الله
أكبر (9مرات) لا إله إلا الله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد.
الْحَمْدُ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ
اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Allahu Akbar…
Allahu Akbar… Allahu Akbar... wa lillahil hamd
Kaum Muslimin
yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala
Sebagaimana
satu-satunya perintah kewajiban puasa di dalam al Qur’an, yaitu pada surat al
Baqarah ayat 183, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
"يٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡڪُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ
مِن قَبۡلِڪُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ."
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.”
Maka, Puasa kita,
sejatinya telah melatih diri menjadi insan yang bertaqwa. Lalu, apa itu Taqwa?
Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika mengomentari ayat 102 dari surat Ali
Imran, yaitu firman-Nya “Bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar
taqwa dan janganlah kalian mati kecuali kalian dalam keadaan Muslim”, maka ia
berkata bahwa Taqwa adalah:
أن يطاع فلا يعصي
ويذكر فلا ينسى وأن يشكر فلا يكفر، وشكره يدخل فيه جميع فعل الطاعات ومعنى ذكره
فلا ينسي ذكر العبد بقلبه لأوامر الله في حركاته وسكناته وكلماته في مثلها
ولنواهيه في ذلك كله فيجتنبها.
“Ia selalu taat kepada Allah dan tidak bermaksiat, ia selalu
mengingat Allah dan tidak pernah lupa, serta ia selalu bersyukur dan tidak
kufur nikmat. Dan yang disebut kesyukuran adalah semua bentuk ketaatan, dan
maksud mengingat Allah serta tidak melupakan-Nya adalah kesadaran seorang hamba
dengan hatinya pada semua perintah Allah dalam geraknya, diamnya, dan
ucapannya, serta kesadaran pada semua larangan-larangan-Nya yang harus
dijauhinya.”
Allahu Akbar…
Allahu Akbar… Allahu Akbar... wa lillahil hamd
Kaum Muslimin
yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala
Dari makna Taqwa yang
diungkap oleh Ibnu Mas’ud tadi, maka kita memahami bahwa Ketaqwaan itu adalah
fitrah manusia. Sebab dengan ketaqwaan; kita mengenal Tuhan, taat terhadap
seluruh perintah-Nya dan larangan-Nya, serta mengikuti panduan hidup dari Sang
Pencipta. Dengan Ketaqwaan pula, seperti kata Umar bin Abdul Aziz, kita akan
diberi rezeki kebaikan. Kebaikan itulah yang diinginkan setiap manusia, dan
itulah fitrah manusia. Tidak ada dari kita yang punya harapan, kecuali harapan
terhadap limpahan kebaikan-kebaikan.
Maka, hari ini… Selain
hari kita berbuka dari perjalanan puasa selama sebulan, sebagaimana makna Iedul
Fitri yaitu kembali berbuka, semoga juga menjadi hari di mana fitrah-fitrah
kita kembali tersegarkan.
Allahu Akbar…
Allahu Akbar… Allahu Akbar... wa lillahil hamd
Kaum Muslimin
yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala
Di antara fitrah
kemanusiaan kita adalah dibolehkannya berbahagia pada hal-hal yang mubah. Dan
hari ini kita menikmati beragam hidangan, pakaian, dan segenap refreshing.
Selain juga, semakin meningkatnya pengenalan dan pengamalan kita terhadap
segala perintah-Nya serta penjagaan kita terhadap segala larangan-Nya.
Mengamalkan perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya, serta mensyukuri segala yang
dimubahkan bagi kita; semua itu adalah fitrah kemanusiaan kita. Allah subhanahu
wata’ala menetapkannya karena Dia-lah yang menciptakan kita, yang karenanya
Allah Maha Mengetahui akan fitrah kemanusiaan kita.
Sesungguhnya, ini pula
yang merupakan jawaban bagi kesengsaraan ummat manusia saat ini; yaitu dengan
mengembalikan fitrah manusia, fitrah yang telah ditetapkan oleh Pencipta
Manusia dan tertuturkan pada firman-Nya.
Maka, bagi yang
terdzalimi karena sistem manusia, keadilan itu akan ditemukan saat manusia
menemukan fitrah kemanusiaan. Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman:
يَـٰٓأَيُّہَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٲمِينَ لِلَّهِ شُہَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ
وَلَا يَجۡرِمَنَّڪُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ
هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا
تَعۡمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang
selalu menegakkan [kebenaran] karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Bagi yang galau karena
sistem ekonomi kapitalis, yang sebagian besarnya hanya statistik angka-angka
semata serta tidak menyentuh substansi kemanusiaan, maka jawabannya
mengembalikan pada fitrah manusia. Dan ketika berbicara terkait pembagian harta
dan pengelolaannya, Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat al
Hasyr ayat 7:
كَىۡ
لَا يَكُونَ دُولَةَۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡۚ
“Supaya
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Allah subhanahu wata’ala juga berfirman pada surat
al Ma’arij ayat 24 dan 25:
وَٱلَّذِينَ
فِىٓ أَمۡوَٲلِهِمۡ حَقٌّ۬ مَّعۡلُومٌ۬، لِّلسَّآٮِٕلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ.
“Dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).”
Begitupun bagi yang
frustasi dengan masalah moral, galau dengan penjajahan sistem kapitalis, maupun
yang risau dengan segala masalah kehidupan, maka solusinya adalah kembali pada fitrah
manusia.
Allahu Akbar…
Allahu Akbar… Allahu Akbar... wa lillahil hamd
Kaum Muslimin
yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala
Bila ketaqwaan itulah
fitrah insani, maka fitrah itu sendiri berarti Islam. Dan Abu Hurairah
berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan fitrah adalah agama. Oleh karenanya,
anak kecil yang meninggal dunia akan masuk surga, sebab ia dilahirkan dengan agama
Islam walaupun ia terlahir dari keluarga non muslim.
Maka, satu-satunya
sistem yang bisa mengembalikan fitrah manusia adalah Islam. Dan Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam surat ar Ruum ayat 30:
فَأَقِمۡ
وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفً۬اۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡہَاۚ
لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ
ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ.
“Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
قال
النبي صلى الله عليه و سلم: "كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه
أو يمجسانه." (رواه البخاري و مسلم)
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani
atau Majusi.” (HR. Bukhari & Muslim)
Allahu Akbar…
Allahu Akbar… Allahu Akbar... wa lillahil hamd
Kaum Muslimin
yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala
Maka yang kita butuhkan
kemudian adalah memahamkan ummat pada Islam serta kembali ke al Qur’an dan Hadits.
Dengan demikian, kita mengembalikan Islam sebagai gaya hidup ummat.
Kita telah memulainya
pada Ramadhan ini, maka hendaknya kita melanjutkannya pada hari-hari
setelahnya. Agar fitrah kita tetap terjaga, dan kita tak semakin menjauh dengan
fitrah kemanusiaan yang ditetapkan-Nya.
Teruslah membaca dan
mempelajari al Qur’an, sebab di situlah Allah jelaskan fitrah-fitrah kehidupan
ini. Teruslah mendirikan shalat berjamaah, sebab shalat-shalat itulah yang akan
mengontrol diri kita dari kemunkaran. Teruslah mendatangi masjid, sebab
sebagaimana firman-Nya:
لَّمَسۡجِدٌ
أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقۡوَىٰ مِنۡ أَوَّلِ يَوۡمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِۚ فِيهِ
رِجَالٌ۬ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُطَّهِّرِينَ
“Sesungguhnya
masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih patut
kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan
diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات
والذكر الحكيم ، أقول قولي هذا فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Jakarta, 1 Syawal 1436 H
Muhammad Irfan Abdul Aziz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar