Sabtu, 30 Januari 2016

KONSEP BAI’AT DALAM ISLAM


Bai’at itu adalah pemberian mandat dari orang yang membai’at dengan komitmen untuk mendengar dan taat kepada Pemimpin dalam keadaan semangat maupun berat, mudah maupun susah, serta tidak meninggalkan Pemimpin dan menyerahkan urusan hanya kepadanya. Hal ini berdasarkan pada beberapa dalil dari al Qur’an, as Sunnah, dan Ijma’.


Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Bahwa orang-orang yang berbai’at (berjanji setia) kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka…” (Al fath : 10)

Bahkan di antara salah satu peristiwa Bai’at di masa Rasulullah telah diabadikan dalam salah satu ayat-Nya yaitu ayat ke-18 di surat yang sama, “Sungguh, Allah telah meridhoi orang-orang mu’min ketika mereka berbai’at (berjanji setia) kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.

Adapun dari sebuah riwayat hadits telah didapati bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi waslam meminta kepada para sahabatnya untuk berbai’at lebih dari sekali. Bahwasannya sebelum mendirikan Daulah Islamiyah dan sebelum Hijrah, beliau telah meminta para sahabat yang diridhoi Allah subhanahu wata’ala untuk berbai’at; yaitu Bai’at al ‘Aqobah Pertama dan Bai’at al ‘Aqobah Kedua. Sehingga secara Ijma’, bahwa sejak zaman Sahabat hingga hari ini, kaum Muslimin sepakat dengan pen-syariat-an Bai’at.

Hukum Bai’at

Apabila persyaratan seorang Pemimpin telah ada pada Pemimpin Daulah Islamiyah, maka wajib bagi seluruh ummat untuk berbai’at kepadanya. Hal ini untuk menjaga kesatuan ummat dan kokohnya bangunan ummat di hadapan musuh-musuhnya, baik yang ada di dalam maupun di luar wilayahnya.

Maka wajib bagi yang telah memberikan bai’at untuk meneguhkan janji setianya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam lanjutan ayat ke 10 dari surat Al fath tadi, “...maka barangsiapa melanggar janji, maka sesungguhnya dia melanggar atas (janji) sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Dia akan memberinya pahala yang besar.

Bai’at ini sendiri diambil langsung oleh Pemimpin Daulah Islamiyah. Adapun yang berada di tempat yang jauh dari pusat pemerintahan, maka Bai’at bisa diambil oleh yang mewakilinya. Dengan mengucapkan janji untuk setia dan taat kepada Pemimpin sembari bersalaman bagi laki-laki, dan tidak dengan salaman bagi perempuan.

Karakter Bai’at

Ia sesungguhnya seperti yang terjadi dalam aqad jual-beli; ada penjual, pembeli, dan barang yang ditransaksikan. Maka dalam hal ini, Kepemimpinan itu adalah hal yang ditransaksikan. Menurut pendapat Dr. Mahmud Fayadh, bahwasannya Bai’at itu adalah aqad dan perwalian. “Umat berbai’at atau menjual kepada pemimpin seluruh ketaatan pada semua hal yang sesuai dengan dasar perundang-undangan yang dihormati oleh kedua belah pihak, tanpa ada intimidasi terhadap pendapat pemimpin, bahkan mengisi pendapatnya dengan undang-undang yang telah disepakati antara kaum Muslimin.” Demikian pendapat Dr. Mahmud Fayadh.

Bai’at itu ada dua macam. Pertama; Bai’at Khusus, yaitu yang dikhususkan kepada Ahlul Halli wal ‘Aqd (anggota majelis musyawarah) dalam tubuh ummat, yang mana bai’at ini didahulukan dari bai’at umum. Kedua; Bai’at Umum, yaitu bai’at lanjutan setelah bai’at khusus, yang dilakukan oleh seluruh ummat Islam di setiap negara, baik langsung kepada Khalifah maupun melalui perwakilan Khalifah.



Depok, 30 Januari 2016

Tidak ada komentar: