sumber: malay.cri.cn |
Tidak benar bila kita menganggap syariat Islam hanya
persoalan hukum. Sebab jika kita membahas syariat Islam, sesungguhnya ia adalah
ketetapan Allah terkait segala hal dalam mengatur kelangsungan hidup manusia. Sederhananya
syariat Islam mencakup empat hal berikut; Keyakinan, Hukum, Akhlak, dan Ilmu
Pengetahuan.
Syariat terkait Keyakinan berupa konsepsi tentang
hakikat ketuhanan, hakikat alam semesta fisik maupun metafisik, hakikat
kehidupan natural ataupun supranatural, dan hakikat manusia. Sementara syariat
terkait Hukum berupa konsepsi yang mengatur semua tatanan kehidupan dalam hal
politik, sosial, ekonomi.
Adapun syariat terkait Akhlak berupa konsepsi yang tercermin
pada nilai dan patokan yang dominan dalam masyarakat muslim. Dan syariat
terkait Ilmu Pengetahuan berupa konsepsi yang tercermin pada dasar aktivitas
intelektual dan kesenian.
Mungkin
terkait keyakinan dan hukum sudah banyak dipahami secara umum. Sedangkan
terkait akhlak dan ilmu pengetahuan belum banyak yang memahaminya. Padahal kita
telah menyaksikan dalam fenomena kehidupan di lingkungan kita, bahwa Akhlak yang
berkembang itu sesungguhnya mengacu langsung pada konsepsi teologis yang dianut
mayoritas masyarakat. Jadi bagaimana konsep teologi keyakinannya, maka
begitulah bangunan akhlaknya.
Begitupun
terkait Ilmu Pengetahuan juga akan diapresiasi oleh para penuntutnya dengan
konsepsi teologi yang diyakininya. Maka bagi seorang Muslim dalam mendalami
ilmu pengetahuan dan mengapresiasinya, hendaknya selalu mengembalikannya kepada
konsepsi Islami dan referensi Rabbani.
Poin inilah
yang akan kita telaah dalam bahasan kali ini. Bagaimana hendaknya kita berilmu
pengetahuan? Bagaimana hendaknya kita berseni budaya?
Ilmu dan Karya
Apapun
aktivitas intelektual kita, hendaknya merupakan realisasi penghambaan mutlak
kepada Allah semata. Begitulah harusnya kita berilmu. Bahwa ilmu yang kita
capai selalu difungsikan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Lalu dengan
keilmuan itu kita berkarya; dengan beragam aktivitas seni yang merupakan
ekspresi manusiawi tentang berbagai macam imajinasi, emosi, dan reaksi manusia.
Begitulah seni sebagai ekspresi manusia, yang juga tentang ilustrasi jiwa
manusia atas alam semesta dan kehidupan.
Tentu bagi
seorang Muslim, ketika ia berimajinasi maka imajinasinya sesuai dengan konsepsi
Ketauhidan. Begitupun emosinya adalah emosi yang sesuai dengan prinsip-prinsip
akhlak yang turun dari landasan Tauhid. Sama halnya dengan reaksinya adalah
reaksi yang sesuai dengan kerangka hukum-hukum Islam. Termasuk ketika seorang
Muslim berkesenian dengan mengekspresikan kehidupan dan alam semesta, maka
ekspresinya tidak lepas dari batas-batas eksistensi Khalik dan eksistensi
Makhluk.
Inilah
universalitas konsepsi Islam. Mencakup segala unsur alam semesta, jiwa manusia,
dan kehidupan. Juga mencakup keterkaitan dengan Sang Pencipta alam, serta imajinasi terhadap hakikat manusia. Lebih detail lagi mencakup
posisi manusia terhadap alam, tujuan hidup manusia, peran kehidupan manusia,
dan nilai-nilai kehidupannya.
Bagaimana Hendaknya Cara Belajar
Kita?
Setiap ilmu
pengetahuan dan karya seni budaya menyimpan filosofi di baliknya. Sebab ilmu
pengetahuan merupakan penjabaran semua aktivitas manusia secara individual
maupun kolektif. Selain itu, ilmu pengetahuan juga merupakan penjabaran akan
perkembangan alam semesta dan kehidupan, serta perkembangan diri dari sudut
pandang metafisika.
Maka, filosofi
inilah yang tidak boleh lepas dari tatanan Ketauhidan. Karenanya ilmu pengetahuan
dan karya seni budaya dengan filosofi ketauhidannya itu hanya bisa dipelajari
dari sumber yang Rabbani; yaitu para ahli ilmu dan seni yang mumpuni
keagamaannya, konsisten ketakwaannya, serta komitmen terhadap akidah dalam
kehidupannya.
Inilah yang
dapat mengintegrasikan Ilmu Pengetahuan dengan akidah di dalam sanubari,
sehingga menyadarinya sebagai konsekuensi dari penghambaan kepada Allah semata.
Dengan demikian, umat Islam terhindar dari ilmu pengetahuan dan konsepsinya yang
bersumber dari warisan jahiliyah. Dengannya pula, aktivitas belajar umat Islam sekaligus
mampu melakukan koreksi dan meluruskan penyimpangan yang melekat dalam warisan
ilmu pengetahuan dan seni budaya.
Bisa
dipastikan bahwa semua ilmu pengetahuan yang lahir dari pemikiran filsafat itu terpengaruh
secara langsung oleh konsep-konsep akidah jahiliyah. Kecuali ilmu pengetahuan yang
berupa penelitian, pengamatan, pendataan dan dokumentasi; yang bukan merupakan
kesimpulan filsafat. Seperti ilmu-ilmu eksperimentatif dalam disiplin ilmu
Kimia, Fisika, Astronomi, Biologi, dan Kedokteran. Eksperimentasi itu sesungguhnya
hanya berupa dokumentasi hasil-hasil penelitian yang tidak sampai pada
penjabaran filosofis.
Oleh karena
itu, kita diperbolehkan mendapatkan ilmu dari siapa saja dalam hal keilmuan
yang sebatas dokumentasi eksperimentatif tanpa penjabaran kesimpulan
filosofinya. Adapun terkait ilmu yang merambah pada penjabaran filosofi, maka
hanya kepada guru-guru yang Rabbani hendaknya kita menuntutnya. Dengan
demikian, tidak terjadi penyimpangan filsafat.
Sebab dalam
kehidupan ini, penerapan ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua jenis. Pertama
adalah penerapan ilmu pengetahuan yang bertumpu pada dasar-dasar ideologi yang
Islami; itulah peradaban Islami. Kedua adalah penerapan ilmu pengetahuan yang
bertumpu pada beragam konsepsi yang semuanya merujuk pada satu prinsip yaitu
penuhanan pemikiran manusia; itulah peradaban Jahiliyah.
Konsepsi Keilmuan Islam
Tren
penelitian dalam keilmuan kita sesungguhnya bermula dari beberapa perguruan
tinggi Islam di Andalusia dan Eropa Timur. Lalu tren ini diikuti oleh kalangan
Nasrani di Barat. Sayangnya mereka memotong mata rantai metodologi dalam
penelitian dengan menjauhkannya dari Tuhan. Hal ini sebenarnya tidak
mengherankan, sebab semangat keilmuan mereka memang berangkat dari
pembangkangan mereka terhadap otoritas gereja yang sangat otoriter dan
mengekang berkembangnya keilmuan.
Pemisahan
antara ilmu dan Pemilik-nya inilah yang tidak dikenal dalam Islam. Dan inilah
poin terpentingnya bagi setiap Muslim yang menggeluti ilmu pengetahuan dan seni
budaya. Maka bila memang mampu belajar sendiri, maka hendaknya seorang Muslim
mempelajarinya secara mandiri. Namun bila tidak mampu belajar sendiri, maka
bisa mempelajarinya dari seorang Muslim yang bertakwa dan kompeten dalam
keilmuan dan kesenian terkait.
Memang, Islam
memberikan toleransi bagi seorang Muslim untuk belajar dari non Muslim atau
dari seorang Muslim yang tidak bertakwa dalam keilmuan yang sekadar dokumentasi
eksperimentatif seperti ilmu Kimia, Fisika, Astronomi, Kedokteran, Teknologi,
Pertanian, Manajemen, dan lainnya. Itupun selama tidak menemukan ahli dari
seorang Muslim yang bertakwa.
Adapun
terkait dasar akidah dan dasar ideologi seperti interpretasi al Qur’an, Hadits,
maupun sejarah Nabi, mutlak harus dipelajari dari seorang Muslim yang Rabbani.
Begitupun terkait metode sejarah, tuntunan amal, pandangan masyarakat, sistem
pemerintahan, sistem politik, serta corak seni, sastra, dan retorika; hendaknya
dipelajari dari seorang guru yang memahami betul filosofi Islam.
Demikianlah
konsepsi keilmuan Islam tidak mungkin disimpulkan dari perpaduan dua sumber
yang berbeda landasan filosofinya. Karenanya Allah subhanahu wata’ala
berfirman dalam Ali Imran ayat 100, “Hai orang-orang yang beriman, jika
kalian mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Kitab, niscaya mereka
akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman.”
Rasulullah pun
pernah bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh al Hafidz Abu Ya’la dari
Hammad dari Jabir, “Janganlah kalian menanyakan sesuatu kepada Ahli Kitab,
karena mereka tidak akan memberi kalian petunjuk (yang benar). Bukankah mereka
telah sesat? Maka, bisa jadi kalian akan membenarkan perkara yang batil; bisa
jadi pula kalian akan mendustakan perkara yang hak. Sesungguhnya demi Allah,
andai saja Nabi Musa masih hidup di tengah-tengah kalian, niscaya tidak
diperbolehkan baginya kecuali mengikuti (agama)ku.”
Inilah yang
disebut perang pemikiran. Tradisi belajar yang mengabaikan koridor-koridor filosofi
Islam, maka akan melahirkan generasi yang rawan terjerumus dalam pembenaran
yang batil dan pendustaan yang benar. Itulah saat umat tak lagi mampu
membedakan yang benar dan yang batil.
Epilog
Dari
penjabaran itu, kesimpulan intinya adalah bahwa kita tidak diperkenankan
belajar mengenai interpretasi kepada seorang yang tidak memahami filosofi Islam
dengan baik. Sebagaimana Allah azza wa jalla telah berfirman dalam surat
an Najm ayat 29 – 30 kepada Rasul-Nya, “Maka berpalinglah (hai Muhammad)
dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak menginginkan kecuali
kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya
Tuhan-Mu, Dia-lah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya,
dan Dia pula yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” Maka
kita akhirnya mengetahui, bahwa ilmu yang terpisah dari spirit keimanan sesungguhnya
bukanlah ilmu yang hakiki.
Dari
catatan sejarah pula kita memahami, bahwa kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa
dalam suasana permusuhan dengan pihak gereja yang otoriter telah melahirkan
watak berpikir yang penuh semangat penentangan terhadap dasar ideologi agama.
Sehingga bisa dipahami, produk-produknya lebih memusuhi konsepsi Islam secara
khusus sebagai sebuah ideologi agama.
Satu hal lagi
yang akhirnya kita juga pahami. Bahwasannya kita pun mendapati fenomena pelajar
ataupun mahasiswa dalam bidang ilmu-ilmu eksperimentatif yang terkait dengan
hukum alam semesta dan siklus kehidupan ini justru semakin dekat dengan Islam.
Sebab begitulah hakikat alam semesta dan siklus kehidupan adalah tanda-tanda
kebesaran-Nya.
Sedangkan
yang belajar dalam bidang keilmuan sosial yang mengandung kesimpulan filosofis,
cenderung terjauhkan dari spirit Islam. Begitulah mereka memasukkan filosofinya
dalam rumusan-rumusan keilmuan. Maka, silakan mempelajari ilmu pengetahuan dan
seni budaya dari siapa saja, selama dalam batasan dokumentasi eksperimentatif.
Tetapi bila sudah mengandung kesimpulan filosofis, hendaknya kita belajar dari
seorang Muslim yang memahami betul filosofi Rabbani.
من كتاب معالم في الطريق لسيد قطب
Baca juga:
3 komentar:
Duh baca tulisan ini lagi di jalan pula. Pengen baca perlahan sambil nyeruput kopi di rumah. Tandain dulu ya Om Fan :D
Hehehe... Hati2 teh, met sampai tujuan :)
MasyaAllah. Jazakallah khairan syeikh irfan atas sharing ilmunya yg keren (y)
Posting Komentar