Jumat, 01 Juli 2016

MEMBENAHI PONDASI IKHLAS DALAM BERDAKWAH (3)


"Maukah kalian aku ceritakan tentang hal yang lebih aku takutkan terhadap kalian dari Dajjal. Yaitu syirik khafi (yang tersembunyi), di mana seseorang melakukan shalat dengan sempurna namun karena ingin dilihat orang." (HR. Ibnu Majah)


Pesan Rasulullah tersebut mengingatkan kita, agar senantiasa menjaga rasa hati kita. Rasa yang murni hanya dengan celupan Allah subhanahu wata'ala, bukan celupan-celupan yang lainnya. Sehingga apa yang telah kita bangun dari amal-amal itu, tidak tersapu bersih rata tak bersisa. Atau sebagaimana Allah azza wa jalla memberikan perumpamaan dalam surat al Baqarah ayat 264, "Seperti batu licin yang ada tanah di atasnya, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu batu itu bersih licin (tidak bertanah lagi)."

Suatu ketika Rasulullah menyampaikan hadits Qudsi yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim. "Aku adalah sekutu yang paling tidak dapat disekutukan," demikian Allah azza wa jalla menyatakan. "Barangsiapa beramal kemudian menyertakan hal lain selain diri-Ku, maka Aku akan meninggalkannya dan dia akan bersekutu dengan hal lain itu."

Atau dalam riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah, Rasulullah menegaskan, "Barangsiapa dalam melakukan amalannya menyekutukan Allah, maka mintalah pahalanya dari selain Allah, karena sesungguhnya Allah adalah sekutu yang paling tidak dapat disekutukan."

Maka kepada siapa seorang Muslim nan Da'i hendak bersekutu? Bagaimana nasib kita bila ditinggalkan Allah, bahkan imbalan pun Allah subhanahu wata'ala tak berkenan memberikan? Apakah sekutu-sekutu selain Allah azza wa jalla mampu memberikan keberhasilan dalam dakwah ini?

Bahkan bilapun ada keberhasilan di dunia yang kan kita peroleh, apakah juga ada keberhasilan di akhirat bagi kita? Padahal Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah tegaskan, "Kabarkanlah berita gembira kepada umat ini dengan kedudukan yang tinggi, agama, keluhuran dan kemampuan yang kokoh di dunia. Maka barangsiapa di antara kalian yang melakukan amalan akhirat demi mendapatkan dunia, maka tiadalah baginya bagian balasan di akhirat kelak."

Sekali lagi, mari kita renungi yang pernah dialami oleh Imam al Ghazali. Beliau mendapatkan nasehat begini, "Barangsiapa mengikhlaskan diri kepada Allah selama 40 hari, maka akan terpancar hikmah dari hatinya melalui lisannya." Maka beliau pun mencobanya.

Lepas 40 hari, tak jua ada pancaran hikmah yang dirasakan hatinya. Saat ia keluhkan ke beberapa orang bijak, ia mendapatkan jawaban yang mencekat. "Sesungguhnya engkau berikhlas untuk mendapatkan hikmah, dan bukan ikhlas karena Allah." Begitulah dikisahkan dalam Minhaj al Qashidin.

Lalu Ibnu Qudamah juga menyimpulkan dalam kitab yang sama, bahwa tiga pokok akar permasalahan ketidak-ikhlasan ini adalah Suka pujian dan menikmatinya, Tidak mau dicaci, serta Rakus terhadap sesuatu yang ada pada orang lain. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu memohon agar berhasil melatih diri untuk menghindari pujian, bersedia dicaci, dan cukup dengan yang telah diperoleh diri sendiri.



Muhammad Irfan Abdul Aziz
26 Ramadhan 1437 H

Twitter: @Daybakh
BBM PIN: 56C730A3
Channel Telegram: @MadrasahRamadhan


Tidak ada komentar: