Mimbar Sastra dadakan di bengkel. (Dok: Pribadi) |
Ahad, 31 Agustus
2014. Aku diundang oleh FLP Bogor untuk menjadi salah satu narasumber dalam
acara Inaugurasi Anggota Pramuda Angkatan VII. Anggota Pramuda adalah istilah
di FLP wilayah Jakarta Raya yang digunakan untuk mereka yang telah mendaftar ke
FLP namun sedang menjalani orientasi sebelum resmi menjadi Anggota. Maksudnya adalah Anggota sebelum jenjang Muda yang merupakan jenjang pertama keanggotaan FLP.
Anggota Pramuda ini akan menjalani masa orientasi selama 6 bulan dengan
berbagai forum pengenalan beragam jenis tulisan.
Setelah
menjalani masa orientasi ini, Anggota Pramuda yang notabenenya adalah calon
Anggota itu dipastikan telah siap menjadi Anggota FLP. Maka, kemudian dilakukan
acara Inaugurasi atau Pelantikan Anggota. Setelah pelatikan ini, Anggota yang
telah mendaftar tersebut dinyatakan sah menjadi Anggota FLP yang punya hak dan
kewajiban sama dengan Anggota-Anggota sebelumnya. Jenjang mereka setelah
dilantik menjadi Anggota Muda, yang seiring perkembangan kapasitasnya akan
meningkat ke jenjang Anggota Madya bahkan Anggota Andal.
Nah, kali ini
aku diundang untuk memaparkan terkait Dakwah Pena FLP. Selain aku, ada dua narasumber
lainnya yaitu mas Sudiyanto selaku Ketua FLP wilayah Jakarta Raya dan mas
Syaiful Hadi selaku Ketua FLP cabang Bogor. FLP Bogor sendiri memang berada di
bawah koordinasi wilayah Jakarta Raya. Jadi, mas Sudiyanto memaparkan tentang
FLP secara umum dan mas Syaiful Hadi memaparkan tentang FLP Bogor kepada para calon anggota baru ini.
Materi-materi dalam inaugurasi inilah yang akan menjadi pelengkap pengenalan FLP bagi calon
Anggota tersebut.
Acara berjalan
seperti biasa. Hingga Ashar menjelang, rangkaian acara Inaugurasi pun usai. Aku biasanya segera pamit, karena tinggal di Depok yang memakan waktu perjalanan hingga 1 jam. Dari IPB tempat kegiatan FLP Bogor ke Stasiun Bogor
sekitar setengah jam, selanjutnya naik kereta dari Stasiun Bogor ke stasiun
Pondok Cina sekitar setengah jam juga.
Mas Sudiyanto
bahkan lebih jauh, karena domisilinya di Bekasi. Bisa menghabiskan dua jam di perjalanan.
Pilihannya bisa dengan bus, bisa pula dengan kereta. Namun dua-duanya sama-sama
memakan waktu yang tidak jauh berbeda.
Melihat aku dan
mas Sudiyanto hendak pamit, pengurus FLP Bogor justru menawarkan untuk mengantar dengan mobil. Kebetulan Ikhwan Al Amin selaku Koordinator Divisi Kaderisasi FLP Bogor datang ke acara
dengan mobil. Maka dia yang menawarkan diri untuk mengantar hingga stasiun,
apalagi memang ada peserta undangan dari pengurus wilayah yang lainnya. Jadi, sekalian diantar.
Menurut Ikhwan, kalau naik angkutan kota harus melewati
mall yang baru dibuka. Padahal itu titik macet terparah sepekan terakhir di Bogor,
sehingga akan lama sampai di stasiun. Kami pun percaya, sebab ketika datang
memang sempat terjebak macet hingga satu jam lebih hanya untuk melewati mall
itu. Kabarnya, masyarakat juga mulai protes untuk menolak pembukaan mall itu
yang semakin membuat macet daerah dramaga.
Maka usul
Ikhwan, kami diantar saja dengan mobilnya, nanti bisa lewat jalan belakang
sehingga tidak terjebak macet. Tentu kami menurut saja. Selain memang Ikhwan
yang lebih tahu kondisi Bogor, kami juga senang karena dapat tumpangan
gratis.
Segeralah kami
menuju mobilnya dan Ikhwan pun mengemudikannya keluar kampus IPB. Total kami
ada 9 orang. Empat orang laki-laki, yang semuanya di bangku belakang. Tiga
orang perempuan di bangku tengah. Satu orang perempuan di bangku depan. Dan
Ikhwan sendiri di bangku sopir.
Rupanya, jalan
belakang pun sudah mulai merayap. Mungkin karena pengalihan jalur dari jalan
besar yang sedang macet parah. Alhasil, mobil Ikhwan pun berjalan tidak bisa laju.
Tapi masih untung, karena masih bisa terus bergerak. Jadi, meskipun lamban,
namun tetap semakin mendekat ke tujuan.
Lima belas
menit berlalu, dan jalanan mulai menyempit. Terkadang mobil harus berhenti
menepi untuk bergantian dengan kendaraan yang datang dari lawan arah. Lalu
berjalan lagi. Terkadang juga mengantri di belakang mobil depannya, lalu melaju
lagi setelah mobil depan telah jauh meninggalkan kami.
Hingga tiba-tiba mobil Ikhwan yang
kami tumpangi mesinnya mati. Ikhwan segera menstarter kembali, namun
tidak kunjung hidup. Berulang kali, dan kondisi mobil tetap adem tanpa suara
mesin yang meraung tanda telah hidup.
Karena jalanan
sempit dan mogoknya mobil kami membuat kemacetan semakin panjang, akhirnya kami meminta teman-teman perempuan untuk turun dan mendorong. Mungkin Ikhwan juga mau minta
didorong, tapi sungkan menyampaikan. Maka kamilah yang inisiatif meminta kepada
teman-teman perempuan untuk turun dan mendorong hingga mobil sedikit menepi dan
kendaraan lainnya bisa mendahului.
Sempat lucu
juga, kami yang laki-laki justru di dalam mobil, sementara perempuan mendorong
mobilnya. Tapi mau bagaimana lagi. Kami meminta kepada teman-teman perempuan
karena mereka yang mudah turun dari mobil, sedangkan kami berada di bangku
belakang tak mungkin keluar.
Rupanya
didorong pun mesin mobil tak bereaksi. Ikhwan juga sudah menelepon ayahnya,
menanyakan penanganan mobil tersebut, namun juga tidak berhasil membuat mesin mobil
kembali hidup. Sebab itu mobil ayahnya, dan saran terakhir ayahnya agar dibawa saja ke bengkel.
Tidak ada
pilihan. Kami pun menanyakan bengkel terdekat ke warga yang berpapasan. Infonya
ada bengkel sekitar 300 meter. Jadilah kami turun semua dan mendorong mobil
hingga bertemu bengkel.
Jam sudah
melewati setengah enam petang. Matahari sudah mulai beranjak ke peraduannya.
Temaram senja mulai menyelimuti langit. Perjalanan ke rumah kami jelas masih
jauh. Tapi tidak mungkin kami meninggalkan Ikhwan sendirian di bengkel dengan
mobilnya yang mogok. Akhirnya kami putuskan menemaninya sampai mobil bisa
ditangani.
Tak berapa
lama, adzan Maghrib pun berkumandang. Syukurnya, ada musholla di samping
bengkel. Sehingga kami bisa memanfaatkan waktu menunggu untuk sholat Maghrib. Namun, usai
shalat Maghrib, ternyata mobil juga belum pulih. Menurut keterangan tukang
bengkelnya, perlu waktu sampai satu jam. Wow!
Dipikir-pikir
lumayan juga waktu menunggunya. Tapi mau ditinggal untuk makan juga tanggung.
Tiba-tiba mas Sudiyanto berseloroh agar kami menghapus rasa bosan dengan
membaca puisi bergantian. Teman-teman pun langsung saling menyahuti ide konyol namun jitu itu.
Aku meminta
Ikhwan mengeluarkan standing banner FLP Bogor dari mobilnya. Buat apa?
Dipasang di pojok halaman bengkel. Pas tepi jalan orang lalu-lalang. Jadilah
senja kelabu di bengkel biru itu kita ubah menjadi Mimbar Sastra dadakan. Ya,
Mimbar Sastra adalah nama program pentas jalanan FLP wilayah Jakarta Raya.
Biasanya kami menggelar di tempat-tempat keramaian.
Para pengendara mobil dan motor yang lewat depan bengkel mungkin terheran-heran melihat tingkah kami. Tapi kami tertawa lepas saja bersama bait-bait puisi yang bergantian kami baca. Rupanya program Mimbar Sastra itu berguna juga untuk kondisi-kondisi menjemukan seperti saat mobil mogok begini.
Satu-persatu dari kami pun bergantian mendeklamasikan puisi, hingga mobil
selesai diperbaiki.
Sesampainya
di rumah, aku merenungkan apa yang sudah kami lakukan tadi. Lucu, konyol, namun berkesan. Sepertinya, tidak
perlu menunggu mobil mogok baru kita gelar Mimbar Sastra di bengkel. Kenapa
tidak dibuat saja program Mimbar Sastra di bengkel-bengkel secara rutin?
Hitung-hitung sembari menghibur orang-orang yang mungkin sedang lelah dan jenuh
menunggu kendaraannya direparasi. Kenapa tidak?
15 komentar:
Hihi kreatif jugaa, bicara sastra bisa di mana saja yaa..
kereeen. Bisa banget ditiru
hahaha.. ini namanya kreatif banget, gak ada rotan akar pun jadi..
sukses terus ya fLP Bogor.. salam literasi
wah kreatif, mas. daripada bosan menunggu dengan kegiatan tidak jelas mending jadikan acara flp ya
Alamak oiii...patut ditiru nih perkara kreatifitas begini
Ini mah baru Joss, mantap bener dah
ini baru namanya kreatif... Di surabya juga ada kang, nyulap kolong atau apa dah aku lupa jadi tempat baca... :d
Bahkan memang mesti di mana aja :)
Ayo... Ayo...
Kak Novi dari FLP mana?
Amiin... Main-mainlah ke Bogor
Hehehe... Meskipun orang melihat dg tatapan aneh, tapi ikut terhibur juga :D
Yuk ah... Nanti kita ikutan :D
Belum ada mak Mil, jd kurang jos :D
Wow... Mantap
Keren euy kegiatannya. Penuk kreatif. Setu kalau bikin acara begini di Lampung ya
Posting Komentar