Kerajaan besar yang pernah ada di Bali adalah Kerajaan Gelgel.
Uniknya, dari pusat kerajaan besar Hindu di Bali inilah kelak Islam mulai
dikenal oleh masyarakat Bali. Kiranya, bila dirasa perlu mencermati kerajaan
ini, maka kita bisa membagi penelaahannya berdasarkan 5 masa kepemimpinan dalam
Kerajaan Gelgel.
Pertama; Raja Gelgel I
Nama Raja-nya adalah Dalem Ketut Ngelesir, yang memimpin kerajaan
ini selama 80 tahun, tepatnya sejak tahun 1380 sampai tahun 1460 M. Di masa
pertama ini, Sang Raja sempat menghadiri konferensi Kerajaan Majapahit
Nusantara di Keraton Majapahit, yang ternyata menjadi konferensi terakhir
karena setelah itu Majapahit runtuh. Dengan demikian, Raja-Raja Gelgel
setelahnya tidak merasakan dalam himpunan Majapahit.
Yang menarik dari masa Raja Gelgel I ini adalah saat ia kembali
dari pertemuan Kerajaan Majapahit Nusantara justru dibekali pengawal sebanyak
40 orang yang beragama Islam. Kelak melalui 40 prajurit yang mengawal Raja
Gelgel I dari Keraton Majapahit sampai Keraton Gelgel, secara perlahan
masyarakat di Bali mulai mengenal agama Islam. Dimulai dari penduduk kerajaan
Gelgel, penduduk Klungkung, hingga ke daerah-daerah Bali yang lainnya.
Kedua; Raja Gelgel II
Nama Raja-nya adalah Dalem Waturenggong, yang memimpin kerajaan ini
selama 90 tahun, tepatnya sejak tahun 1460 sampai tahun 1550 M. Ia adalah anak
dari Raja pertama, kepemimpinannya lebih lama 10 tahun dari Raja Gelgel I. Pada
masanya ini, pulau Bali sudah tidak di bawah Kerajaan Majapahit.
Karena tetiba Majapahit runtuh, dan Gelgel serta-merta harus mampu
mandiri; maka awalnya sempat goncang. Di masa-masa inilah banyak terjadi
perang, baik untuk perluasan wilayah maupun demi pertahanan. Namun di masa ini
pula, wilayah kerajaan semakin meluas hingga seluruh pulau Bali ditambah
Lombok, Sumbawa, dan Blambangan (Jawa Timur).
Dari beragam sumber, pada masa ini kerajaan Gelgel kedatangan dua
tamu penting. Pertama adalah tamu dari kerajaan Kudus, yaitu utusan Raden Fatah
yang dalam catatan sejarah disebut berasal dari Makkah karena saat itu Kudus
menjadi pusat kerajaan Islam di nusantara sehingga diidentikkan dengan istilah
Makkah-nya Nusantara. Kedua adalah tamu dari duta Dharma, yaitu seorang pendeta
Syiwa yang bernama Danghyang Nirarta atau Penanda Sakti Wahu Rauh.
Tamu pertama yang berasal dari kerajaan Islam gagal mengajak Raja
Gelgel untuk memeluk Islam. Sementara tamu kedua telah menitiskan cikal bakal
Brahmana Syiwa di Bali, yang kemudian tercatat dalam Babad Gajah Mada
berkembang sebagaimana 4 keturunannya berdasar nama ibu sebagai berikut:
Brahmana Kemenuh beribu dari Daha, Brahmana Keniten beribu dari Blambangan,
Brahmana Manuaba beribu dari Pasuruan dan Brahmana Mas beribu dari Mas. Tidak
hanya meninggalkan keturunan, tamu ini juga banyak mendirikan pura di Bali yang
di antaranya pura Uluwatu, pura Petitenget, pura Tanah Lot, dan pura Rambut
Siwi.
Dengan bertambahnya wilayah, runtuhnya induk kerajaan Majapahit,
dan datangnya dua tamu penting yang menawarkan ideology agama, maka lengkap
eksistensi kerajaan ini sedang menghadapi masa-masa kritisnya. Sehingga
kerajaan harus memastikan konsolidasi wilayahnya maupun perluasannya. Karena
itu, pada masa ini sempat terjadi perebutan Blambangan oleh Raja Gelgel dan
Kerajaan Mataram (Jawa Tengah) serta perebutan Lombok dan Sumbawa oleh Raja
Gelgel dan Kerajaan Goa. Dengan peta wilayah seperti itu; maka Kerajaan Gelgel
di masa ini memiliki musuh di sebelah barat dengan Pasuruan dan Kerajaan
Mataram dan di sebelah timur dengan Kerajaan Goa.
Ketiga; Raja Gelgel III
Nama Raja-nya adalah Dalem Bekung atau Pemayun, yang memimpin
kerajaan ini selama 30 tahun, tepatnya sejak tahun 1550 sampai tahun 1580 M. Ia
adalah anak dari Raja kedua, yang paling pendek masa kepemimpinan dalam
perjalanan Kerajaan Gelgel.
Pada masa ini, konflik justru menguat di internal kerajaan.
Konflik internal yang terjadi adalah perlawanan dan perebutan kekuasaan oleh
Mahapatih I Gusti Batanjeruk dan I Dewa Anggungan terhadap kepemimpinan Dalem
Bekung. Namun konflik ini berakhir dengan terbunuhnya Batanjeruk di Jungutan
(Karangasem), sementara I Dewa Anggungan akhirnya menyerah.
Tapi tidak berarti konflik internal kerajaan selesai. Karena di
tingkat pejabat kerajaan juga terjadi pertentangan, yaitu antara Patih I Gusti
Telabah dan I Gusti Pande Dawuh. Hingga akhirnya terjadi insiden berdarah pada
tahun 1579.
Keempat; Raja Gelgel IV
Nama Raja-nya adalah Dalem Segening, yang memimpin kerajaan ini
selama 70 tahun, tepatnya sejak tahun 1580 sampai tahun 1650 M. Dalem Segening
ini adalah adik Dalem Bekung yang menjadi Raja sebelumnya. Masa kepemimpinan
lama, hampir menyamai dua raja awal Kerajaan Gelgel.
Di zamannya ini, kondisi pemerintahan sempat pulih. Namun pada
masa inilah pertama kali datang utusan Belanda, yaitu Lintgensz dan Manuel
Rodendorch ke keraton Gelgel tepatnya pada 9 Februari 1597. Kedatangan tamu
Belanda tentu bagian dari agenda penjajahan. Sehingga sangat tidak baik untuk
kondisi pemerintahan Kerajaan sendiri.
Sehingga 33 tahun setelah kedatangan tamu Belanda itu, tepatnya
sejak tahun 1630 kondisi kerajaan mulai mundur. Akibatnya beberapa wilayah juga
mulai lepas. Maka pada tahun 1635, pulau Bima direbut oleh Makassar. Menyusul
kemudian pada tahun 1640, pulau Lombok juga direbut. Walaupun kemudian sebagian
wilayah Lombok kembali direbut oleh Raja Karangasem pada akhir abad XVII.
Sehingga bisa kita dapati dominasi Hindu di Lombok Barat dan dominasi Islam di
Lombok Timur.
Kelima; Raja Gelgel V
Nama Raja-nya adalah Dalem Di Made, yang memimpin kerajaan ini
selama 15 tahun, tepatnya sejak tahun 1650 sampai tahun 1665 M. Ia adalah anak
dari Raja keempat. Pada masa kepemimpinannya inilah Kerajaan Gelgel semakin
kritis bahkan kemudian runtuh. Hingga dikudeta oleh Mahapatih Anglurah Agung
Maruti.
Keraton Gelgel pun dimusnahkan oleh Mahapatih Anglurah Agung
Maruti, dan penduduk diminta menempatinya. Raja Dalem Di Made dipaksa turun
tahta, lalu oleh para Patih-nya dilarikan menuju Gulingan (Gianyar).
Setelah Dalem Di Made wafat dan diganti putranya Dewa Agung Jambe,
keraton dipindah dari Gelgel ke Klungkung. Beberapa vazal pun lepas, seperti
Buleleng, Mengwi, Karangasem, Badung, Tabanan, Gianyar, Bangli, Jembrana, dan
Payangan. Kepemimpinan Dewa Agung Jambe hanya sebagai pemimpin kerohanian yang
berasal dari keturunan raja-raja Majapahit.
Jakarta, 1
Februari 2016
Muhammad
Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk
Reformasi Terpadu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar