Rabu, 25 Mei 2016

(Kajian Hadits) TIADA BERAGAMA TANPA ISTIQOMAH

sumber: dainusantara.com

عَنْ أَبِي عَمْرو -وَقِيْلَ: أَبِي عَمْرَةَ- سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ: "يَا رَسُوْلَ اللهِ، قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً، لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ." قَالَ: "قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ."

Dari Abu Amru -ada juga yang mengatakan- Abu ‘Amrah, Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi radhiallahu ‘anhu dia berkata, saya berkata: “Wahai Rasulullah, katakan kepada saya tentang Islam, sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun selainmu.” Beliau bersabda: “Katakanlah, saya beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah!”

Urgensi hadits yang terdapat dalam shohih Muslim ini seberat pesan istiqomah yang dikandungnya. Bahwa istiqomah merupakan nilai yang paling penting dalam kehidupan beragama. Hampir-hampir tiada kehidupan beragama bila tanpa istiqomah. Atau bahasa lainnya, bahwa istiqomahlah yang akan menjaga keberlangsungan hidup beragama.

Apa yang ditanyakan oleh Sufyan bin Abdillah -sahabat Rasulullah dari daerah Thaif- tersebut, sesungguhnya merupakan hal yang memang menjadi perhatian para sahabat masa itu. Bahwa para sahabat Rasulullah memang biasa bertanya tentang agama, yang dengannya membuat mereka semakin tenang menjalani kehidupan. Suatu bahasan yang hari ini mungkin dikira sebagai hal sepele dan klasik, namun pada masa terbaik itu merupakan bahasan yang selalu menarik untuk diperbincangkan karena menjadi obsesi masyarakat pada umumnya.

Uniknya, dalam pertanyaan Sufyan bin Abdillah itu, Rasulullah diminta mendeskripsikan Islam. Tentu tidak mengherankan bila sahabat dari kabilah ats Tsaqafi itu bertanya kepada Rasulullah, karena memang hanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang paling mengetahui tentang Islam. Namun yang menjadi keunikan di sini adalah permintaan mendeskripsikan Islam, agama yang merupakan konsep kehidupan. Bagaimana mendeskripsikannya dalam jeda bincang yang singkat? Bagaimana Sufyan bin Abdillah melontarkan pertanyaan singkat untuk jawaban yang tak berbatas?

Tapi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah pribadi yang juga unik, karena ia adalah utusan Allah subhanahu wata’ala yang tuturnya pun berada dalam bimbingan-Nya. Menghadapi pertanyaan singkat namun padat dari Sufyan bin Abdillah tersebut, maka Rasulullah pun menjawabnya dengan jawaban yang sederhana namun memuat banyak makna. Menghimpun makna dalam sebuah kata, itulah kekhasan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Apa jawaban Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam? “Katakanlah, saya telah beriman, lalu istiqomahlah!” demikian jawab beliau.

Singkat pula, padat pula. Itulah jawaban tuntas yang melahirkan perenungan tak berbatas. Itulah deskripsi Islam yang Rasulullah ajukan kepada sahabatnya yang memiliki panggilan Abu Amru atau Abu ‘Amrah.

Dari jawaban itu, intinya adalah istiqomah setelah keimanan. Istiqomah itulah deskripsi bagi Islam dan keberislaman seseorang. Apa sesungguhnya istiqomah itu?

Sebelum kita mengulasnya, kita cermati sekali lagi jawaban Rasulullah tadi. Bahwa Rasulullah mengawali deskripsinya tentang Islam dengan perintah, “Katakanlah, saya beriman kepada Allah!” Maknanya, iman tidak cukup hanya dengan pengakuan hati, namun juga perlu pernyataan lisan. Bahwa Islam tidak cukup hanya diyakini di hati, namun juga harus dinyatakan dengan lisan. Jadi, Islam pada hakikatnya adalah agama yang perlu dideklarasikan secara nyata.

Tapi deskripsi Islam tidak cukup hanya dengan deklarasi keimanan secara lisan, ia harus terus berlanjut dengan keistiqomahan. Terus dinyatakan, terus dibuktikan; demikian kira-kira maksudnya.

Namun, istiqomah memang selalu harus diawali dengan iman. Tidak ada istiqomah tanpa iman? Bahwa iman adalah pembuka, sedangkan istiqomah adalah kelanjutannya. Jadi inilah nilai istiqomah; bahwa ia dimulai dengan keimanan yang merupakan perkara besar dan iapun memerlukan energi yang besar. Sebesar nilai iman dan sebesar nilai energi itulah nilai sebuah keistiqomahan. Lebih-lebih bila mengingat bahwa istiqomah mesti berlangsung sampai akhir kehidupan, maka ia menjadi pilar utama yang harus dijaga selama kita hidup.

Baik. Kembali kepada pertanyaan, apa sesungguhnya istiqomah itu? Bahwa ada sebuah surat yang telah membuat Rasulullah beruban, yaitu surat Huud. Tepatnya pada ayat ke 112, itulah ayat yang sungguh berat bagi Rasulullah. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Ayat itu dimulai dengan perintah untuk istiqomah. Itulah yang dirasa berat oleh Rasulullah. Sungguh, istiqomah itu berat, bahkan bagi Rasulullah. Tentu lebih berat lagi bagi kita yang hanyalah manusia biasa.

Tapi dari ayat itulah kita menemukan makna istiqomah yang diperintahkan oleh Allah azza wa jalla. Bahwa istiqomah itu adalah tetap berada di jalan yang benar sebagaimana yang telah diperintahkan-Nya. Sehingga para ulama mengartikan istiqomah dengan artian perjalanan di jalan yang lurus tanpa berpaling ke kanan ataupun ke kiri. Istiqomah itu proses atau karakternya, sedangkan mustaqim itu hal atau orangnya; sebagaimana yang diterakan di salah satu ayat surat al Fatihah. Ihdinas shiroothol mustaqim, tunjukilah kami jalan yang lurus.

Para ulama telah berpesan kepada umat ini, untuk dapat istiqomah maka ada beberapa tips yang bisa kita lakukan. Pertama; mendekatkan diri kepada Allah. Kedua; ikhlas kepada Allah. Ketiga; istighfar dan taubat. Keempat; selalu bermuhasabah atau introspeksi diri. Kelima; Sholat. Keenam; menuntut dan menekuni ilmu. Ketujuh; bergaul dengan orang shalih. Kedelapan; menjaga anggota badan dari hal-hal yang haram. Kesembilan; mengenali langkah-langkah syaitan dalam menyesatkan dan mengelabui.

Demikianlah istiqomah. Bila kita telah istiqomah, maka kita akan dijaga oleh Allah dan akan dicintai manusia. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Fushilat ayat 30, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: ‘Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih’; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”

Dengan dijaga Allah, maka kita tidak akan takut menjalani kehidupan ini. Dengan dicintai manusia, maka kita tidak akan sedih menjalani kehidupan ini. Demikianlah buah istiqomah, yang akan kita dapatkan sepanjang istiqomah yang terus kita jaga. Ya Allah, mudahkan kami untuk istiqomah dalam menjalani kebenaran agama-Mu.




Jakarta, 25 Mei 2016

Tidak ada komentar: