Ridha Allah adalah tujuan kita semua, di setiap ruang dan waktu.
Sebab dengan ridha-Nya, akan terlimpahkan kepada kita anugerah yang penuh
berkah di dunia. Begitupun dengan ridha-Nya, akan terbukakan bagi kita
pintu-pintu surga-Nya. Sungguh amalan saja tak cukup, mesti amalan yang membuat
Allah ridha atas kita.
Oleh karena itulah, hendaknya kita selalu berusaha agar Allah
meridhai kita. Tetapi yang perlu diingat, Allah akan meridhai kita karena....
Ada sebabnya yang harus terpenuhi sehingga Allah pun ridha. Di sinilah kemudian
kita menaruh perhatiannya.
Apa yang bisa membuat Allah ridha? Sudahkah kita penuhi sebab
agar Allah ridha? Ayat ke-18 dalam surat al Fath inilah di antara sebab Allah
pun meridhai.
"Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon," begitu penggal
pertama ayatnya.
Mukmin saja tidak cukup dengan ikrar. Juga tidak cukup dengan
membenarkan dalam hati. Tapi mesti mewujud dalam pembuktian sikap. Berjanji
setia itulah pembuktian sikapnya. Dan itulah yang telah membuat Allah ridha
atas mereka.
Seribu empat ratus sahabat berbai'at kembali kepada Rasulullah
untuk berjanji setia, seperti yang diriwayatkan Jabir radhiyallahu 'anhu.
Dipimpin Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu yang memegang tangan Rasulullah
di bawah pohon dan menyatakan, "Kami membai'at Rasulullah untuk tidak
melarikan diri dan tidak membai'at beliau untuk mati."
Kata Salamah bin al Akwa' radhiyallahu 'anhu, peristiwa itu
terjadi di siang hari saat para sahabat sedang istirahat. Lalu datang utusan
Rasulullah dan berseru, "Wahai kaum Muslim, mari kita berbai'at."
Maka mereka pun segera menghampiri Rasulullah.
Nah, sekarang kita kembali menelisik ridha Allah.
Kenapa Allah ridha? Karena telah mengetahui apa yang ada dalam
hati mereka.
Bagaimana bila Allah ridha? Akan diberi ketenangan.
Apa kabar gembira keridhaan-Nya? Akan diberi balasan dengan
kemenangan yang dekat, dan harta rampasan perang yang banyak bagi mereka.
Tiga hal itulah lanjutan ayat ke-18 hingga ayat 19. Lalu ditutup
dengan asma-Nya yang menunjukkan bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Agar kita tetap sadar, bahwa Allah Maha Perkasa tak perlukan janji setia kita,
dan Allah Maha Bijaksana dalam menyikapi semua sikap kita. Sungguh, kitalah
yang perlu ridha-Nya dengan janji setia kita.
Setia adalah wujud cinta terbesar. Dan ridha adalah balasan
cinta terbesar. Cinta seperti inilah yang akan selalu indah dikenang dan
diceritakan kepada anak cucu keturunan dan pelanjut kita.
Seperti Sa'id bin Musayyab yang menjawab tanya penasaran dari Abdurrahman
radhiyallahu 'anhu, "Ayahku yang ikut serta dalam bai'at tersebut
menceritakan, 'Ketika kami berangkat tahun berikutnya, kami lupa di mana letak
tempat itu.'"
Tanya penasaran apakah itu? Itulah tanya yang spontan terlontar
oleh Abdurrahman radhiyallahu 'anhu ketika berangkat haji dan melewati suatu
kaum yang sedang melaksanakan shalat. "Masjid apakah ini?" tanyanya.
Kaum itupun menjawab, "Ini adalah tempat pohon di mana
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengambil janji setia (Bai'at Ridhwan)."
Kisah cinta kesetiaan seperti ini memanglah indah untuk
diceritakan. Seperti Musayyab bercerita kepada Sa'id anaknya. Seperti kaum
setempat bercerita kepada Abdurrahman. Dan indah pula untuk disimak, seperti
Abdurrahman yang tergelitik untuk menanyakan dan mengenangnya.
Ya Allah, bimbinglah kami untuk dapat selalu merangkai kisah
cinta kesetiaan. Ya Allah, kami sungguh memohon ridha-Mu. Ya Allah,
limpahkanlah ketenangan kepada kami dalam perjuangan dan berilah balasan
kebaikan.
Jakarta,
12 April 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar