Selasa, 19 Januari 2016

Kisah Cinta Ratu Dewi Fatimah dan Raja Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan

sumber: anneahira.com

Ratu Dewi Fatimah adalah sepupu Raja Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan. Namun, rupanya hubungan mereka berdua tidak sekadar kerabat dalam dinasti Majapahit di Jawa. Sebab telah bersemi bunga-bunga cinta di antara keduanya. Jadilah mereka sepasang kekasih yang hanyut dalam kasmaran cinta.

Tapi apa daya, jalan sejarah sepertinya tak menghendaki mereka bersama. Masuk Islam-nya Majapahit sangat memukul jiwa Dalem Ketut Sri Kepakisan. Sehingga pada tahun 1500 M, ia pergi ke Bali. Tepatnya di Klungkung ia mendirikan kerajaan, namun ada yang mengatakan bahwa pusat istananya kala itu berada di Samprangan – Gianyar. Saat itu, kerajaan-kerajaan di Jawa memang banyak yang beralih memeluk Islam. Sementara hanya beberapa kerajaan di pesisir timur jawa dan Bali yang masih teguh memegang keyakinan Hindu. Maka berangkatlah Dalem Ketut Sri Kepakisan ke Bali, sebagai pelampiasan kekesalannya atas ber-Islam-nya Majapahit.

Kepemimpinannya di tanah yang baru ini dikuatkan lagi dengan mandat Mahapatih Gajah Mada. Sebagaimana saudara-saudaranya yang lainnya juga diangkat oleh Mahapatih Gajah Mada untuk menjadi Cakradhara (raja bawahan) di beberapa tempat sebagai perluasan kekuasaannya. Ia empat bersaudara, telah disebar oleh Mahapatih Gajah Mada ke empat tempat.

Kakak Pertamanya menjadi Raja Dalem di Pasuruan. Kakak Keduanya menjadi Raja Dalem di Blambangan. Kakak Ketiganya seorang perempuan yang bernama Sukania (I Dewa Muter) diutus ke Sumbawa. Sementara dirinya anak keempat (bungsu) dinobatkan menjadi Raja Dalem di Bali. Maka di Klungkung ia berperan sebagai Cakradhara dengan gelar Pangeran atau Prameswara Bija.

Lalu bagaimana nasib sepupu yang juga kekasihnya di Jawa? Ratu Dewi Fatimah telah mengikuti Majapahit menjadi seorang Muslimah. Maka Dalem kekasihnya Ketut Sri Kepakisan telah meninggalkannya ke Bali. Kecewa atas perubahan keyakinan kerabat-kerabatnya di dinasti Majapahit.

Namun jiwa muslimah-nya adalah jiwa yang tegar. Maka suatu ketika, Ratu Dewi Fatimah menyusul ke Bali. Tujuannya satu; mengajak Raja Dalem Ketut Sri Kepakisan untuk memeluk agama Islam. Bila Dalem Ketut telah menjadi Muslim, maka Dewi Fatimah bersedia menjadi istrinya dan akan bersama mendirikan kerajaan Islam.

Tapi ajakan Ratu Dewi Fatimah telah diabaikan oleh Raja Dalem Ketut Sri Kepakisan. Sehingga Ratu Dewi Fatimah pun kembali ke tempat awal rombongannya mendarat di pulau Bali, yaitu di Loloan. Kelak setelah Ratu Dewi Fatimah meninggal, para pengikutnya kembali ke pusat kerajaan Klungkung dan membangun pemukiman Muslim di sana. Inilah yang kemudian dianggap sebagai asal-muasal perkampungan Muslim di Klungkung.

Begitulah kisah cinta Ratu Dewi Fatimah dan Raja Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan. Dalam kisah yang lebih dramatis lagi, ajakan kepada Raja Dalem Ketut untuk memeluk Islam itu ditolak karena pengawal Ratu Dewi Fatimah gagal memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Raja Dalem Ketut. Syaratnya adalah memutuskan bulu kaki Raja Dalem Ketut. Dan, gagal!

Ah, mungkin kita merasa aneh membacanya. Tapi inilah kisah yang banyak tersebar di masyarakat Bali. Sebagai Cerita Rakyat, tentu kita boleh mempercayainya dan boleh pula tidak mempercayainya.

Tapi, sekiranya ada selaksa hikmah yang bisa kita resapi. Bahwa dakwah itu pro-aktif; dakwah itu menjemput, dakwah itu menghampiri. Tiada gengsi untuk dakwah, meskipun sang Ratu yang menghampiri sang Raja. Wallahu a’lam.


Condet, 19 Januari 2016

Muhammad Irfan Abdul Aziz
Pemerhati Kebudayaan Islam Nusantara

Tidak ada komentar: