Menetapkan pemimpin dalam Daulah Islamiyah
adalah kewajiban bagi ummat. Maka, menegakkan kepemimpinan kaum Muslimin adalah
suatu hal yang harus diusahakan, sebagaimana kewajiban-kewajiban lainnya. Hal
ini berdasarkan pada dalil al Qur’an, Hadits, Sunnah Para Khalifah, dan Ijma’.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam
surat an Nisa’
ayat 59, “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah
kamu kepada Rasulullah dan kepada Ulil Amri dari kalanganmu.” Dalam ayat
ini, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kepada kita sebagai
orang-orang beriman untuk taat kepada Pemimpin, selain ketaatan kita pada Allah
dan Rasul-Nya.
Lalu, bila kita menelisik dari hadits, kita dapat
menemukan sabda Rasulullah yang menjelaskan akan wajibnya keberadaan seorang Pemimpin
di kalangan orang beriman, sekecil apapun komunitasnya. Sebagaimana
diriwayatkan dari Abi Sa’id al Khudri bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasalam bersabda, “Apabila bertiga dalam perjalanan maka hendaklah salah
satu dari mereka menjadi pemimpin.” Berkata Nafi’, “Maka kami berkata kepada
Abi Salamah, ‘Engkaulah yang menjadi pemimpin.’”
Begitulah perintah kewajibannya dari Allah subhanahu
wata’ala dan Rasul-Nya, pun begitu pula sunnah para sahabat generasi
pertama. Maka kita mendapati setelah wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasalam, bahwa segenap sahabat utama segera menyepakati siapa pemimpin yang
melanjutkan kepemimpinan ummat. Begitupun seterusnya. Hingga kita bertemu pada
musibah besar ummat, yaitu runtuhnya Kekhilafahan Utsmani.
Apakah dalam Daulah Islamiyah Ada Beberapa
Pemimpin?
Ada sebuah diskusi yang menarik di kalangan para ahli Fiqh kita, yaitu
terkait jumlah Pemimpin dalam Daulah Islamiyah. Sehingga para ulama ahli
Fiqh terbagi menjadi dua kelompok.
Kelompok Pertama adalah mayoritas ulama yang mengatakan bahwa tidak boleh
ada dua Pemimpin bagi kaum Muslimin dalam satu waktu.
Kelompok Kedua adalah sebagian kecil ulama yang mengatakan bahwa dibolehkannya
ada lebih dari satu Pemimpin bagi kaum Muslimin dalam satu waktu. Di antara
kelompok kecil ulama ini adalah Muhammad bin Kiram as Sijistani, pendiri
kelompok Kiramiyah (yaitu kelompok yang muncul pada pertengahan pertama abad 3
H dengan klaim ajaran bahwa Iman itu pernyataan dengan lisan tanpa ma’rifat
dengan hati, maka siapa yang telah menyatakan dengan lisannya dan belum
mengenali dengan hatinya tetaplah seorang Mu’min, dan mereka mengklaim bahwa
kaum Munafiq dahulu adalah kaum Mu’minin dengan hakikat). Selainnya adalah ulama
ash Shaalihiyah dari kalangan Syiah (tepatnya salah satu kelompok dari Syiah
Zaidiyah, yaitu para pengikut al Hasan bin Shalih bin Hay).
Penyebutan Pemimpin bagi Daulah Islamiyah
Berdasar pada telaah sejarah Pemerintahan Islam dan sejarah para Pemimpin
kaum Muslimin, kita mendapati bahwa Pemimpin bagi Daulah Islamiyah
memiliki tiga penyebutan:
Pertama; Khalifah. Penyebutan ini pertama kali disematkan kepada Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu.
Kedua; Amirul Mu’minin. Penyebutan ini pertama kali disematkan kepada Umar bin
Khathab radhiyallahu ‘anhu.
Ketiga; Imam. Pemimpin Daulah disebut dengan panggilan ini karena juga memimpin
kaum Muslimin dalam shalatnya.
Epilog
Begitulah kewajiban mewujudkan kepemimpinan dalam tubuh kaum Muslimin. Bila
sekecil apapun komunitas kaum Muslimin harus memiliki Pemimpin sebagaimana
sabda Rasulullah, maka lebih wajib lagi mewujudkan Kepemimpinan bagi komunitas
kaum Muslimin sedunia. Hal itulah yang telah menjadi perhatian pertama para
sahabat pasca wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dan setiap
wafatnya Pemimpin setelahnya.
Semoga setelah hilangnya Kepemimpinan ummat pasca runtuhnya Kekhilafahan
Utsmani, kaum Muslimin dimudahkan untuk mewujudkan Kepemimpinan itu kembali.
Apapun namanya dan penyebutannya. Sebab ummat yang memiliki Kepemimpinan akan
lebih terorganisir dan lebih maksimal berkontribusi bagi peradaban dunia
sebagaimana misi kerahmatan Islam.
Bagaimana caranya? Kita
telah punya beragam hikmah. Kita
pun punya beragam sarana musyawarah untuk mewujudkannya. Bismillah,
walillahil hamd.
Batam,
19 November 2015, 17.45
Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART
(Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar