Terletak di jalan Ganting nomor 10, kelurahan Ganting, kecamatan
Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Sebuah masjid bernuansa
neoklasik eropa masih bertahan kokoh sejak lebih dua abad silam. Namanya Masjid
Raya Ganting, itulah masjid tertua di Padang. Kini telah masuk dalam cagar
budaya nasional.
Di masjid inilah beragam khazanah seni mancanegara dituangkan. Bilik
mukanya bergaya Portugis. Lantai semennya berasal dari Jerman. Lalu tegel yang
dipasang kemudian hari berasal dari Belanda. Kubah dan mihrabnya adalah karya
anak buah Kapten Lo Chian Ko dari Cina.
Di masjid ini pula, sejarah perjuangan Indonesia diabadikan.
Dimulai fungsinya sebagai pemersatu 8 suku di Padang, lalu menjadi pusat dakwah
Islam di sumatera tengah pada abad ke-19. Menjelang akhir abad itu atau
tepatnya tahun 1895, masjid ini difungsikan pula sebagai embarkasi haji pertama
di Sumatera Tengah dengan pemberangkatan dari pelabuhan Teluk Bayur. Kelak
memasuki abad ke-20, secara intensif ulama-ulama Minangkabau berkumpul di
masjid ini untuk mengurai permasalahan sosial dan politik di negeri ini. Hingga
Haji Abdul Karim Amrullah (ayahnya HAMKA) mendirikan sebuah sekolah bernama
Thawalib di halamannya, yaitu pada tahun 1921.
Semakin mendekati puncak perjuangan kemerdekaan Indonesia, fungsi
masjid ini semakin kuat. Sebab kemudian dari para alumni sekolah Thawalib
itulah muncul wadah untuk semakin memantapkan eksistensi umat yang bernama
Persatuan Muslim Indonesia (Permi). Dari Permi itulah lahir Partai Masyumi yang
fenomenal di Indonesia.
Selanjutnya sejarah telah mencatat bahwa di halaman masjid inilah
Jambore Nasional Hizbul Wathan yang pertama diadakan pada tahun 1932. Hizbul
Wathan adalah kepanduan dari organisasi Muhammadiyah. Selepas hajatan Jambore itu,
lapangan masjid ini menjadi markaz perlawanan rakyat kepada penjajah. Selain
itu, di lapangan yang luasnya empat kali lipat dari luas masjid tersebut,
prajurit Gyugun yang terdiri dari para ulama dan prajurit Heiho yang terdiri
dari para santri mendapatkan pelatihan. Bahkan jelang kemerdekaan, Soekarno
pernah mengungsi di masjid ini. Oya, satu lagi, masjid ini juga telah menjadi
saksi berpisahnya kesatuan tentara Muslim India dari kolonial Inggris yang
kemudian bergabung dengan tentara perlawanan pribumi yang seakidah, lalu
menyusun strategi bersama di masjid ini untuk mengusir para penjajah.
Inilah masjid fenomenal dalam keindahan arsitekturnya maupun dalam
keagungan sejarahnya. Bahkan tidak hanya tertua, namun ia juga telah menjadi
rujukan masjid-masjid setelahnya dalam penentuan arah kiblat. Sebab bila
masjid-masjid pada umumnya sempat salah dalam arah kiblatnya, masjid ini telah
benar arah kiblatnya sejak awal pendiriannya.
Inilah masjid yang dibangun pada tanah wakaf suku Chaniago.
Dibangun pada tahun 1805 dengan nama awal Masjid Kampung Gantiang. Ada tiga
tokoh masyarakat setempat yang terlibat dalam merintis masjid ini, yaitu Angku
Gapuak (selaku saudagar), Angku Syekh Haji Uma (selaku kepala kampung Ganting),
dan Angku Syekh Kapalo Koto (selaku ulama). Maka inilah masjid hasil kolaborasi
antara saudagar, pemerintah dan ulama.
Bangunannya yang hanya seperlima dari luas tanahnya, telah menyisakan
tanah lapang yang banyak bermanfaat bagi kegiatan keumatan. Di tanah lapangnya itulah
shalat Iedul Fitri dan Iedul Adha biasa dilaksanakan. Bahkan pada tahun 2010 ketika
bangunan masjid terkena imbas gempa, maka shalat berjamaah dilaksanakan di
halaman itu sembari merenovasi beberapa sisi bangunan yang rusak karena gempa.
Saat itu renovasi menghabiskan biaya hingga 1,3 miliar rupiah dengan dana dari Bank
Mandiri.
Kita patut bersyukur kepada para saudagar Minangkabau di penjuru
Sumatera dahulu yang telah mendanai pembangunan masjid ini. Semoga saudagar dan
ulama tetap dapat bergandengan tangan, menjadi pilar-pilar kebangkitan umat.
Pilar-pilar yang terus mewarisi para Nabi, sebagaimana tercermin dalam 25 tiang
masjid ini yang masing-masing tiangnya diterakan kaligrafi setiap nama nabi,
dari Nabi Adam alaihissalam hingga Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.
__________
Tim Humas JPRMI, 30 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar