Jumat, 27 September 2024

Syaikh Yusuf, izinkan kami menghayati tapak awal dakwahmu...


Saudaraku, Dr. Yusuf Al Qaradhawi telah wafat di usianya yang ke-96 tahun. Sebagai orang beriman, kita tentu meyakini dengan sedalam keyakinan bahwa Al Baqa' lillah (yang kekal hanya milik Allah). Kita menangis namun tak menangisi. Kita hanya berharap dapat meraih pahala yang telah ia dapatkan, dan tak mendapatkan fitnah dunia sepeninggalnya. 

Kematian adalah nasehat terbaik. Baik terkait momen kematiannya, maupun terkait sosok yang wafat tersebut. Maka mari kita mengambil nasehat dari kehidupan sosok yang baru saja wafat itu. Tentang bagaimana ia membina dirinya, dan bergabung dalam kerja-kerja pembinaan tersebut.

Saudaraku,
Dr. Yusuf Al Qaradhawi terbangun kesadaran dakwahnya saat usia 14 tahun. Momennya sederhana, yaitu hadir di majelis Muharram yang diisi oleh Syeikh Hasan.

Sungguh, momen-momen sederhana seperti ini jangan pernah dianggap remeh. Mungkin kita punya adik, anak, sepupu, atau orang-orang di sekitar yang seusia remaja seperti itu. Jangan ragu untuk mengajaknya bermajelis dengan pimpinan dakwah, bahkan mungkin sekadar bertemu melayani para masyayikh. Mungkin saja itu menjadi momen terbangunnya kesadaran dakwah dalam dirinya, momen yang akan melekat kuat dalam ingatannya.

Saudaraku,
Apa sebenarnya yang disampaikan oleh Syeikh Hasan saat majelis Muharraman? Dr. Yusuf Al Qaradhawi mengatakan, bahwa yang disampaikan Syeikh Hasan adalah kisah Hijrah Rasulullah. Tapi bukan seperti kisah kebanyakan, yang hanya menuturkan alur cerita. Syeikh Hasan membahas kisah hijrah dengan berbagai pelajaran yang mesti diambil darinya. Ia sadarkan jama'ah pengajian tentang hijrah sebagai batas pemisah periode pembinaan pribadi dan periode pembentukan masyarakat. Hingga sampailah pada kesimpulan, agar kita terus aktif mencetak pribadi muslim hingga membentuk masyarakatnya. 

Ceramah yang membuahkan amal. Itulah yang terkesan di benak Dr. Yusuf Al Qaradhawi. Dan beliau pun menerapkan itu pada jalan dakwah ilmunya. Kita dapat membaca banyak karyanya, yang arahan-arahan ilmunya sangat berorientasi amal. Maka memudahkan dan menjadi solusi. Dakwah yang sedang kita jalani inipun arahnya pada amal, baik amal membentuk pribadi muslim, hingga amal memandu masyarakat dan seterusnya. Yang seperti itulah disebut taujih. Maka seni men-taujih (memberi arahan) mesti terlatih pada setiap diri aktivis dakwah. 

Saudaraku,
Ada hal sederhana yang berkesan pada diri Dr. Yusuf Al Qaradhawi, terkait pengenalannya pada organisasi dakwah. Yaitu saat beliau diundang untuk membacakan syair di sekretariat. Usianya 16 tahun, dan itu disebutnya sebagai momen pertama kalinya naik mimbar di sekretariat.

Hal-hal sederhana seperti ini sungguh menjadi istimewa dalam konteks dakwah. Mengundang siapapun, tampil di mimbar sekretariat atau kegiatan resmi kita. Apakah anak-anak kita, murid-murid kita, bahkan siapapun. Maka InsyaAllah, lahirlah para pemimpin dakwah dari kesan pengalaman itu. 

Saudaraku,
Yang terakhir ini semoga menjadi motivasi bagi kita. Sejak terbangun kesadaran dakwahnya, sesungguhnya tidak kemudian ia mudah mendapatkan pembinaan. Ia berada di Thantha, sementara Syeikh Hasan di Cairo. Jaraknya 100 KM, yang kini bisa ditempuh 2 jam perjalanan. Tapi tahun 1941, mungkin lebih lama dan tak mudah transportasinya. Alhasil, sekitar 7 tahun ia hanya bisa menanti sang guru bila sedang mengisi kajian di kotanya atau kota sekitarnya. 

Hingga tibalah jalan hidupnya untuk melanjutkan kuliah di Universitas Al Azhar. Ia pun berpikir bisa duduk membersamai sang guru. Namun Allah berkehendak lain, sang guru syahid terbunuh, dan iapun harus menjalani tahanan hampir 7 tahun lamanya. Usianya saat itu 22 tahun. 

Beliau tak lagi bisa membersamai sang guru. Tapi perhatikan pernyataannya: "Yang tinggal di hadapan saya hanyalah bermurid kepada pemikiran-pemikiran beliau yang tersebar dalam berbagai risalah, makalah, murid, dan sahabat-sahabat yang hidup bersama beliau, dan langsung mengambil ilmu dan amal, pemikiran dan kepribadian dari beliau."

Sungguh. Kita yang hari ini merasa tak tersentuh pembinaan, karena sang guru jauh berada di perkotaan, atau jarak kita ke tempat sang guru yang teramat jauh, jangan pernah berkecil hati lalu abai membina diri sendiri. Ada banyak pemikiran para guru di berbagai buku atau media apapun, juga pada murid dan sahabatnya yang mungkin ada di sekitar kita. Hampirilah itu! Hayati pemikiran-pemikiran yang tertuang padanya! Sesungguhnya itulah swadidik diri yang bisa kita lakukan secara mandiri, seiring pembinaan terprogram yang terus kita usahakan.

Yaa Allah, jangan halangi kami dari pahala yang telah didapat oleh Dr. Yusuf Al Qaradhawi, dan jangan hadirkan fitnah kepada umat Islam sepeninggalnya.


Malam kedukaan,
27/09/2022

 

Tidak ada komentar: