Kehidupan ini penuh dengan beragam aktivitas dan pekerjaan (baik yang profit maupun non profit). Karena beragamnya, seringkali kita kebingungan memilih aktivitas atau pekerjaan yang akan kita jalani. Belum lagi terkendala keberanian menjalani aktivitas ataupun pekerjaan yang akan kita pilih.
Rasa bingung dan rasa takut, kira-kira itulah penghalang pada beberapa fase kehidupan kita. Bingung memilih dan takut memulai, begitulah kendalanya yang sering dihadapi. Kian hari memang semakin banyak individu-individu yang dirundung kebingungan memilih dan ketakutan memulai. Semakin banyak dan semakin mengkristal, sampai-sampai hampir tiada perbincangan sehari-hari kecuali di dalamnya terselip istilah galau; baik dengan maksud serius maupun candaan. Tetapi, kira-kira itulah fenomenanya saat ini.
Maka, kemudian muncul beragam forum-forum pelatihan (training) yang mencoba mengatasi hambatan ini. Beragam training dihadirkan untuk melumat kebingungan dan menghancurkan ketakutan. Namun, di tengah beraneka ragam model forum dan lembaga-lembaga training itu, satu hal yang akhir-akhir ini cukup menyeragamkan semuanya adalah pendekatan passion-nya. Baik training menulis, training bisnis, training keahlian apapun, hingga training motivasi, arahan awalnya untuk memulai sesuatu adalah temukan passion kita. Passion, yaitu sebuah kecenderungan diri, berupa rasa suka pada sesuatu hal yang dirasa mudah untuk kita jalani.
Tapi kita mungkin perlu berpikir ulang, tepatkah kita sebagai Muslim menggunakan pendekatan passion di awal penetapan aktivitas maupun pekerjaan? Tidakkah passion itu kecenderungan rasa, sedangkan rasa itu persoalan yang sangat subjektif? Bila demikian, tidakkah passion hanya semakin mengkristalkan ego diri? Lalu, bukankah agama menyeimbangkan antara ego diri dan kehidupan sosial?
Antara Sarana dan Tema
Sebelum kita meraba jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan itu, mungkin kita perlu merenungi terkait Sarana dan Tema pada sarana itu. Bahwa kehidupan kita, tujuannya untuk ibadah dan menjadi khalifah di muka bumi. Maka semua aktivitas ataupun pekerjaan dalam kehidupan kita, hanyalah SARANA untuk mencapai tujuan itu.
Karena merupakan sarana, maka status nilainya netral; tidak ada yang permanen lebih unggul atau lebih mulia dari yang lainnya. Ukuran lebih unggul atau lebih mulia sangat dinamis; sesuai kondisi dan situasi, ruang dan waktu, serta kebutuhan dan tantangan. Begitulah aktivitas maupun pekerjaan memiliki derajat yang sama sebagai sebuah sarana, bisa lebih unggul pada kondisi dan situasi tertentu, bisa lebih mulia pada ruang dan waktu tertentu, serta bisa lebih penting karena kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, siapapun kita, bebas memilih aktivitas maupun pekerjaan, bebas pula berganti aktivitas maupun pekerjaan. Tidak ada kenistaan dan kehinaan sesuatu dibanding lainnya. Hanya saja yang perlu diingat, setiap pilihan memiliki konsekuensinya. Dan pilihan yang baik bila mempertimbangkan kebaikan sosial di sekitarnya, sehingga konsekuensi pilihan itu adalah konsekuensi bersama.
Lalu, berkenaan dengan TEMA pada sarana itu. Bahwa setiap aktivitas ataupun pekerjaan yang merupakan sarana itu, memiliki beragam tema yang bisa dimasukkan dalam alur sarana itu. Seperti menulis sebagai sarana, maka tema-tema yang bisa dituliskan pun sangat banyak. Bisa tragedi, romantis, atau perjuangan. Begitu pula sarana-sarana lainnya, juga memiliki banyak tema yang bisa digarap dengan sarana itu. Bisnis misalnya sebagai sebuah sarana (pekerjaan), maka kita bisa menggarap banyak tema; busana, makanan, wisata, dan lainnya. Nah, tema ini yang akan mengisi perjalanan kita dalam menggunakan sarana aktivitas maupun pekerjaan apapun. Karena untuk mengisi perjalanan dalam menggunakan sarana, maka yang menjadi pertimbangan di sini adalah langgengnya perjalanan itu. Biasanya, yang paling mudah menjaga kelanggengan adalah sesuatu yang dekat dengan kita atau yang menjadi kecenderungan kita.
Dengan demikian, dalam memilih jenis sarana (aktivitas ataupun pekerjaan) kita hendaknya menggunakan pertimbangan Rasional, sedangkan dalam memilih tema (yang akan mengisi aktivitas ataupun pekerjaan) kita lebih menggunakan pertimbangan Rasa.
Dua Langkah Memilih
Awalnya kita memahami bagaimana fenomena keberagaman aktivitas dan pekerjaan melahirkan fenomena kegalauan dalam kehidupan sosial kita, hingga mengkristal menjadi problem berupa Rasa Bingung dan Rasa Takut dalam memilih dan memulai aktivitas maupun pekerjaan. Kemudian kita mencermati antara Sarana berupa ragam aktivitas maupun pekerjaan dengan Tema yang mengisi ragam aktivitas maupun pekerjaan itu.
Maka, kini kita mencoba mengurai langkah-langkah dalam memilih sebuah aktivitas maupun pekerjaan. Kira-kira kita bisa mengurai dua langkah sebagai berikut:
Pertama; Mendobrak dengan Ilmu
Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa dalam memilih jenis sarana (aktivitas ataupun pekerjaan) kita hendaknya menggunakan pertimbangan Rasional. Menggunakan pertimbangan Rasional dalam memilih, setidaknya dengan memahami konsekuensi setiap pilihan sarana sehingga kita memilih dengan sepenuh jiwa tanggungjawab, dan kita memilih dengan menimbang kebaikan bagi orang banyak bukan sebatas ego diri. Sebab bagaimanapun, selain kita memiliki keunikan individu, kita pun hidup sebagai makhluk sosial. Sehingga tidak hanya menimbang ego diri, namun juga perlu menimbang kebutuhan lingkungan sosial. Dan inilah salah satu misi agama, yaitu menyeimbangkan antara ego diri dan kehidupan sosial. Oleh karena itu, seorang Muslim, hendaknya memperhatikan hal ini.
Lalu, kenapa langkah pertamanya ‘Mendobrak dengan Ilmu’? Sebab, rasional itu adalah ilmu. Selain itu, langkah sejati untuk mendobrak Rasa Bingung dan Rasa Takut itu hanya dengan ilmu. Mengingat, kebingungan itu muncul karena tak kuasa menimbang sesuatu karena tiadanya ilmu yang memahami suatu hal yang sejatinya lebih dibutuhkan, dan ketakutan itu muncul karena tiadanya ilmu yang mampu mengukur konsekuensi sehingga tak mampu pula menyiapkan kapasitas untuk mengantisipasi beragam konsekuensi itu.
Jadi, mengantarkan seseorang memilih sebuah aktivitas maupun pekerjaan (misalnya menulis dan berbisnis), yang perlu dilakukan adalah membekalinya dengan ilmu. Karena ilmu yang membuatnya mampu mengatasi rasa bingung dan rasa takut, sekaligus membuatnya berdaya mengatasi beragam kemungkinan setelahnya untuk bertahan. Sehingga pilihannya tidak justru mengantarkan pada kegalauan berikutnya. Dan esensi ilmu yang diperlukan untuk mendobrak Rasa Bingung dan Rasa Takut itu minimal dua; mengetahui segala Konsekuensi dari pilihan-pilihan itu dan mengetahui Kebutuhan lingkungan yang sesungguhnya melalui musyawarah dengan orang-orang di sekitarnya.
Kedua; Mengarahkan dengan Passion
Setelah kita memilih sarana hidup berupa aktivitas ataupun pekerjaan yang akan dijalani, maka kemudian kita memilih tema bagi sarana yang telah kita pilih itu. Bila memilih sarana lebih menimbang manfaat bagi orang banyak, maka memilih tema bagi sarana itu lebih menimbang kecenderungan diri. Oleh karena itu, setelah kita mendobrak dengan ilmu untuk memasuki pintu sebuah aktivitas maupun pekerjaan, kemudian langkah kedua adalah mengarahkan dengan passion.
Kenapa passion? Karena setelah kita memasuki sebuah aktivitas ataupun pekerjaan, yang diperlukan selanjutnya adalah menjaga kesinambungan karya kita dalam aktivitas ataupun pekerjaan itu. Menjaga kesinambungan yang paling memungkinkan dengan memilih tema garapan yang paling dekat dengan kita dan paling sesuai dengan kecenderungan kita. Yang paling dekat dan paling sesuai dengan kecenderungan itu perkara rasa. Dan passion adalah perkara rasa.
Oleh karena itu, misalnya kita telah memilih aktivitas atau pekerjaan yaitu menulis, maka tema yang akan kita geluti hendaknya sesuai passion kita. Untuk menemukan passion kita, bisa dengan mencoba setiap tema, lalu menimbang mana yang dirasa lebih dekat dan lebih sesuai dengan kecenderungan kita. Dengan memilih tema sesuai passion kita, harapannya bisa menjaga kelanggengan karya kita dalam sebuah aktivitas ataupun pekerjaan.
Maka, esensi passion itu minimal dua; yang paling dekat dengan kita dan yang paling sesuai dengan kecenderungan kita.
Epilog
Ilmu itu terkait rasional dan passion itu terkait rasa. Bagi seorang Muslim, dalam menjalani kehidupannya, semestinya diawali dengan ilmu. Bahkan memilih dan menjalani agama sekalipun, hendaknya dengan ilmu. Namun agama juga tidak mengabaikan rasa dari keunikan setiap individu. Hanya saja, rasa itu perlu dikelola dalam ilmu. Sehingga kehendak keunikan individu tetap dapat berpadu dengan kebutuhan kehidupan sosial.
Maka, aktivitas atau pekerjaan apapun bagi kita adalah sarana. Karenanya, apapun bisa saja kita tekuni, setelah kita memahami konsekuensinya dan menyesuaikan dengan kebutuhan lingkungan. Sehingga dalam memilih aktivitas dan pekerjaan, yang didahulukan adalah kebaikan lingkungan.
Kemudian, aktivitas atau pekerjaan apapun itu bisa kita isi dengan tema sesuai passion kita. Karenanya, apapun aktivitas atau pekerjaannya tak jadi masalah, kita tetap bisa mengisinya sesuai passion; yaitu sesuai kedekatan dan kecenderungan diri. Nah, dalam mengisi sarana itulah kita bisa mengeksplorasi keunikan diri kita.
Jadi, untuk memilih sebuah aktivitas atau pekerjaan, untuk mengatasi kebingungan dan ketakutan, kita mendobraknya dengan ilmu. Setelah itu, jalan kita selanjutnya bisa diarahkan dengan passion. Maka, jangan sampai belum apa-apa sudah langsung menggunakan pendekatan passion. Sehingga hanya melahirkan individu-individu yang suka-suka memilih namun tidak memiliki ilmunya.
Semoga dengan demikian, setiap kita menjadi individu yang selalu berangkat dengan pemahaman, bukan berangkat dengan sekadar kecenderungan. Hingga kita dapat membangun tatanan sosial yang mudah dikoordinasikan, dan bukan tatanan sosial yang saling berpencaran. Wallahu 'alam.
Rasa bingung dan rasa takut, kira-kira itulah penghalang pada beberapa fase kehidupan kita. Bingung memilih dan takut memulai, begitulah kendalanya yang sering dihadapi. Kian hari memang semakin banyak individu-individu yang dirundung kebingungan memilih dan ketakutan memulai. Semakin banyak dan semakin mengkristal, sampai-sampai hampir tiada perbincangan sehari-hari kecuali di dalamnya terselip istilah galau; baik dengan maksud serius maupun candaan. Tetapi, kira-kira itulah fenomenanya saat ini.
Maka, kemudian muncul beragam forum-forum pelatihan (training) yang mencoba mengatasi hambatan ini. Beragam training dihadirkan untuk melumat kebingungan dan menghancurkan ketakutan. Namun, di tengah beraneka ragam model forum dan lembaga-lembaga training itu, satu hal yang akhir-akhir ini cukup menyeragamkan semuanya adalah pendekatan passion-nya. Baik training menulis, training bisnis, training keahlian apapun, hingga training motivasi, arahan awalnya untuk memulai sesuatu adalah temukan passion kita. Passion, yaitu sebuah kecenderungan diri, berupa rasa suka pada sesuatu hal yang dirasa mudah untuk kita jalani.
Tapi kita mungkin perlu berpikir ulang, tepatkah kita sebagai Muslim menggunakan pendekatan passion di awal penetapan aktivitas maupun pekerjaan? Tidakkah passion itu kecenderungan rasa, sedangkan rasa itu persoalan yang sangat subjektif? Bila demikian, tidakkah passion hanya semakin mengkristalkan ego diri? Lalu, bukankah agama menyeimbangkan antara ego diri dan kehidupan sosial?
Antara Sarana dan Tema
Sebelum kita meraba jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan itu, mungkin kita perlu merenungi terkait Sarana dan Tema pada sarana itu. Bahwa kehidupan kita, tujuannya untuk ibadah dan menjadi khalifah di muka bumi. Maka semua aktivitas ataupun pekerjaan dalam kehidupan kita, hanyalah SARANA untuk mencapai tujuan itu.
Karena merupakan sarana, maka status nilainya netral; tidak ada yang permanen lebih unggul atau lebih mulia dari yang lainnya. Ukuran lebih unggul atau lebih mulia sangat dinamis; sesuai kondisi dan situasi, ruang dan waktu, serta kebutuhan dan tantangan. Begitulah aktivitas maupun pekerjaan memiliki derajat yang sama sebagai sebuah sarana, bisa lebih unggul pada kondisi dan situasi tertentu, bisa lebih mulia pada ruang dan waktu tertentu, serta bisa lebih penting karena kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, siapapun kita, bebas memilih aktivitas maupun pekerjaan, bebas pula berganti aktivitas maupun pekerjaan. Tidak ada kenistaan dan kehinaan sesuatu dibanding lainnya. Hanya saja yang perlu diingat, setiap pilihan memiliki konsekuensinya. Dan pilihan yang baik bila mempertimbangkan kebaikan sosial di sekitarnya, sehingga konsekuensi pilihan itu adalah konsekuensi bersama.
Lalu, berkenaan dengan TEMA pada sarana itu. Bahwa setiap aktivitas ataupun pekerjaan yang merupakan sarana itu, memiliki beragam tema yang bisa dimasukkan dalam alur sarana itu. Seperti menulis sebagai sarana, maka tema-tema yang bisa dituliskan pun sangat banyak. Bisa tragedi, romantis, atau perjuangan. Begitu pula sarana-sarana lainnya, juga memiliki banyak tema yang bisa digarap dengan sarana itu. Bisnis misalnya sebagai sebuah sarana (pekerjaan), maka kita bisa menggarap banyak tema; busana, makanan, wisata, dan lainnya. Nah, tema ini yang akan mengisi perjalanan kita dalam menggunakan sarana aktivitas maupun pekerjaan apapun. Karena untuk mengisi perjalanan dalam menggunakan sarana, maka yang menjadi pertimbangan di sini adalah langgengnya perjalanan itu. Biasanya, yang paling mudah menjaga kelanggengan adalah sesuatu yang dekat dengan kita atau yang menjadi kecenderungan kita.
Dengan demikian, dalam memilih jenis sarana (aktivitas ataupun pekerjaan) kita hendaknya menggunakan pertimbangan Rasional, sedangkan dalam memilih tema (yang akan mengisi aktivitas ataupun pekerjaan) kita lebih menggunakan pertimbangan Rasa.
Dua Langkah Memilih
Awalnya kita memahami bagaimana fenomena keberagaman aktivitas dan pekerjaan melahirkan fenomena kegalauan dalam kehidupan sosial kita, hingga mengkristal menjadi problem berupa Rasa Bingung dan Rasa Takut dalam memilih dan memulai aktivitas maupun pekerjaan. Kemudian kita mencermati antara Sarana berupa ragam aktivitas maupun pekerjaan dengan Tema yang mengisi ragam aktivitas maupun pekerjaan itu.
Maka, kini kita mencoba mengurai langkah-langkah dalam memilih sebuah aktivitas maupun pekerjaan. Kira-kira kita bisa mengurai dua langkah sebagai berikut:
Pertama; Mendobrak dengan Ilmu
Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa dalam memilih jenis sarana (aktivitas ataupun pekerjaan) kita hendaknya menggunakan pertimbangan Rasional. Menggunakan pertimbangan Rasional dalam memilih, setidaknya dengan memahami konsekuensi setiap pilihan sarana sehingga kita memilih dengan sepenuh jiwa tanggungjawab, dan kita memilih dengan menimbang kebaikan bagi orang banyak bukan sebatas ego diri. Sebab bagaimanapun, selain kita memiliki keunikan individu, kita pun hidup sebagai makhluk sosial. Sehingga tidak hanya menimbang ego diri, namun juga perlu menimbang kebutuhan lingkungan sosial. Dan inilah salah satu misi agama, yaitu menyeimbangkan antara ego diri dan kehidupan sosial. Oleh karena itu, seorang Muslim, hendaknya memperhatikan hal ini.
Lalu, kenapa langkah pertamanya ‘Mendobrak dengan Ilmu’? Sebab, rasional itu adalah ilmu. Selain itu, langkah sejati untuk mendobrak Rasa Bingung dan Rasa Takut itu hanya dengan ilmu. Mengingat, kebingungan itu muncul karena tak kuasa menimbang sesuatu karena tiadanya ilmu yang memahami suatu hal yang sejatinya lebih dibutuhkan, dan ketakutan itu muncul karena tiadanya ilmu yang mampu mengukur konsekuensi sehingga tak mampu pula menyiapkan kapasitas untuk mengantisipasi beragam konsekuensi itu.
Jadi, mengantarkan seseorang memilih sebuah aktivitas maupun pekerjaan (misalnya menulis dan berbisnis), yang perlu dilakukan adalah membekalinya dengan ilmu. Karena ilmu yang membuatnya mampu mengatasi rasa bingung dan rasa takut, sekaligus membuatnya berdaya mengatasi beragam kemungkinan setelahnya untuk bertahan. Sehingga pilihannya tidak justru mengantarkan pada kegalauan berikutnya. Dan esensi ilmu yang diperlukan untuk mendobrak Rasa Bingung dan Rasa Takut itu minimal dua; mengetahui segala Konsekuensi dari pilihan-pilihan itu dan mengetahui Kebutuhan lingkungan yang sesungguhnya melalui musyawarah dengan orang-orang di sekitarnya.
Kedua; Mengarahkan dengan Passion
Setelah kita memilih sarana hidup berupa aktivitas ataupun pekerjaan yang akan dijalani, maka kemudian kita memilih tema bagi sarana yang telah kita pilih itu. Bila memilih sarana lebih menimbang manfaat bagi orang banyak, maka memilih tema bagi sarana itu lebih menimbang kecenderungan diri. Oleh karena itu, setelah kita mendobrak dengan ilmu untuk memasuki pintu sebuah aktivitas maupun pekerjaan, kemudian langkah kedua adalah mengarahkan dengan passion.
Kenapa passion? Karena setelah kita memasuki sebuah aktivitas ataupun pekerjaan, yang diperlukan selanjutnya adalah menjaga kesinambungan karya kita dalam aktivitas ataupun pekerjaan itu. Menjaga kesinambungan yang paling memungkinkan dengan memilih tema garapan yang paling dekat dengan kita dan paling sesuai dengan kecenderungan kita. Yang paling dekat dan paling sesuai dengan kecenderungan itu perkara rasa. Dan passion adalah perkara rasa.
Oleh karena itu, misalnya kita telah memilih aktivitas atau pekerjaan yaitu menulis, maka tema yang akan kita geluti hendaknya sesuai passion kita. Untuk menemukan passion kita, bisa dengan mencoba setiap tema, lalu menimbang mana yang dirasa lebih dekat dan lebih sesuai dengan kecenderungan kita. Dengan memilih tema sesuai passion kita, harapannya bisa menjaga kelanggengan karya kita dalam sebuah aktivitas ataupun pekerjaan.
Maka, esensi passion itu minimal dua; yang paling dekat dengan kita dan yang paling sesuai dengan kecenderungan kita.
Epilog
Ilmu itu terkait rasional dan passion itu terkait rasa. Bagi seorang Muslim, dalam menjalani kehidupannya, semestinya diawali dengan ilmu. Bahkan memilih dan menjalani agama sekalipun, hendaknya dengan ilmu. Namun agama juga tidak mengabaikan rasa dari keunikan setiap individu. Hanya saja, rasa itu perlu dikelola dalam ilmu. Sehingga kehendak keunikan individu tetap dapat berpadu dengan kebutuhan kehidupan sosial.
Maka, aktivitas atau pekerjaan apapun bagi kita adalah sarana. Karenanya, apapun bisa saja kita tekuni, setelah kita memahami konsekuensinya dan menyesuaikan dengan kebutuhan lingkungan. Sehingga dalam memilih aktivitas dan pekerjaan, yang didahulukan adalah kebaikan lingkungan.
Kemudian, aktivitas atau pekerjaan apapun itu bisa kita isi dengan tema sesuai passion kita. Karenanya, apapun aktivitas atau pekerjaannya tak jadi masalah, kita tetap bisa mengisinya sesuai passion; yaitu sesuai kedekatan dan kecenderungan diri. Nah, dalam mengisi sarana itulah kita bisa mengeksplorasi keunikan diri kita.
Jadi, untuk memilih sebuah aktivitas atau pekerjaan, untuk mengatasi kebingungan dan ketakutan, kita mendobraknya dengan ilmu. Setelah itu, jalan kita selanjutnya bisa diarahkan dengan passion. Maka, jangan sampai belum apa-apa sudah langsung menggunakan pendekatan passion. Sehingga hanya melahirkan individu-individu yang suka-suka memilih namun tidak memiliki ilmunya.
Semoga dengan demikian, setiap kita menjadi individu yang selalu berangkat dengan pemahaman, bukan berangkat dengan sekadar kecenderungan. Hingga kita dapat membangun tatanan sosial yang mudah dikoordinasikan, dan bukan tatanan sosial yang saling berpencaran. Wallahu 'alam.
Batam, 5 September 2015
Muhammad Irfan Abdul Aziz
2 komentar:
heheheheh terima kasih tulisannya kak.
Sama2... terima kasih sudah berkunjung. semoga manfaat.
Posting Komentar