Jumat, 25 September 2015

Nabi Ibrahim alaihissalam dan Argumentasi Logis-nya


Kita mengetahui bahwa Nabi Ibrahim alaihissalam ketika menyeru kepada kaumnya untuk menyembah Allah subhanahu wata’ala semata, ia tidak hanya menyampaikan bahwa menyembah Allah subhanahu wata’ala baik dan menyembah selain-Nya tidak baik. Namun ia juga menjelaskan bahwa ada fakta logis yang harus diterima tentang penyembahan ini.

Ia memaparkan tentang fakta bahwa sesembahan selain Allah subhanahu wata’ala itu tidak dapat dan tidak memiliki kemampuan untuk melimpahkan rezeki. Juga fakta bahwa kembalinya kita setelah perjalanan kehidupan ini tidak lain hanya kepada Allah subhanahu wata’ala.
Bahkan Nabi Ibrahim juga menegaskan bahwa sikap pendustaan pada keimanan dan ketuhanan ini bukanlah wujud baru di masa masyarakatnya, melainkan ia adalah wujud yang sebelumnya juga pernah ada. Yang dengannya, selain hal itu hanyalah pengulangan, maka hal itu juga memiliki peluang penyadaran yang sama menuju keimanan yang sebenarnya. Ini semacam usaha membuka perspektif perbaikan yang selalu punya ruang kemungkinan. Yang dengan segala dayanya, Nabi Ibrahim alaihissalam pun menegaskan bahwa kewajibannya sebagai Rasul hanyalah menyampaikan fakta kebenaran itu.
Begitulah... Hingga kemudian ia pun menyampaikan kepada kaumnya untuk melihat fenomena kehidupan dengan melakukan perjalanan fisik maupun aneka pengamatan. Agar ada hikmah dari identifikasi azab dan rahmat-Nya yang bisa dipetik untuk perenungan makna penghambaan kita. Begitulah yang terpapar dalam firman-Nya surat al Ankabut ayat 16 sampai 27.
Sama halnya saat Nabi Ibrahim alaihissalam berdebat dengan Raja Namrud setelah keluarnya ia dari api pembakaran. Saat itu Nabi Ibrahim alaihissalam mengatakan: "Rabb-ku ialah yang menghidupkan dan mematikan." Jawab Raja Namrud: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan." Maka Nabi Ibrahim alaihissalam pun berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat." Dan Raja Namrud hanya terdiam. Sebab yang ia maksud dapat menghidupkan adalah membiarkan manusia hidup dan yang dimaksud mematikan adalah membunuh mereka. Hal itu bisa kita simak di surat al Baqarah ayat 258.
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Rabbnya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: ‘Rabbku ialah yang menghidupkan dan mematikan’. Orang itu berkata: ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan. Ibrahim berkata: ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.’ Lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Semoga kita bisa turut serta meneladani bapak para nabi ini dalam menyerukan kebenaran di lingkungan masyarakat kita. Mendakwahkan Islam dengan memberikan pemahaman sejelas-jelasnya kepada masyarakat. Sehingga keimanan ini diyakini kebenarannya dengan sepenuh kesadaran, bukan sekadar warisan nenek moyang. Wallahu a’lam.[]

Depok, 10 Dzul Hijjah 1436 H

Muhammad Irfan Abdul Aziz

Tidak ada komentar: