, CNN dan Arabiya. Di Turki
sendiri, TRT TV masih diduduki oleh Kudeta.
Dan ini yang jauh lebih menarik! Seruan Ahmet Davutoglu,
mantan Perdana Menteri Turki yang baru saja diganti. Orang menyebutnya karena
friksi dengan Erdogan. Tapi benarkah? Mari kita simak apa yang sempat
diserukannya pada detik-detik menegangkan kemarin.
“Hari besar bagi rakyat kami, hari yang mulia, hari
yang penuh martabat dan kehormatan. Wahai rakyat yang mulia, kalian akan tetap
mulia karena engkau berdiri di sekitar pemimpinmu yang terpilih, Receb Thayyib
Erdogan. Penghormatanku kepadamu wahai tentara Turki yang mulia, kalian telah
menggagalkan pengkhianat yang merusak barisanmu! Esok adalah hari yang cerah,
jauh lebih cerah! Yang cerahnya tidak akan padam!”
Sungguh, Ahmet Davutoglu kini telah menjadi mantan Perdana
Menteri. Tapi ia tetap setia terhadap kepemimpinan Erdogan. Bila antara
keduanya ada friksi, maka sikap sang mantan PM ini adalah sebentuk kebesaran
hatinya. Namun bila antara keduanya memang tidak ada friksi, maka sikapnya itu
merupakan kecintaan yang tulus pada bangsanya.
Dicopot dari jabatan itu memang tidak mudah bagi
perasaan hati. Namun Ahmet Davutoglu telah memberikan teladan akan hal itu. Bahwa ia
tetap berbesar hatinya meskipun dicopot dari jabatan Perdana Menteri. Bahkan ia
tidak kehilangan cinta bagi bangsa dan rekan seperjuangannya di pemerintahan.
Baginya, cinta dan persaudaraan jauh lebih mahal daripada posisi dan jabatan.
Inilah sejarah baru bagi Turki. Pertama kalinya dalam
kudeta Turki, Rakyat dan Oposisi menolak Kudeta dengan turun ke jalan-jalan.
Pemerintah pun tak kehilangan pelayanannya kepada rakyat, dengan tetap
mengaktifkan transportasi publik sampai malam hari agar masyarakat yang turun
ke jalan dapat mudah kembali ke rumahnya masing-masing.
Sebagian mereka sempat
memprediksi bahwa pemerintah baru dapat mengambil alih kembali kontrol dalam
negeri setelah 2 sampai 3 hari. Tetapi Allah mudahkan pagi hari itu sebagian
kekacauan dapat dinormalkan kembali. Tentu semua karena kehendak Allah azza wa
jalla. Allahu akbar walillahil hamd!
Nusantara, 20 Juli 2016
2 komentar:
tulisannya makin keeren aja syeikh. ntap!
belajar dari kak Sekar :)
Posting Komentar