Jumat, 09 September 2016

JPRMI KUNJUNGI MASJID YANG DIRENOVASI OLEH BUNG KARNO


Masih di bulan kemerdekaan, Agustus di tahun 2016. Tepatnya tanggal 22, mendekati penghujung bulannya. Touring JPRMI (Jaringan Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia) ‘Jelajah Masjid Sumatera’ melintas di pusat kota Bengkulu. Tepat di titik segitiga pada pusat kota tersebut, berdirilah sebuah masjid bersejarah. Ia memiliki keistimewaan yang lebih dari masjid-masjid bersejarah lainnya, karena yang merenovasinya adalah Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.


Sebagai seorang arsitek, masjid yang berada di jalan Letjen Soeprapto, kelurahan Pengantungan, Kecamatan Gading Cempaka, kota Bengkulu itu merupakan salah satu karyanya. Memang tidak secara keseluruhan dari bangunannya, karena yang diperlukan hanya merenovasinya. Maka yang dirancang oleh Bung Karno hanyalah bagian atap dan tiang-tiangnya, yang kemudian dilakukan proses renovasi masjid tersebut sepanjang tahun 1938 hingga tahun 1942.

Masjid itu memang masjid lama. Bahkan sudah seabad sebelumnya ia telah ada. Dahulu adanya di kelurahan Kampung Bajak, berdekatan dengan makam Sentot Ali Basya. Sentot Ali Basya ini adalah teman perjuangannya Pangeran Diponegoro yang dibuang ke Bengkulu oleh penjajah Belanda, lalu wafat di bumi Raflesia tersebut. Tapi tentu bangunannya sewaktu di Kampung Bajak bukanlah bangunan permanen. Hanya beratap rumbai dan berlantai tanah. Surau, mungkin begitu istilah kita sekarang. Sehingga ketika awal abad 18 akan dipindahkan ke kelurahan Pengantungan yang sekarang berada, bukanlah hal yang terlalu sulit.

Hingga sampailah bertahun kemudian berada di kelurahan Pengantungan, masyarakat sekitar memandang perlunya renovasi masjid tersebut. Bertepatan Bung Karno sedang berada di Bengkulu karena dibuang oleh Belanda. Maka keinginan masyarakat itupun bersambut dengan minat Bung Karno di bidang arsitektur. Selain juga, melestarikan masjid berarti melestarikan kedekatan antara pemimpin dan rakyat sebagaimana tradisi masyarakat di tanah Sumatera. Jadilah bertemu antara minat Bung Karno, keinginan Rakyat, serta hajat mempertemukan keterasingan pemimpin dan kerinduan masyarakat di masjid tersebut.

Meskipun hanya bagian atap dan tiang masjid, namun karya Bung Karno tersebut cukup menambah pesona dan kewibawaan masjid bersejarah itu. Pada atapnya, Bung Karno merancangnya bertumpang tiga. Sehingga ada tiga lapis atap; yang lapisan kedua dan ketiga hanya berbentuk limas kerucut dengan celah di tengahnya yang berfungsi untuk sirkulasi udara. Adapun puncak atap pertamanya dipasang mustaka berbentuk laiknya payung menguncup. Atap-atap ini terbuat dari seng aluminium. Sedangkan pada tiangnya, didesain dengan ukiran pahat di bagian atasnya berupa sulur-suluran, beberapanya berwarna emas.

Inilah masjid kolaborasi antara rakyat dan pemimpin saat itu. Sebab dana renovasinya berasal dari kantong masyarakat sendiri, dan material bangunannya dari alam desa Air Dingin kabupaten Rejang Lebong – Bengkulu Utara. Lalu modal dan bahan material yang telah dikumpulkan oleh masyarakat itu bertemu dengan kreasi arsitektur dari seorang Bung Karno. Jadilah Masjid Jamik Bengkulu seperti yang kita dapati sekarang.


__________
Tim Humas JPRMI, 8 September 2016


Tidak ada komentar: