Rabu, 03 Februari 2016

(Kajian Hadits) TITIK-TITIK RAWAN BAGI PERSAUDARAAN KITA


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً . الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ . التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ. [رواه مسلم]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah, dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu di sini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang Muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya." (HR. Muslim) 

Demi terjaganya persaudaraan kita, maka Islam menghadirkan mekanisme tata aturan hubungan insani. Tata aturan ini memiliki dua bentuk; perintah dan larangan. Dalam konsepsi Islam, umatnya selalu menjaga keseimbangan antara perintah dan larangan. Sebab tidak cukup hanya menghindari larangan, namun juga harus melaksanakan perintah. Tentu berbeda dengan yang berlaku pada masyarakat modern; yang hanya pentingkan menghindari larangan dan tidak menghiraukan hal-hal yang diperintahkan.

Bagi masyarakat modern; yang penting tidak merusak dengan mengganggu orang lain, dan cukupkan hidup kita tidak diganggu orang lain tanpa perlu repot-repot tapi tak perlu repot-repot peduli dengan orang lain. Pada masyarakat seperti itu; kehidupannya seakan damai, tapi sesungguhnya menyimpan kepedihan di dalam sanubari-sanubarinya. Bagaimana tidak pedih, saat kita butuh bantuan tak seorang pun yang peduli. Bagaimana tidak pedih, saat kita bergelimang kenikmatan dan pura-pura tak acuh dengan kondisi orang lain. Kenikmatan seperti apa yang akan kita rasakan dengan membunuh perasaan fitrah semacam itu?

Sedangkan dalam konsep Islam, selain ada larangan mengganggu hak orang lain namun juga ada perintah kewajiban kita kepada orang lain. Inilah hidup yang seimbang, yang sesuai fitrah makhluk sosial, yang tentu akan mengantarkan kepada keharmonisan dan kesejahteraan sejati. Meskipun meninggalkan yang dilarang lebih didahulukan, sementara menjalankan perintah boleh sebatas kemampuan saja.

Terkait hal-hal yang dilarang itu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah merincikan dalam hadits ini.

Larangan-Larangan

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah merincikan 4 poin larangan yang hendaknya diri kita terjaga darinya. Empat poin ini selain merupakan poin-poin yang terpisah, juga merupakan poin-poin yang memiliki dampak berurutan. Poin-poin itu adalah sebagai berikut:

1. Jangan Saling Hasad (Dengki)

Hasad atau Dengki adalah pengharapan seseorang akan hilangnya kenikmatan orang lain. Hasad disebut pertama karena ia adalah induk penyakit hati lainnya. Maka dalam sejarah kehidupan ini, kita mendapati bahwa dosa pertama makhluk-Nya adalah Hasad sebagaimana yang diidap oleh Iblis saat menolak untuk bersudut di hadapan Adam alaihissalam. Saat itu Iblis tidak senang dengan kemuliaan yang dianugerahkan kepada Adam, dan ia berharap hilangnya kemuliaan itu. Bahkan dalam kehidupan sosial yang saling Hasad, akan memacu tingkat kejahatan di masyarakatnya.

Namun, Hasad ada dua jenis; Hasad yang Tercela dan Hasad yang Terpuji. Hasad yang tercela sebagaimana yang telah dijelaskan; cirinya adalah Senang bila orang lain mendapat kesusahan dan Sedih bila orang lain mendapat kemudahan. Sedangkan Hasad yang terpuji biasanya disebut Ghubthah, yaitu berharap mendapatkan nikmat serupa orang lain dan dapat melakukan hal yang serupa dengan orang itu. Ada dua nikmat yang diizinkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya untuk Hasad kepadanya. Yang pertama adalah hasad kepada orang kaya yang menginfakkan hartanya. Yang kedua adalah hasad kepada ahli Al Qur'an yang bermanfaat dengan keahliannya itu. Kepada dua sosok itulah kita boleh Hasad, dalam artian kita menginginkan kenikmatan yang serupa dan mendambakan dapat beramal yang serupa dengan nikmat tersebut.

2. Jangan Saling Menipu

Bila dalam hati kita telah tumbuh Hasad, maka sangat mungkin akan menjadikan diri kita pribadi yang cenderung Menipu. Dalam konteks hadits ini, Penipuan yang dimaksud adalah dalam hal jual-beli. Di mana seorang pedagang berpura-pura ingin membeli namun mempropaganda agar harga naik, hal seperti itu dilakukan agar harga-harga yang lainnya naik lalu pembeli akan menuju kepadanya sehingga ia akan untung dan yang lainnya merugi. Dalam kondisi pasar yang seperti ini maka akan tercipta suasana saling curiga dan was-was, akibatnya pedagang akan saling menipu. Inilah kondisi di saat pedagang merasa tidak tenang dengan tabiat pasar.

Terkait tema jual-beli ini, bahkan diulang kembali oleh Rasulullah setelah menyebut 4 poin larangan. Seakan menunjukkan begitu krusialnya perkara jual-beli ini. Dalam sabda lanjutannya dikatakan, "Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain."

Maksudnya, kita tidak boleh membuat akad di atas akad terhadap barang maupun pembelinya. Misalnya; tidak boleh menjual Barang yang sudah dibeli orang lain atau tidak boleh menawarkan barang yang sudah dibeli ke Pembeli lain. Hal serupa juga berlaku dalam lamaran (khitbah) dan akad nikah.

3. Jangan Saling Membenci

Bila Hasad sudah bersemayam di hati kita, maka kita akan terpancing untuk Menipu demi mempropaganda lingkungan untuk kepuasan nafsu kita. Dan bila kita sudah hanyut dalam aktivitas Menipu bahkan mulai menikmatinya, maka kita akan menjadi pribadi yang mudah Membenci.

Bahkan, bila mulai tumbuh Kebencian di sebuah lingkungan, maka akan melahirkan Kebencian balasan dari pihak lain hingga kehidupan akan penuh dengan suasana saling Membenci. Inilah yang dilarang oleh Rasulullah. Maka, salah satu cara memotong wabah Kebencian adalah dengan tidak saling Membenci. Bila ada yang Membenci, maka dihadapi dengan kesabaran dan tidak perlu dibalas dengan Kebencian lagi. Agar tidak merebak wabah saling Membenci.

4. Jangan Saling Menghindar

Poin keempat ini adalah poin akhir. Setelah Hasad melahirkan sikap Menipu, lalu sikap Menipu melahirkan sikap Membenci, maka kemudian dari sikap Membenci inilah akan lahir sikap saling Menghindar. Begitulah mereka yang saling Membenci akan malas untuk bersua dan malas untuk bersapa. Maka mereka biasanya akan saling Menghindari. Inilah puncak permasalahannya, sehingga kita diwanti-wanti agar tidak saling Dengki, tidak saling Menipu dan tidak saling Membenci, agar kita tidak saling Menghindar. Atau minimalnya saat 3 wabah sebelumnya sudah merebak, kita tetap tidak saling Menghindar. Agar Kebencian dapat sirna, agar tidak lagi saling Menipu, dan agar terhindar dari Hasad karena tiadanya komunikasi.

Perintah Bersaudara

Begitu dahsyatnya dampak melakukan 4 larangan tersebut, sehingga Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam langsung sabdakan perintah Bersaudara. Sebab empat poin larangan itu termasuk hal-hal yang sangat mengganggu Persaudaraan.

Tetapi bahasa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam saat menuturkan perintah Bersaudara itu begini; "Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara!"

Sebelum istilah bersaudara, Rasulullah perintahkan untuk menjadi hamba Allah subhanahu wata'ala. Atau, istilah Bersaudara hadir setelah istilah Hamba Allah. Ini seperti firman-Nya, "Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara."

Jadi, agar bersaudara itu syaratnya harus beriman, dan orang-orang beriman itulah hamba-hamba Allah yang sesungguhnya. Bila kita tak beriman, maka persaudaraan kita akan semu dan rentan terpecah. Karena tidak ada visi yang menyatukan, yaitu visi Rabbaniyah.

Nah, apa karakter seorang Muslim (sebagai orang beriman yang menjadi sebenar-benar hamba Allah)?

Pertama; Tidak Menzalimi. Sebab menzalimi itu akan merusak persaudaraan. Sedangkan seorang Muslim itu hendaknya bersaudara, maka ia jangan menzalimi. Apalagi mengingat bahwa kezaliman adalah dosa yang bila tak terselesaikan di dunia akan diselesaikan di akhirat, maka kita hendaknya sungguh-sungguh menghindarinya. Bahkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dahulu begitu khawatir dengan kezaliman yang pernah beliau lakukan. Maka suatu ketika beliau bertanya kepada para sahabatnya, "Siapa dari kalian yang merasa pernah aku zalimi?" Pertanyaan itu diutarakan agar bila ada yang merasa terzalimi bisa menuntutnya saat itu juga di dunia ini, dengan demikian tidak sampai terbawa ke akhirat.

Sebuah hadits menyatakan, "Tolonglah saudaramu yang zalim maupun yang terzalimi!" Menolong yang terzalimi dengan menyelamatkannya, sedangkan menolong yang zalim dengan menjaganya agar tidak melakukan kezaliman. Inilah bukti urgensi menghindari tindak kezaliman. Oleh karenanya, kita juga dianjurkan untuk berdoa: "Waha Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan zalim dan terzalimi."

Kedua; Tidak Mengabaikan. Biasanya, bila kita memiliki karakter menzalimi, maka kita juga memiliki karakter mudah Mengabaikan. Sebab kita hanya fokus dengan hak kita, tanpa peduli dengan keperluan orang lain. Maka Rasulullah mewanti-wanti kita untuk tidak Mengabaikan saudara. Agar persaudaraan tidak rusak, sehingga karakter orang beriman yang bersaudara masih melekat dalam diri kita.

Ketiga; Tidak Mendustakan. Selain dua hal tadi, karakter seorang Muslim juga tidak Mendustakan saudaranya. Bila ada kebenaran dari saudara Muslim kita, maka kita membenarkannya juga. Bila ada kesalahan pada saudara Muslim kita, maka kita mengingatkannya. Inilah karakter ketiga yang hendaknya kita jaga. Bila sejak awal kita terhindar dari tindak menzalimi dan terhindar dari sikap mengabaikan, maka kita akan mudah untuk tidak mendustakan.

Keempat; Tidak Menghinakan. Inilah karakter pamungkas seorang Muslim. Karena seorang Muslim dinilai buruk bila ia Menghinakan saudaranya. Terutama tidak boleh Menghinakan darah saudara muslim, harta saudara muslim, serta kehormatan saudara muslim.


Jakarta, 3 Februari 2016

Tidak ada komentar: