IRFAN AZIZI, (08/2013) _ Kembali saya coba
meresapi bait demi bait naskah Pembukaan UUD 45 pada upacara 17-an kemarin.
Saya selami kata demi katanya, hingga sampai pada paragraf terakhir. Ada
kalimat menarik di sana, tentang fungsi pemerintahan Indonesia yang kala itu
akan dibentuk; “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Bahwa Negara ini diperjuangkan selain sebagai payung bangsa
Indonesia guna tercapaianya kesejahteraan bersama dan kehidupan bangsa yang
cerdas, juga sebagai sarana efektif untuk turut serta dalam melaksanakan
ketertiban dunia. Pada pernyataan untuk turut aktif melaksanakan ketertiban
dunia, ada tiga landasan yang menjadi dasar; Kemerdekaan, Perdamaian, dan
Keadilan Sosial.
Mungkin ini lebih detail daripada pernyataan di awal Pembukaan
UUD 45, yang menyatakan bahwa ‘penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan’. Bila di pernyataan awal
ini mungkin kita maknai sebagai penjajahan antar bangsa dengan segala ragamnya,
maka yang terakhir ini lebih kepada ketertiban dunia secara umum yang juga
konsen pada segala kemelut sesama anak bangsa di belahan dunia lainnya tersebab
abainya pada nilai-nilai Kemerdekaan, Perdamaian, dan Keadilan Sosial.
Maka peran kebangsaan kita dalam pentas internasional memang
sejak awal tidak saja ditujukan untuk menghapuskan penjajahan antar Negara,
tetapi juga memandu kehidupan dunia yang tertib dengan terjaganya nilai
kemerdekaan dan perdamaian serta keadilan sosial. Dalam konteks inilah, mungkin
kita perlu punya sikap terhadap gejolak di beberapa negara (Palestina, Mesir,
Syria, Yaman dan lainnya).
Kemerdekaan
Kemerdekaan juga bermakna kebebasan. Yaitu keadaan berdiri
sendiri yang bebas, lepas, tidak terjajah lagi. Yang dalam keyakinan bangsa
kita, kemerdekaan adalah hak segala bangsa.
Di sini, ketika kemerdekaan tiada, maka dapat kita bayangkan
kebebasan bersuara disumbat dan kebebasan bergerak dikerangkeng. Bahkan hanya
sekadar berpikir tak ada lagi kebebasan, apatah lagi mencari jati diri dan
mengekspresikan cita rasa diri.
Maka memandang bangsa-bangsa bergejolak itu kini; di saat
suara-suara mereka dihampakan, pandangan-pandangan mereka ditumpulkan,
lengan-lengan mereka dijerujikan, langkah-langkah mereka dilumpuhkan, dan
nafas-nafas mereka dibatasi; dengan mudah sebenarnya kita dapat mengenali
adanya penyusutan hawa kemerdekaan di sana.
Oleh karenanya, bangsa besar ini harus punya peran mengembalikan
kemerdekaan itu. Sebab kebebasan itu asas pertumbuhan cinta. Karena ekspresi
yang merupakan tampilan citarasa cinta hanya dapat muncul di alam kebebasan.
Yang bila kebebasan hilang, maka lumpuhlah cinta. Dan bila cinta lumpuh,
nestapalah dunia dengan segenap ketidakadilan.
Perdamaian Abadi
Damai itu tidak ada perang, tidak ada kerusuhan, dan aman. Dalam
KBBI diungkap permisalannya dengan kalimat ‘dalam
masa damai perindustrian maju pesat’. Entah sengaja atau tidak,
namun kondisi damailah yang memang dibutuhkan untuk pertumbuhan
kerja. Sebab damai juga bermakna: tenteram, tenang, dan rukun. Jika cinta
akan tumbuh di alam kemerdekaan, di sini kerja akan tumbuh pada alam kedamaian.
Maka memandang bangsa-bangsa bergejolak itu kini; yang sedang
carut-marut dengan konflik sesama anak bangsanya; tugas bangsa Indonesia adalah
membuktikan ikrar Perdamaian Abadi itu. Yang dalam pengertian KBBI dimaknai
dengan penghentian permusuhan. Maka hendaknya kita tak acuh dengan kondisi
konflik negara-negara itu. Mari kita turut serta ciptakan Perdamaian Abadi;
hentikan permusuhan. Sebab dalam alam kedamaian, kesejahteraan dunia akan dapat
kita capai.
Keadilan Sosial
Akhirnya saya semakin penasaran, contoh kalimat apa yang dipakai
dalam KBBI untuk kata ’keadilan’? Ternyata di situ tertulis; ’Pemerintah
menciptakan keadilan bagi masyarakat’. Walaupun hanya sekadar contoh, namun
perumpamaan kalimat itu tetap bagus untuk menjadi inspirasi kita, bahwa memang
tugas pemerintahlah memastikan nilai-nilai keadilan ada dalam setiap denyut
nafas hidup masyarakatnya.
Lalu apa yang ingin dipahamkan dari frase ’Keadilan Sosial’?
Ialah ’kerjasama untuk menghasilkan masyarakat yang bersatu secara organis
sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan nyata
untuk tumbuh dan belajar hidup pada kemampuan aslinya’.
Bukankah itu bertujuan mewujudkan harmoni? Saat semua bertumbuh
dengan kesempatan yang sama, mengaktualisasikan potensi alaminya; lalu hidup
dengan tata sosial yang profesional.
Walaupun saya agak ragu mencermati makna yang dituturkan dalam KBBI
itu. Benarkah kita siap mengawal Ketertiban Dunia yang berasaskan Keadilan
Sosial? Saat bangsa-bangsa bergejolak itu tercabik-cabik masyarakatnya dan
saling dipencarkan oleh sebagian kekuatan yang tidak bertanggungjawab, saat
setiap anggota masyarakatnya tidak memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh
dan belajar hidup, sementara kita cenderung diam?
Epilog
Catatan sederhana ini hanya sebentuk keinginan menyelami kembali
semangat pembentukan negeri ini. Walaupun pada implementasinya memang terlalu
banyak faktor politik antar bangsa yang melingkupi. Bila memang karena faktor
itu, mungkin kita masih dapat memahami. Tapi bagaimana kalau diam ini memang
karena kita tak pernah meresapi spirit bernegara? Ah, alangkah malangnya kita,
bila hadirnya jiwa menyimak naskah warisan tanpa pernah sampai pada peresapan
yang mendalam. Atau; mungkin kita pun hanya ber-negara saat hari kemerdekaan,
selain hari itu kita tak lagi sedang ber-negara?![]
2 komentar:
Ini blog yang isisnya benar-benar serius :-P
hehehe....
Posting Komentar