Terkait jama'ah dakwah ini, seperti jawaban Kakek
Rasulullah saat ditanya, "هل فعلا الكعبة لها رب يحميها؟" (Apakah Ka'bah
memiliki Tuhan yang melindunginya?)
Saat itu Abdul Muthalib menjawab, لِلْبَيْتِ رَبٌّ يَحْمِيهِ (Ka'bah memiliki Tuhan yang melindunginya).
Jadi
begitu pula dakwah ini, لِلدعوة رَبٌّ يَحْمِيها (Dakwah ini ada Tuhan
yang menjaganya) atau لِلجماعة رَبٌّ يَحْمِيها (Jamaah ini ada Tuhan
yang menjaganya). Oleh karena itu, insyaAllah jama'ah dakwah ini akan
terus dijaga oleh Allah. Yang penting, kita tetap bersama jama'ah.
Allah subhanahu wata'ala telah menyebutkan dalam surat Al Ankabut ayat 2 - 3:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
وَلَقَدْ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ وَلَيَعْلَمَنَّ ٱلْكَٰذِبِينَ
Dan
sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Bila
ada masalah, pandanglah itu sebagai ujian keimanan dari Allah. Hal
itu dilakukan Allah untuk mengetahui siapa yang jujur keimanannya dan
siapa yang dusta. Siapa dari kita yang jujur dalam keimanan, dan siapa
dari kita yang dusta dengan keimanannya.
Karena
itulah, kita menghadapi masalah dengan kerangka menghadapi ujian. Lalu
kita berharap akan lulus, dan dinilai telah jujur dalam keimanan.
Sehingga kita tidak justru lari dari ujian tersebut.
Berikutnya,
kita perlu memantapkan kembali diri kita masing-masing, bahwa loyalitas kita kepada Allah subhanahu wata'ala. Menjadi loyalis Allah
itu berarti menjadi seorang yang Rabbani. Dalam surat Ali Imran ayat 79
disebutkan:
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ
ٱللَّهُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحُكْمَ وَٱلنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ
كُونُوا۟ عِبَادًا لِّى مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَٰكِن كُونُوا۟ رَبَّٰنِيِّنَ
بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ ٱلْكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ
Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu
menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya."
Jadi
peran dakwah kita bukan untuk menambah loyalis bagi diri kita,
melainkan menambah loyalis Allah. Menjadikan orang-orang di sekitar
kita, termasuk kita, sebagai orang-orang yang Rabbani. Yaitu yang selalu
mengajarkan Al Quran dan mempelajarinya, atau selalu membangun
kesetiaan terhadap semua yang terkandung dalam Al Quran.
Bagaimanapun,
Al Quran adalah pesan dari Allah subhanahu wata'ala yang disampaikan
oleh Rasulullah secara official. Maka keberadaan Rasulullah sebagai
pembawa pesan juga memberikan penjelasan-penjelasan terkait pesan
tersebut, baik dengan penerapan di kehidupan beliau maupun dengan
pesan-pesan lisan dan isyarat-isyaratnya.
Lalu dalam hal capaian-capaian kedudukan kita, Allah berfirman dalam surat Al Hajj ayat 41:
ٱلَّذِينَ
إِن مَّكَّنَّٰهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ أَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟
ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُوا۟ بِٱلْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا۟ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۗ
وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلْأُمُورِ
(yaitu) orang-orang
yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka
mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali
segala urusan.
Jadi
setiap posisi kita harus difungsikan untuk beribadah kepada-Nya, dan
melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar. Tidak hanya amar ma'ruf
(memerintahkan kepada kebaikan), tapi juga nahi munkar (mencegah
keburukan). Ini yang harus kita jaga, dan peran ini tidak boleh hilang
dari diri kita.
Karena akhirnya seperti dalam surat Ali Imran ayat 152:
مِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلأاخِرَةَ ۚ
Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.
Akan
ada orang-orang yang mengharapkan dunia, tapi tetap ada orang yang
mengharapkan akhirat. Yang mengharapkan akhirat itulah orang-orang yang
Rabbani, yang orientasi hidupnya sebagai pengabdian kepada Allah dan
mengimplementasikan semua yang diarahkan oleh Allah.
Dan akhirnya kita dalam posisi membuktikan janji kita masing-masing. Sebagaimana difirmankan dalam surat Al Ahzab ayat 23:
مِّنَ
ٱلْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا۟ مَا عَٰهَدُوا۟ ٱللَّهَ عَلَيْهِ ۖ
فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُۥ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا
بَدَّلُوا۟ تَبْدِيلًا
Di antara orang-orang mukmin
itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada
Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada
(pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).
Kita
yang masih tersisa di dunia ini, terus berada dalam penantian.
Sepanjang penantian itu, mestinya kita tidak mengubah janji kita kepada Allah.
[SM, 2023]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar