Selasa, 15 Desember 2015

BANGSA YANG BERPANTUN

Sri Bintan Pura International Harbour. (dokumen pribadi)

Di antara adat-istiadat yang kita miliki adalah pantun. Bila belum, maka jadikanlah pantun sebagai bagian dari adat-istiadat lingkungan kita.


Ya, Pantun. Kalimat ringkas bernas, yang terlontar dengan rima dan irama. Padat dan cermat; tidak hanya pilihan kata yang berserasi, jumlah katanya pun bersesuai. Liriknya indah, maknanya hikmah.

Itulah pantun! Adat-istiadat nan tinggi, yang hampir-hampir tak terperhatikan lagi. Yang bila merunut seorang Penyair tanah Melayu, Yoan S Nugraha, pantun adalah alat komunikasi yang soPAN dan sanTUN.

Ah, Pantun. Ia memang cara komunikasi berfalsafah. Dalam tuturnya mungkin ada salah, namun tak akan melumat marwah.

Bayangkan saja bila kita sedang marah, lalu hendak mempersalah. Maka segera pantun yang kita gubah, seakan justru hadiah yang dipersembah. 

Sesungguhnya ini kerja mensinkronkan diri. Antara lisan dan pikiran, pun antara pikiran dan kebiasaan. Ini juga kerja menemukan kesejatian; antara menasehati dan introspeksi. 

Dengannya kita berlatih mengarifi; antara sampiran keindahan dengan jawaban kepribadian. Ada alam di sana yang indah, dipadukan dengan pribadi yang karimah. Alhasil, alangkah eloknya kehidupan! 

Itulah warisan agung bangsa ini. Maka jadilah bangsa yang berpantun. Sopan caranya memerintah, dan Santun caranya melarang.

Marilah... Tatap bintang yang tampak bersinaran, sinarnya terang bisa menuntun. Bila ingin indah berkehidupan, janganlah lupa menebar pantun.


Batam, 15 Desember 2015

Muhammad Irfan Abdul Aziz
Staff Divisi Kaderisasi BPP FLP

Tidak ada komentar: