Senin, 01 Februari 2016

LIMA MASA KERAJAAN GELGEL


Kerajaan besar yang pernah ada di Bali adalah Kerajaan Gelgel. Uniknya, dari pusat kerajaan besar Hindu di Bali inilah kelak Islam mulai dikenal oleh masyarakat Bali. Kiranya, bila dirasa perlu mencermati kerajaan ini, maka kita bisa membagi penelaahannya berdasarkan 5 masa kepemimpinan dalam Kerajaan Gelgel.


Pertama; Raja Gelgel I

Nama Raja-nya adalah Dalem Ketut Ngelesir, yang memimpin kerajaan ini selama 80 tahun, tepatnya sejak tahun 1380 sampai tahun 1460 M. Di masa pertama ini, Sang Raja sempat menghadiri konferensi Kerajaan Majapahit Nusantara di Keraton Majapahit, yang ternyata menjadi konferensi terakhir karena setelah itu Majapahit runtuh. Dengan demikian, Raja-Raja Gelgel setelahnya tidak merasakan dalam himpunan Majapahit.

Yang menarik dari masa Raja Gelgel I ini adalah saat ia kembali dari pertemuan Kerajaan Majapahit Nusantara justru dibekali pengawal sebanyak 40 orang yang beragama Islam. Kelak melalui 40 prajurit yang mengawal Raja Gelgel I dari Keraton Majapahit sampai Keraton Gelgel, secara perlahan masyarakat di Bali mulai mengenal agama Islam. Dimulai dari penduduk kerajaan Gelgel, penduduk Klungkung, hingga ke daerah-daerah Bali yang lainnya.

Kedua; Raja Gelgel II

Nama Raja-nya adalah Dalem Waturenggong, yang memimpin kerajaan ini selama 90 tahun, tepatnya sejak tahun 1460 sampai tahun 1550 M. Ia adalah anak dari Raja pertama, kepemimpinannya lebih lama 10 tahun dari Raja Gelgel I. Pada masanya ini, pulau Bali sudah tidak di bawah Kerajaan Majapahit.

Karena tetiba Majapahit runtuh, dan Gelgel serta-merta harus mampu mandiri; maka awalnya sempat goncang. Di masa-masa inilah banyak terjadi perang, baik untuk perluasan wilayah maupun demi pertahanan. Namun di masa ini pula, wilayah kerajaan semakin meluas hingga seluruh pulau Bali ditambah Lombok, Sumbawa, dan Blambangan (Jawa Timur).

Dari beragam sumber, pada masa ini kerajaan Gelgel kedatangan dua tamu penting. Pertama adalah tamu dari kerajaan Kudus, yaitu utusan Raden Fatah yang dalam catatan sejarah disebut berasal dari Makkah karena saat itu Kudus menjadi pusat kerajaan Islam di nusantara sehingga diidentikkan dengan istilah Makkah-nya Nusantara. Kedua adalah tamu dari duta Dharma, yaitu seorang pendeta Syiwa yang bernama Danghyang Nirarta atau Penanda Sakti Wahu Rauh.

Tamu pertama yang berasal dari kerajaan Islam gagal mengajak Raja Gelgel untuk memeluk Islam. Sementara tamu kedua telah menitiskan cikal bakal Brahmana Syiwa di Bali, yang kemudian tercatat dalam Babad Gajah Mada berkembang sebagaimana 4 keturunannya berdasar nama ibu sebagai berikut: Brahmana Kemenuh beribu dari Daha, Brahmana Keniten beribu dari Blambangan, Brahmana Manuaba beribu dari Pasuruan dan Brahmana Mas beribu dari Mas. Tidak hanya meninggalkan keturunan, tamu ini juga banyak mendirikan pura di Bali yang di antaranya pura Uluwatu, pura Petitenget, pura Tanah Lot, dan pura Rambut Siwi.

Dengan bertambahnya wilayah, runtuhnya induk kerajaan Majapahit, dan datangnya dua tamu penting yang menawarkan ideology agama, maka lengkap eksistensi kerajaan ini sedang menghadapi masa-masa kritisnya. Sehingga kerajaan harus memastikan konsolidasi wilayahnya maupun perluasannya. Karena itu, pada masa ini sempat terjadi perebutan Blambangan oleh Raja Gelgel dan Kerajaan Mataram (Jawa Tengah) serta perebutan Lombok dan Sumbawa oleh Raja Gelgel dan Kerajaan Goa. Dengan peta wilayah seperti itu; maka Kerajaan Gelgel di masa ini memiliki musuh di sebelah barat dengan Pasuruan dan Kerajaan Mataram dan di sebelah timur dengan Kerajaan Goa.

Ketiga; Raja Gelgel III

Nama Raja-nya adalah Dalem Bekung atau Pemayun, yang memimpin kerajaan ini selama 30 tahun, tepatnya sejak tahun 1550 sampai tahun 1580 M. Ia adalah anak dari Raja kedua, yang paling pendek masa kepemimpinan dalam perjalanan Kerajaan Gelgel.

Pada masa ini, konflik justru menguat di internal kerajaan. Konflik internal yang terjadi adalah perlawanan dan perebutan kekuasaan oleh Mahapatih I Gusti Batanjeruk dan I Dewa Anggungan terhadap kepemimpinan Dalem Bekung. Namun konflik ini berakhir dengan terbunuhnya Batanjeruk di Jungutan (Karangasem), sementara I Dewa Anggungan akhirnya menyerah.

Tapi tidak berarti konflik internal kerajaan selesai. Karena di tingkat pejabat kerajaan juga terjadi pertentangan, yaitu antara Patih I Gusti Telabah dan I Gusti Pande Dawuh. Hingga akhirnya terjadi insiden berdarah pada tahun 1579.

Keempat; Raja Gelgel IV

Nama Raja-nya adalah Dalem Segening, yang memimpin kerajaan ini selama 70 tahun, tepatnya sejak tahun 1580 sampai tahun 1650 M. Dalem Segening ini adalah adik Dalem Bekung yang menjadi Raja sebelumnya. Masa kepemimpinan lama, hampir menyamai dua raja awal Kerajaan Gelgel.

Di zamannya ini, kondisi pemerintahan sempat pulih. Namun pada masa inilah pertama kali datang utusan Belanda, yaitu Lintgensz dan Manuel Rodendorch ke keraton Gelgel tepatnya pada 9 Februari 1597. Kedatangan tamu Belanda tentu bagian dari agenda penjajahan. Sehingga sangat tidak baik untuk kondisi pemerintahan Kerajaan sendiri.

Sehingga 33 tahun setelah kedatangan tamu Belanda itu, tepatnya sejak tahun 1630 kondisi kerajaan mulai mundur. Akibatnya beberapa wilayah juga mulai lepas. Maka pada tahun 1635, pulau Bima direbut oleh Makassar. Menyusul kemudian pada tahun 1640, pulau Lombok juga direbut. Walaupun kemudian sebagian wilayah Lombok kembali direbut oleh Raja Karangasem pada akhir abad XVII. Sehingga bisa kita dapati dominasi Hindu di Lombok Barat dan dominasi Islam di Lombok Timur.

Kelima; Raja Gelgel V

Nama Raja-nya adalah Dalem Di Made, yang memimpin kerajaan ini selama 15 tahun, tepatnya sejak tahun 1650 sampai tahun 1665 M. Ia adalah anak dari Raja keempat. Pada masa kepemimpinannya inilah Kerajaan Gelgel semakin kritis bahkan kemudian runtuh. Hingga dikudeta oleh Mahapatih Anglurah Agung Maruti.

Keraton Gelgel pun dimusnahkan oleh Mahapatih Anglurah Agung Maruti, dan penduduk diminta menempatinya. Raja Dalem Di Made dipaksa turun tahta, lalu oleh para Patih-nya dilarikan menuju Gulingan (Gianyar).

Setelah Dalem Di Made wafat dan diganti putranya Dewa Agung Jambe, keraton dipindah dari Gelgel ke Klungkung. Beberapa vazal pun lepas, seperti Buleleng, Mengwi, Karangasem, Badung, Tabanan, Gianyar, Bangli, Jembrana, dan Payangan. Kepemimpinan Dewa Agung Jambe hanya sebagai pemimpin kerohanian yang berasal dari keturunan raja-raja Majapahit.


Jakarta, 1 Februari 2016

Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)



Tidak ada komentar: