Tidak jauh dari pukul 00, dua jembatan penghubung di
Selat Bosphorus yang krusial sudah dinyatakan normal; Jembatan Bogazici dan
Jembatan Fetih Sultan Mehmet. Namun di Ankara masih mencekam, hiruk-pikuk oleh tembak-tembakan.
Menariknya, kota Izmir yang merupakan oposisi dan juga objek wisata unggulan
pada malam itu tidak sampai muncul kekacauan seperti pada kudeta-kudeta
sebelumnya.
Bandara Internasional Attaturk yang ada di ujung
Istanbul pun ditutup, lalu dijaga oleh Militer yang anti Kudeta. Meskipun dalam
kondisi seperti ini memang tidak mudah mengidentifikasi militer, apakah berada
di pihak pemerintah atau di pihak kudeta. Sebagiannya jelas, namun tidak
sedikit sebagian sisanya yang menunggu siapa pemenangnya. Kepada pemenang
itulah sisanya akan berpihak. Bahkan yang semula berpihak di satu sisi, bisa
berubah berpihak ke sisi lain bila sisi lain itulah pemenangnya. Siapa
pendukung dan siapa pengkhianat, akan dibuktikan di akhir permainan. Selalu
seperti itu.
Pihak asing jelas memanfaatkan, atau mungkin justru
yang menggerakkan. Dini hari itu saja, kala komando militer di Turki masih
terkoordinasi oleh pemerintah, muncul berita berbahasa Arab di Aljazera bahwa
Militer Turki akan segera menyusun undang-undang baru dan Negara akan dipimpin
sementara oleh Majelis Transisi untuk Kepentingan Bangsa. Militer juga
memberikan pernyataan bahwa kudeta ditujukan untuk menjaga identitas Attaturk
Turki. Semua pernyataan itu untuk memberikan isyarat bahwa Kudeta telah
mengambil alih pemerintahan. Kenyataan dalam negeri Turki tentu jauh berbeda.
Mungkin bukan salah Media, sebab di kala ada tuntutan penyiaran cepat justru
terkendala komunikasi yang terputus. Atau memang ada tekanan ke Media dari
pihak tertentu untuk menyiarkan seperti itu sebagai bagian dari strategi
Kudeta. Selalu demikian.
Media eropa tidak kalah hebohnya. Bahkan lebih simpang
siur pemberitaannya. Di Jerman misalnya, pihak pengkudeta dinyatakan sebagai orang-orangnya
Kemalis atau Ataturk, yaitu pendukung Musthafa Kamal Attaturk yang telah
menjadi Bapak Sekuler Turki. Memang Gulenist dalam beberapa siarannya mengutip
slogan Attaturk, namun itu sekadar kutipan untuk menggaet dukungan yang lebih
besar. Tidak hanya itu, bahkan kemudian muncul di media mengatasnamakan Uni
Eropa yang menyatakan bahwa kudeta ini bukan hanya didukung oleh segelintir
militer, tapi oleh mayoritas militer Turki. Seperlu apa mereka menyatakan
demikian? Entahlah.
Di Bandara Internasional Attaturk, semua penerbangan
keluar dibatalkan. Sementara penerbangan ke dalam tidak dipersilakan, sehingga
pesawat-pesawat yang belum mendarat mesti berputar-putar dahulu di udara. Sementara
di dalam bandara, para pengkudeta yang mengganggu penerbangan segera
dibersihkan.
Dalam kondisi seperti itu, dampak yang paling krusial
adalah jaringan komunikasi. Malam itu, jaringan telepon di Istanbul pun
melemah. Di arena sosial media, Twitter pun ditutup. Dan Erdogan segera menuju
ke Istanbul, bukan untuk melarikan dari pusat kota Ankara namun untuk bicara di
depan publik. Mengingat spot publik lebih dominan di Istanbul. Selain juga Istanbul
memang perlu segera diamankan, karena orang-orang PKK (yang memberontak) juga ada
di Istanbul. Karena beberapa saluran telah dikuasai oleh Kudeta, termasuk TRT
Station TV yang juga ingin dikuasai oleh para pengkudeta. Meskipun tetap ada
beberapa siaran langsung di mana Erdogan meminta warga untuk tenang dan memastikan
bahwa kondisi sudah dibawah kontrol pemerintah melalui pengamanan tentara
Turki, TSK (Turkiye Savas Kuvvetleri). Memastikan warga untuk tenang itulah
tugas penting pemerintah, sebab dari ketenangan itulah semua akan berakhir
dengan baik.
Satu pertanyaan dari
penjuru dunia, Ekonominya bagus kok malah dikudeta? Pertanyaan yang tiada
jawaban. Tapi jangan dahulu memperdebatkan tentang motif, sebab dalam kondisi
berkecamuk fokus saja menyelesaikan prahara. Begitu langkah yang diambil oleh
pemerintahan Erdogan.
Nusantara, 19 Juli 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar