Sabtu, 02 Juli 2016

MEMBENAHI PONDASI IKHLAS DALAM BERDAKWAH (4)


Kenapa kita takut dicela manusia? Bukankah tidak ada yang bisa menghinakan kecuali Allah azza wa jalla? Mungkinkah orientasi kita mulai beralih ke selain Allah subhanahu wata'ala?


Begitulah salah satu indikasi tumbuhnya benih riya', takut dicela manusia. Maka menghilangkan rasa takut semacam itu merupakan salah satu cara kita menghilangkan riya'. Selain itu, mengetahui kebesaran dan keagungan Allah juga merupakan cara menyembuhkan penyakit riya'.

Karena dengan mengenal nama dan sifat Allah azza wa jalla, kita akan mengenali betul bahwa hanya Allah yang mampu memberikan manfaat dan mudharat, yang mampu memuliakan dan merendahkan, yang mampu mengangkat dan menjatuhkan setiap Makhluk-Nya, yang mampu memberi dan menolak sesuatu, serta yang mampu menghidupkan dan mematikan setiap manusia. Maka selanjutnya kita akan mengenali adanya balasan kenikmatan dan siksaan.

Seharusnya kita menerima secara santai setiap celaan. Bila apa yang dicelakan itu benar, jadikan sebagai nasehat dan petunjuk atas kekurangan diri. Namun bila apa yang dicelakan itu tidak benar, jadikan sebagai pelajaran karena sesungguhnya memberi tahu kita sesuatu yang tidak kita ketahui atau mengingatkan kita sesuatu yang terlupa.

"Berusahalah dengan keras untuk menjauhkan sebab-sebab riya'. Jadikanlah manusia yang ada di sekelilingmu itu seakan hewan atau anak-anak kecil yang tidak mampu membedakan ibadahmu. Jangan hiraukan mereka, ada ataupun tidak ada di hadapanmu, atau apakah mereka mengetahui ibadah kamu atau tidak. Dan cukuplah amal ibadahmu hanya diketahui Allah semata." Begitu salah satu kutipan dari ulama yang termuat dalam kitab Al Ikhlash wa asy Syirk al Asghar.

Ketika turun ayat ke 60 di surat al Mu'minun, ibunda Aisyah radhiyallahu 'anha langsung merespon. "Wahai Rasulullah, apakah dia (yang gemetar itu) adalah orang yang berzina, mencuri dan meminum arak?" begitu tanya Aisyah radhiyallahu 'anha.

Rasulullah pun menjawab, "Tidak, wahai putri Abu Bakar. Akan tetapi dia adalah orang yang rajin berpuasa, bersedekah dan shalat serta takut apabila amalnya tidak diterima Allah."

Inilah ayat yang hendaknya selalu kita terapkan di sepanjang amal-amal kita. "Dan orang-orang yang memberikan apa yang mereka berikan sedang hati mereka gemetar karena mereka yakin akan kembali kepada Tuhan mereka." Selalu khawatir amalan tidak diterima.

Maka teruslah berdoa seperti doa Abu Darda radhiyallahu 'anhu, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sikap khusyu' kemunafikan."

Pernah ada yang bertanya kepada Abu Darda radhiyallahu 'anhu, "Apakah yang dimaksud dengan khusyu' kemunafikan?" Beliaupun menjawab, "Engkau melihat seseorang yang lahirnya khusyu', namun hatinya tidaklah khusyu'."

Semoga kita tetap bisa khusyu' lahir dan batin. Teruslah menjauhkan rasa ingin dilihat. Menjauhlah dari setan dengan memperbanyak ibadah dan dzikir, karena setanlah yang menjerumuskan perasaan-perasaan kita dalam riya'.

Teruslah mengingat kematian dan tidak memperpanjang angan-angan. Bergaullah dengan orang-orang yang ikhlas dan bertakwa. Semoga itu semua membantu kita menjaga rasa-rasa batin agar tetap dalam keikhlasan. 

Husain al 'Uwaisyah mengatakan dalam kitabnya al Ikhlash, "Apabila engkau telah berzuhud dari kesenangan, maka keikhlasan akan mudah muncul kepadamu." Sebab pesan Ibnul Qayyim, tidak ada satupun yang perlu ditampakkan kecuali semuanya adalah milik Allah semata, dan seorang hamba tidak akan diberi apapun kecuali oleh Allah.

Yaa Allah... Karuniakan kepada hati-hati kami, keikhlasan kepada-Mu semata. Aamiin. 



Muhammad Irfan Abdul Aziz
27 Ramadhan 1437 H

Twitter: @Daybakh
BBM PIN: 56C730A3
Channel Telegram: @MadrasahRamadhan


Tidak ada komentar: