Sebagai makhluk sosial, kita akan selalu membutuhkan perkumpulan, baik
berupa komunitas informal maupun organisasi formal. Sesungguhnya keluarga kita pun
merupakan salah satu organisasi dalam struktur masyarakat penghuni bumi ini. Satu
hal yang perlu diperhatikan, bahwa setiap komunitas maupun organisasi setidaknya
memiliki tiga hal berikut; Tata aturan interaksi di dalamnya, Struktur
komunikasi antar elemen di dalamnya, serta Falsafah yang diyakini dan dijalani.
Adapun tujuan berhimpunnya kita untuk meng-kalilipat-kan capaian kualitas
maupun kuantitas dari sebuah program dan aktivitas. Seperti shalat berjamaah
yang berpahala 27 derajat dari shalat sendirian. Seperti mengetik naskah di
laptop, semakin cepat menghasil banyak halaman naskah bila menggunakan semua jari
yang dimiliki, tidak hanya satu jari telunjuk.
Maka ketika kita berhimpun, yang pertama untuk saling mengenal, dan yang
kedua untuk menyatukan potensi. Bukan sebaliknya, berhimpun untuk saling
berbenturan. Walaupun kita paham bahwa dalam setiap interaksi, selalu punya
potensi bersinggungan dan bergesekan.
Maka kemudian muncul pertanyaan, apa yang perlu dilakukan saat bergabung
dalam organisasi? Agar tidak berujung pada konflik.
Sesungguhnya, sederhana saja...
Pertama, kita niatkan berhimpun untuk saling mengenal.
Setidaknya kita ingin menjalani apa yang Allah subhanahu wata’ala
titahkan dalam firman-Nya pada surat al Hujurat ayat 13. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Maka,
saat kita masuk dalam sebuah organisasi, yang pertama perlu kita lakukan adalah
mengenali seluk-beluk organisasi itu. Tidak hanya orang-orang yang ada di
dalamnya, melainkan juga mengenali segenap tata aturan interaksi di
dalamnya, struktur komunikasi antar elemen di dalamnya, serta falsafah yang
diyakininya dan dijalaninya.
Kedua, kita niatkan
untuk menyatukan potensi.
Setidaknya kita ingin menjalani
apa yang Allah subhanahu wata’ala titahkan dalam firman-Nya pada surat al
Ma’idah ayat 2. “Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Maka,
saat kita masuk dalam sebuah organisasi, yang kedua perlu kita lakukan adalah memberikan
potensi kita sesuai yang dibutuhkan oleh organisasi itu. Jadi tidak asal ingin
memberikan setiap potensi yang kita miliki, namun mesti memahami tata aturan
bagaimana setiap potensi anggota organisasi itu dikelola, bagaimana proses menawarkan
potensi yang kita miliki kepada struktur dalam organisasi tersebut, serta memberikan
potensi kita yang selaras dengan falsafah organisasi itu.
Agar
Efektif dan Tak Berujung Konflik
Dengan
demikian, setidaknya ada dua hal teknis yang perlu dilakukan saat kita
mengawali bergabung dengan sebuah organisasi maupun komunitas. Yaitu, memahami
AD/ART-nya dan mengenal Sejarah-nya.
Saat
kita memahami AD/ART-nya (maupun Tata Aturan yang tidak tertulis), maka kita
akan dapat segera menyesuaikan diri dalam sebuah organisasi atau komunitas yang
kita baru bergabung dengannya. Sesungguhnya, proses adaptasi berbasis pemahaman
identitas ini jauh lebih kuat daripada sekadar berakrab-akrab dengan segenap
SDM di dalamnya. Karena saat kita sudah bergabung pada suatu organisasi ataupun
komunitas, ada sebuah identitas bersama yang harus kita sematkan di benak dan
jiwa kita. Agar kita betul-betul menjiwai, sehingga memiliki frekuensi rasa
yang sama dengan segenap elemen di dalamnya.
Saat
kita mengenal Sejarah-nya (baik yang tertulis maupun tidak tertulis), maka kita
akan dapat segera merancang sumbangsih karya yang menyambung capaian
sebelumnya. Hal ini penting, agar sumbangsih yang kita rancang tidak
kontraproduktif dengan target maupun capaian sebelumnya.
Dan
konflik biasanya berawal dari dua hal ini; tidak paham AD/ART (atau Tata
Aturan) dan tidak mengenal Sejarah. Karena tidak paham AD/ART maupun Tata
Aturan itu membuat semuanya menjadi saling berbenturan. Karena tidak kenal
Sejarah itu membuat kita bersikap arogan dengan optimis yang berlebihan atau
justru sebaliknya penuh rasa apatis.
Maka
kita dapat saksikan, dalam sebuah organisasi maupun komunitas yang bergejolak,
biasanya karena anggotanya yang sudah bergabung ataupun yang baru bergabung
tidak betul-betul memahami AD/ART maupun Tata Aturan di dalamnya. Atau tidak
betul-betul mengenal Sejarah di dalamnya, sehingga terjadi keterputusan sejarah
yang membuat buta masa lalu dan masa hadapan, lalu berakibat mudah melabrak ke
sana ke mari.
Sebaliknya
kita menyaksikan, generasi yang unggul akan selalu mengawali langkahnya dalam
sebuah organisasi maupun komunitas dengan memahami AD/ART (Tata Aturan) dan
mengenali Sejarah-nya. Sehingga mereka akan jauh lebih dewasa dalam memandang setiap
dinamika organisasi dan komunitas itu, bahkan mungkin melebihi para
pendahulunya. Sebab, ia jauh lebih memahami AD/ART (Tata Aturan) dan lebih
mengenali Sejarah-nya. Karenanya, ia lebih luas cara pandangnya, lebih dalam cara
menimbangnya, dan lebih jauh cara berpikirnya. Itulah yang membuat kehadirannya
dalam sebuah organisasi maupun komunitas menjadi lebih efektif. Dan karenanya, kehadirannya
menjadi unsur perekat, bukan unsur perusak. Wallahu ‘alam.
Batam, 27 Oktober 2015
Muhammad Irfan Abdul Aziz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar