Kenapa kita takut dicela manusia? Bukankah tidak ada
yang bisa menghinakan kecuali Allah azza wa jalla? Mungkinkah orientasi
kita mulai beralih ke selain Allah subhanahu wata'ala?
Begitulah salah satu indikasi tumbuhnya benih riya',
takut dicela manusia. Maka menghilangkan rasa takut semacam itu merupakan salah
satu cara kita menghilangkan riya'. Selain itu, mengetahui kebesaran dan
keagungan Allah juga merupakan cara menyembuhkan penyakit riya'.
Karena dengan mengenal nama dan sifat Allah azza wa
jalla, kita akan mengenali betul bahwa hanya Allah yang mampu memberikan
manfaat dan mudharat, yang mampu memuliakan dan merendahkan, yang mampu
mengangkat dan menjatuhkan setiap Makhluk-Nya, yang mampu memberi dan menolak
sesuatu, serta yang mampu menghidupkan dan mematikan setiap manusia. Maka
selanjutnya kita akan mengenali adanya balasan kenikmatan dan siksaan.
Seharusnya kita menerima secara santai setiap celaan.
Bila apa yang dicelakan itu benar, jadikan sebagai nasehat dan petunjuk atas
kekurangan diri. Namun bila apa yang dicelakan itu tidak benar, jadikan sebagai
pelajaran karena sesungguhnya memberi tahu kita sesuatu yang tidak kita ketahui
atau mengingatkan kita sesuatu yang terlupa.
"Berusahalah dengan keras untuk menjauhkan
sebab-sebab riya'. Jadikanlah manusia yang ada di sekelilingmu itu seakan hewan
atau anak-anak kecil yang tidak mampu membedakan ibadahmu. Jangan hiraukan
mereka, ada ataupun tidak ada di hadapanmu, atau apakah mereka mengetahui
ibadah kamu atau tidak. Dan cukuplah amal ibadahmu hanya diketahui Allah
semata." Begitu salah satu kutipan dari ulama yang termuat dalam kitab
Al Ikhlash wa asy Syirk al Asghar.
Ketika turun ayat ke 60 di surat al Mu'minun, ibunda
Aisyah radhiyallahu 'anha langsung merespon. "Wahai Rasulullah,
apakah dia (yang gemetar itu) adalah orang yang berzina, mencuri dan meminum
arak?" begitu tanya Aisyah radhiyallahu 'anha.
Rasulullah pun menjawab, "Tidak, wahai putri
Abu Bakar. Akan tetapi dia adalah orang yang rajin berpuasa, bersedekah dan
shalat serta takut apabila amalnya tidak diterima Allah."
Inilah ayat yang hendaknya selalu kita terapkan di
sepanjang amal-amal kita. "Dan orang-orang yang memberikan apa yang
mereka berikan sedang hati mereka gemetar karena mereka yakin akan kembali
kepada Tuhan mereka." Selalu khawatir amalan tidak diterima.
Maka teruslah berdoa seperti doa Abu Darda radhiyallahu
'anhu, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
sikap khusyu' kemunafikan."
Pernah ada yang bertanya kepada Abu Darda radhiyallahu
'anhu, "Apakah yang dimaksud dengan khusyu' kemunafikan?"
Beliaupun menjawab, "Engkau melihat seseorang yang lahirnya khusyu',
namun hatinya tidaklah khusyu'."
Semoga kita tetap bisa khusyu' lahir dan batin.
Teruslah menjauhkan rasa ingin dilihat. Menjauhlah dari setan dengan
memperbanyak ibadah dan dzikir, karena setanlah yang menjerumuskan
perasaan-perasaan kita dalam riya'.
Teruslah mengingat kematian dan tidak memperpanjang
angan-angan. Bergaullah dengan orang-orang yang ikhlas dan bertakwa. Semoga itu
semua membantu kita menjaga rasa-rasa batin agar tetap dalam keikhlasan.
Husain al 'Uwaisyah mengatakan dalam kitabnya al
Ikhlash, "Apabila engkau telah berzuhud dari kesenangan, maka
keikhlasan akan mudah muncul kepadamu." Sebab pesan Ibnul Qayyim,
tidak ada satupun yang perlu ditampakkan kecuali semuanya adalah milik Allah
semata, dan seorang hamba tidak akan diberi apapun kecuali oleh Allah.
Yaa Allah... Karuniakan kepada hati-hati kami,
keikhlasan kepada-Mu semata. Aamiin.
Muhammad Irfan Abdul Aziz
27 Ramadhan 1437 H
Twitter: @Daybakh
BBM PIN: 56C730A3
Channel Telegram: @MadrasahRamadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar