Senin, 15 Februari 2021

SEMANGAT BELAJAR DI MASA PANDEMI: Sebuah Prolog

Semangat Belajar di Masa Pandemi

 

< I >

Sebelum kita menyelami tema kita kali ini, alangkah baiknya kita telisik dahulu makna demi makna kata-kata yang menyusun tema ini; Semangat – Belajar – di Masa – Pandemi. Semangat itu artinya kekuatan dan suasana batin, perasaan hati, atau kemauan dan gairah. Belajar itu artinya usaha memperoleh ilmu, atau mengubah tingkah laku dengan pengalaman. Masa itu artinya jangka waktu yang agak lama, atau terjadinya suatu peristiwa penting, yang ada permulaan dan batasnya. Pandemi itu artinya wabah yang berjangkit serempak di mana-mana.

Dari pemaknaan itu maka kita dapat mendapatkan pemahaman awal bahwa semangat itu terkait hati dan belajar itu terkait ilmu yang mengubah tingkah laku berdasarkan pengalaman. Maka kita perlu bersyukur pula, bahwa dengan Pandemi ini sesungguhnya ada pengalaman yang Allah siapkan untuk anak-anak kita. Pengalaman yang tak didapati oleh generasi sebelumnya, dan tentu ada maksud dari Allah yang mungkin belum kita pahami hari ini. Kita juga mendapatkan pemahaman bahwa ketika pandemi ini disebut masa, maka sesungguhnya rentangnya memang akan agak lama bahkan belum terkirakan. Sehingga, sekilas pembahasan kita ini memang meminta kepada kita masing-masing untuk menyiapkan suasana hati kita untuk rentang yang memang agak lama. Maka jangan dianggap pandemi ini akan berakhir dalam satu atau dua bulan, atau dalam satu – dua semester, bahkan satu atau dua tahun. Meskipun kita berharap sesegera mungkin berakhir. Namun tanamkan pemahaman dalam diri kita, bahwa pandemi ini memang suatu masa yang jangka waktunya agak lama. Agar kita tidak kehabisan semangat di tengah perjalanan. Agar sedari awal kita memang mempersiapkan semangat kita untuk rentang yang lama itu. Anggap saja lebih dari setahun.

 

Tanamkan pemahaman dalam diri kita, bahwa pandemi ini memang suatu masa yang jangka waktunya agak lama. Agar kita tidak kehabisan semangat di tengah perjalanan. Agar sedari awal kita memang mempersiapkan semangat kita untuk rentang yang lama itu.

 

< II >

Tapi sebelum kita masuk ke materi, saya ingin setelah kita memahami pemaknaan tema kali ini, kita juga membenahi cara kita memandang kondisi kita hari ini dengan cara pandang keimanan dan keakhiratan yang sesungguhnya sedang kita tuju. Bahwa jelas Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah nyatakan, “Apabila meninggal seorang manusia, akan terputus amalnya kecuali dari tiga hal: Sedekah jariyah (mengalir manfaatnya terus-menerus), Ilmu yang bermanfaat, Anak shalih yang mendoakannya."

Dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu tersebut, mudah kita pahami bahwa dalam kondisi apapun hidup kita ini yang terpenting adalah kita tetap bisa sedekah jariyah, melahirkan ilmu yang bermanfaat, dan meninggalkan anak shalih yang akan mendoakan kita. Kesempatan untuk tiga hal itu sesungguhnya di masa pandemi ini sedang dibukakan sebesar-besarnya kepada para orang tua atau wali murid.

Bukankah menafkahi (anggota) keluarga termasuk sedekah? Termasuk uang jajan yang kita berikan kepada anak-anak kita, yang hari ini mungkin menjadi uang-uang untuk kuota internet yang langsung berdampak pada pembelajarannya. Kita berharap setiap rupiah yang bapak / ibu belikan kuota internet itu menjadi sedekah jariyah di setiap ilmu yang didapat oleh anak-anak kita, dipahami hingga diamalkan.

Begitupun, bukankah hari ini orang tua / wali murid punya kesempatan lebih untuk memberikan ilmu yang bermanfaat bagi anak-anaknya? Membekali anak-anak dengan kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki oleh para orang tuanya. Kemampuan memasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki bangunan, memperbaiki kendaraan, menyimpan sayuran, menyimpan makanan, hingga kemampuan-kemampuan yang lebih luas lagi. Semua itu adalah ilmu yang dapat bermanfaat, hingga terus memberikan pahala kepada kita. Bila selama ini tak sempat orang tua mengajari anak mencuci, memasak, mengantar pesanan katering dan sebagainya, karena waktu yang dimiliki anak habis untuk perjalanan ke sekolah dan kembali seringkali terlambat karena mampir bermain, maka inilah saatnya bapak / ibu membekali anak-anaknya dengan ilmu-ilmu atau keahlian yang dimiliki.

Lalu doa anak yang shalih, tentu kita berharap kedekatan anak dengan orang tua / walinya pada hari-hari ini akan membuat anak-anak kelak dengan ridha mendoakan kita. Jangan sampai dalam kehidupan anak, ia hanya merasa dididik oleh pihak lain. Marilah ambil kesempatan yang Allah berikan dengan adanya wabah ini, hingga anak setidaknya pernah merasakan dididik oleh orang tua / walinya. Hingga saat kita telah kembali kepada Allah, anak-anak itu ridha mendoakan kita.

 

Jangan sampai dalam kehidupan anak, ia hanya merasa dididik oleh pihak lain.

 

< III >

Jadi, seperti yang saya gambarkan di atas. Saat masa-masa normal dahulu, anak pergi ke sekolah lalu menempel bersama guru dan sekolahnya, hingga pulang ke rumah kembali. Maka kini, anak tetap menempel pada orang tua / walinya dan rumah tempat tumbuh berkembangnya, karena proses belajarnya hanya dengan menghubungi guru hingga menerima materinya.

Tentu, ada kelebihan dan kekurangan. Kondisi apapun selalu menyimpan kelebihan dan kekurangan. Tapi sebagai seorang beriman, kita tak punya ruang untuk memikirkan kekurangan, sebab bagi kita semua yang Allah tetapkan bagi kita itu baik. Kenapa baik? Karena Allah telah tegaskan bahwa Dia tak akan membebani seseorang di luar kemampuan. Yang artinya, setiap beban yang kita terima itu sesungguhnya kita mampu memikulnya, atau setiap Allah hendak turunkan beban kepada kita itu sesungguhnya Allah telah siapkan kemampuan kita untuk memikulnya. Masalahnya, kita yakin tidak dengan pernyataan Allah itu? Bila yakin, selesai persoalannya, karena Allah bersama prasangka hamba-Nya. Tapi bila tidak yakin, maka Allah pun berlepas darinya. Sebab dasar keimanan itu keyakinan. Bagaimana kita dianggap sebagai orang beriman bila kita tidak yakin?

Ala kulli hal, sesungguhnya Pembelajaran Jarak Jauh atau Belajar dari Rumah ini bukanlah pilihan kita? Ini merupakan ketetapan Allah, melalui wabah yang diturunkan-Nya. Maka tetaplah berprasangka baik kepada Allah yang telah menetapkannya. Dan di antara prasangka baik itu adalah kita menganggap kondisi Pembelajaran Jarak Jauh atau Belajar dari Rumah ini sebagai pemuliaan bagi kita para orang tua atau walinya para murid tersebut.

 

di antara prasangka baik itu adalah kita menganggap kondisi Pembelajaran Jarak Jauh atau Belajar dari Rumah ini sebagai pemuliaan bagi kita para orang tua atau walinya para murid tersebut.

 

[bersambung]

Tidak ada komentar: