![]() |
Foto Aksi Super Damai 212 - Aksi Bela Islam III (dokumen pribadi) |
Pada momentum Maulid Nabi tahun lalu
(1437 H), saya membuat catatan dengan judul Mengokohkan Identitas Diri sebagai Pewaris Nabi. Dalam catatan itu saya mengajak untuk bersama memahami
urgensi identitas diri. Karena ia modal utama bagi kita sebagai makhluk sosial,
pun modal utama kita sebagai muslim dalam berdakwah yang merupakan esensi pengejawantahan
interaksi sosial. Kita dapat saling mengenal bila ada identitas diri yang bisa
dikenali. Kitapun dapat berdakwah bila ada identitas diri yang menampilkan
kualitas pribadi.
Lalu
dalam catatan itu pula saya mengajak untuk bersama menjadi pewaris Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam. Dengan memahami akan hal yang hendaknya kita warisi dan
langkah teknis untuk menjadi pewaris Nabi. Singkatnya, yang hendaknya diwarisi
adalah al Qur’an dan langkah teknisnya untuk menjadi pewaris Nabi adalah
mewarisi ilmu. Sementara kita juga memahami bahwa semua ilmu yang ada dalam
kehidupan ini asalnya dari Allah subhanahu wata’ala; yang diturunkan
berupa firman dan ilham. Firman hanya diturunkan kepada Nabi dan Rasul-Nya, sementara
ilham diturunkan kepada siapa saja. Adapun dari semua ilmu yang ada di dunia
ini, maka ilmu yang utama adalah firman-Nya yang diturunkan kepada penutup para
Nabi dan Rasul, yaitu Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Itulah al
Qur’an yang dijamin keterjagaannya oleh Allah azza wa jalla. Maka
mewarisi ilmu untuk menjadi pewaris Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya
dengan mewarisi al Qur’an.
Oleh karena
itu, ada baiknya kita luangkan waktu sejenak untuk menyelami pewarisan al Qur’an
dalam momentum Maulid Nabi kali ini. Terlebih di tahun 1438 H ini kita baru
saja melalui momentum pembelaan al Qur’an yang begitu dahsyat setelah adanya penistaan
atasnya yang terlontar dari lisan seorang pemimpin kafir nan zalim. Selain memang
karena al Qur’an memiliki korelasi yang kuat dengan momentum Maulid Nabi, sebab
al Qur’an adalah akhlaq Rasulullah. Maka bila kita mencintai Rasulullah,
hendaknya kita tak luput membela al Qur’an.
Membela al Qur’an
Aksi Bela Islam 411 dan Aksi Bela
Islam 212 bagaimanapun tidak bisa begitu saja terlupakan. Bahkan ia sangat
layak dicatat dalam sejarah. Berjuta-juta umat Islam dari penjuru nusantara
datang ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan biaya masing-masing untuk satu
tujuan; menuntut agar penista al Qur’an diadili segera!
Tapi sadarkah kita ketika Aksi Super
Damai 212 diadakan pada awal bulan Rabi’ul Awwal? Ini adalah bulan kelahiran
Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Maka aksi yang mencerminkan
kecintaan kita kepada al Qur’an itu bertemu dengan bulan yang menjadi momentum
refleksi kecintaan kita kepada Rasulullah. Bedanya, bila kecintaan kepada Rasulullah
sudah sangat sering kita tampilkan dalam seremonial-seremonial Maulid, maka
kecintaan kepada al Qur’an mungkin baru menemukan momentum penghayatannya dalam
aksi-aksi tersebut. Padahal, sesungguhnya bila kita giat menanamkan kecintaan
kepada Rasulullah, hendaknya juga tak kalah giatnya menanamkan kecintaan kepada
al Qur’an. Sebab al Qur’an itulah risalah Rasulullah. Al Qur’an itulah warisan
Rasulullah. Dan bila kita merujuk pada istilah dari ibunda Aisyah radhiyallahu
‘anha, bahwa sesungguhnya akhlaq Rasulullah adalah al Qur’an.
Satu hal pula yang hendaknya kita
pahami, bahwa semua usaha untuk menampilkan bukti cinta kita kepada Rasulullah
dan al Qur’an itu semata-mata untuk sebuah kemuliaan di hari akhirat kelak.
Sebab Rasulullah pernah bersabda, “Seseorang itu
bersama orang yang dicintainya pada hari kiamat.” Maka bila kita mencintai Rasulullah, satu harapan kita agar
kelak di akhirat dapat bersama beliau. Begitupun bila kita mencintai al Qur’an,
satu pula harapan kita agar kelak di akhirat dapat dibersamainya sebagai
pembela. Oleh Karena itu, membela al Qur’an sesungguhnya menyimpan harapan agar
kita dibela al Qur’an di hari akhirat kelak.
Mencintai Rasulullah
Bukti cinta kita kepada
Rasulullah adalah bila kita mampu meneladani beliau dan melanjutkan warisannya.
Meneladani kepribadian Qur’aninya, di mana seluruh laku hidupnya terbimbing
oleh al Qur’an. Dan melanjutkan warisannya berupa al Qur’an, dengan merawat segenap
kata dan makna yang dikandungnya.
Meneladani kepribadian Qur’ani
itulah esensi dari pembelaan kita kepada al Qur’an. Sementara untuk dapat meneladaninya
kita hendaknya selalu merawat segenap kata dan makna yang dikandungnya. Bahwa
kita menglafalkan kata-katanya dan menunaikan makna-maknanya. Sebab kita tak mungkin
menunaikan makna-maknanya tanpa melafalkan kata-katanya, pun kita tak guna hanya
melafalkan kata-katanya tanpa menunaikan makna-maknanya.
Maka yang jauh lebih penting dalam
momentum Maulid Nabi bukanlah pada seremonial-seremonial semata, melainkan
bagaimana meningkatkan komitmen kita dalam melafalkan kata-kata dan menunaikan
makna-makna yang dikandung al Qur’an sebagai akhlaq Rasulullah dan warisannya.
Bila kemarin dalam Aksi Bela Islam kita telah tampil bersama sebagai pembela al
Qur’an, maka pada momentum Maulid Nabi kali ini kita tegaskan komitmen kita
terhadap al Qur’an. Bahwa kita akan berkomitmen selalu melafalkan kata-katanya dan
menunaikan makna-maknanya dalam semua episode kehidupan.
Epilog
Demikianlah korelasi nan erat antara
Rasulullah dan al Qur’an. Bahwa Rasulullah yang membawa risalah al Qur’an, dan
al Qur’an yang merupakan akhlaq Rasulullah. Siapa yang meragukan pembawa risalah,
maka ia telah kafir karena cacat keimanannya terhadap Rasulullah. Adapun siapa
yang meragukan makna-makna dari risalah, maka ia telah munafiq karena mengimani
namun enggan mengamalkan.
Begitulah perkara pelecehan terhadap
al Qur’an dari masa ke masa, berkisar pada dua hal tersebut. Sebagiannya
melecehkan dengan meragukan pembawa al Qur’an, dan mereka itulah orang-orang
kafir. Yang mempertanyakan; apakah Muhammad benar Rasulullah dan apakah Muhammad
benar menerima al Qur’an? Lalu sebagiannya melecehkan dengan meragukan
makna-makna dari al Qur’an, dan mereka itulah orang-orang munafiq. Yang
mempertanyakan; apakah benar maknanya demikian? Padahal intinya mereka enggan
untuk mengamalkan makna tersebut.
Bila cinta Rasulullah, maka bela al
Qur’an! Sepenuh kata dan makna yang dikandungnya, jadikanlah sebagai akhlaq
diri. Semoga kemuliaan teranugerahkan kepada kita, kemuliaan yang mampu
membungkam para penista.
Jum’at, 9
Desember 2016
Muhammad Irfan
Abdul Aziz
SMART (Studi
Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar