Tidak ada penjelasan detail dalam al Qur’an dan
as Sunnah tentang tata cara Musyawarah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasalam pun tidak terpaku dengan satu cara saja. Maka terkadang beliau meminta pertimbangan kepada
satu orang, terkadang dua orang, terkadang tiga orang, dan terkadang seluruh
yang hadir.
Sementara dengan anugerah akal, memang seharusnya dapat kita fungsikan untuk
memikirkan sarana-sarana kontemporer yang mudah sesuai zamannya. Sehingga kira-kira
pada masyarakat Muslim terdapat dua model Musyawarah:
Pertama; Majelis yang dipilih langsung oleh masyarakat.
Kedua; Majelis yang terdiri dari para ahli di beragam bidang.
Dalam buku “Sistem Politik dalam Islam” yang ditulis oleh almarhum Dr.
Abdul Qadir Abu Faris, telah dirincikan Syarat-Syarat Peserta Musyawarah dan Kewenangan
Majelis Syura dalam tatanan Masyarakat Muslim. Yang secara singkat, kita ulas
dalam tulisan berikut ini.
Syarat-Syarat Peserta Musyawarah
Meskipun perintah Musyawarah ditujukan kepada Muslim, tetapi tidak berarti
semua Muslim merupakan anggota Musyawarah. Sebab yang memahami sesuatu tentunya
lebih berhak menjadi anggota Musyawarah daripada yang tidak memahami. Dan
mereka menjadi anggota Musyawarah berdasarkan rekomendasi dari masyarakatnya. Tentunya
dengan memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
1. at Taklif; mereka yang menjadi anggota Musyawarah haruslah
seorang Muslim yang memiliki beban kewajiban-kewajiban, bukan anak kecil dan
bukan orang gila yang tidak memiliki kemampuan berpikir menimbang sesuatu.
2. Merdeka; mereka yang menjadi anggota Musyawarah haruslah berjiwa
merdeka, sehingga tidak mendapatkan intervensi dari manapun.
3. Laki-laki; mereka yang menjadi anggota Musyawarah hendaknya seorang
lelaki, karena lelaki lebih memiliki kemampuan efisiensi daripada perempuan.
4. Ilmu; mereka yang menjadi anggota Musyawarah adalah yang memiliki ilmu,
sebab Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Sesungguhnya yang takut
kepada Allah dari hamba-Nya adalah para ulama.”
5. Adil; mereka yang menjadi anggota Musyawarah hendaknya mampu mendirikan kewajiban
dan rukun-rukun serta mampu menjauhi dosa besar, dan tidak menghukumi sesuai
hawa nafsu.
6. Penduduk Negeri; mereka yang menjadi anggota Musyawarah hendaknya yang tinggal
di negeri Muslim, sehingga memiliki kuasa atas dirinya dan terjamin
perlindungan baginya.
7. Tidak merekomendasikan diri sendiri; mereka yang menjadi anggota
Musyawarah tidak mengajukan dirinya sendiri, melainkan mendapat amanah dari
rekomendasi masyarakatnya.
Kewenangan Majelis Syura
Kewenangan yang paling penting bagi Majelis Syura atau Majelis Musyawarah dalam
Sistem Politik Islam setidaknya ada empat hal, sebagai berikut:
Pertama; memiliki wewenang untuk mengajukan kandidat pemimpin dan memilihnya.
Kedua; memiliki wewenang membantu pemimpin dalam mengatur urusan negara,
seperti memutuskan perang, membuat perjanjian, dan merumuskan tata cara pelaksanaan
hukum syariat.
Ketiga; memiliki wewenang untuk mengevaluasi pemimpin dan para pejabat
dalam pemerintahan seperti menteri-menteri.
Keempat; memiliki wewenang untuk menurunkan pemimpin atau pejabat lainnya
yang dipilih oleh Majelis Syura.
Batam,
17 November 2015, 00.10
Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART
(Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar