Selasa, 15 Maret 2016

4 HAL YANG HARUS DIPAHAMI DALAM BERDAKWAH

sumber: pamelageller.com
Dakwah Islam itu sebenarnya sederhana; yaitu Dakwah untuk Beribadah kepada Allah semata dan Dakwah untuk Mengikuti Rasulullah dalam peribadatan. Maka, masyarakat Muslim yang hendaknya juga merupakan masyarakat dakwah adalah masyarakat yang mencerminkan prinsip dua syahadat itu yang menjadi landasan konsep integral Islam.

Namun, bagaimana mengimplementasikan kesaksian Tiada Rabb selain Allah’ dan kesaksian Muhammad Rasulullah’ itu dalam dinamika dakwah? Sehingga ummat memahami betul bagaimana bertauhid dan bersunnah, pun bagaimana mendakwahkannya serta bagaimana menjadikannya asas bagi seluruh interaksi kehidupannya.

Sekiranya, ada empat hal berikut yang perlu dicermati dengan seksama. Sehingga dapat menjadi panduan konsepsi bagi seluruh perguliran roda gerakan dakwah.

Pertama; bagaimana karakteristik masyarakat Muslim?

Karakter masyarakat Muslim berlandaskan ketundukan kepada Allah semata dalam segala perintah-Nya. Ketundukan inilah yang diinginkan dari syahadat Laa ilaaha illa Allah wa anna Muhammadar Rasulullah. Ketundukan itu dalam tiga hal; ketundukan dalam hal Konsepsi-Teologis, ketundukan dalam hal Ritual-Ibadah, dan ketundukan dalam hal Hukum-Perundangan.

Maka segala konsepsi teologisnya berpusar pada prinsip ketauhidan Allah azza wa jalla, tidak ada yang dapat menandingi-Nya sebagai Rabb dan Malik. Maka segala ritual ibadahnya berpusar pada prinsip keteladanan Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam, tidak ada yang boleh menyelisihi sunnahnya. Maka segala hukum perundangannya berpusar pada prinsip-prinsip al Qur’an, sebab tidak ada yang bisa merumuskan tata kelola kehidupan yang rapih kecuali Sang Pencipta yang Maha Mengetahui seluk-beluk ciptaan-Nya.

Konsepsi teologis itulah yang dibina di Makkah dengan pesan-pesan Tauhid di awal-awal turunnya al Qur’an. Ritual ibadah itulah yang dibina di Madinah dengan bimbingan langsung Rasulullah secara perlahan tahap demi tahapnya. Sementara, hukum perundangan itulah yang dibina dalam perjalanan interaksi sosial dan pemerintahan dengan beragam komunitas internal dan eksternal ummat pasca Hijrah berpandu pada ketetapan-Nya.

Kedua; bagaimana menumbuh-kembangkan masyarakat Muslim?

Setelah kita memahami definisi karakter masyarakat Muslim, selanjutnya kita mencermati pola menumbuh-kembangkan masyarakat Muslim tersebut. Bahwa masyarakat muslim itu baru bisa tumbuh-berkembang bila ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa penghambaan diri mereka seutuhnya hanyalah kepada Allah semata; dan bahwasannya mereka tidak menghinakan diri dengan penghambaan kepada selain Allah. Penghambaan itu dalam tiga hal; penghambaan dalam hal Konsepsi-Teologis, penghambaan dalam hal Ritual-Ibadah, dan penghambaan dalam hal Hukum-Perundangan.

Maka segala konsepsi teologisnya berpusar pada penghambaan kepada Allah semata, sehingga memiliki kekuatan aqidah. Maka segala ritual ibadahnya berpusar pada penghambaan yang ikhlas dan sesuai teladan Rasul-Nya, sehingga memiliki kekuatan moral dan mental. Maka segala hukum perundangannya semata-mata merupakan bentuk penghambaan dengan melaksanakan nilai-nilai al Qur’an, sehingga melahirkan ummat yang berjamaah di bawah panji al Qur’an dengan ketertataan manajemen dan struktur.

Setelah lahirnya komunitas yang penghambaannya total kepada Allah; baik konsepsi teologisnya, ritual ibadahnya, maupun hukum perundangannya, maka saat itulah ummat ini akan terus bertumbuh dan berkembang. Modal pertumbuhannya dan pengembangannya adalah kekuatan Aqidah, kekuatan mentalitas moral, serta kekuatan manajemen struktur. Ketiga kekuatan inilah yang dapat menghadapi tekanan musuh-musuh ummat. Maka ummat Muslim akan bertumbuh dan berkembang dengan baik bila ketiganya telah kokoh.

Ketiga; bagaimana berinteraksi dengan masyarakat Jahiliyah?

Bila masyarakat Muslim telah berkembang, maka niscaya ia akan berinteraksi dengan masyarakat jahiliyah. Oleh karenanya, sebelum berinteraksi, hendaknya kita memahami terlebih dahulu definisi Masyarakat Jahiliyah; yaitu setiap masyarakat selain masyarakat Muslim, yang tidak memurnikan penghambaannya kepada Allah semata. Sederhananya, masyarakat jahiliyah merupakan kebalikan dari masyarakat Muslim.

Dalam kehidupan ini terdapat beberapa masyarakat yang tidak memurnikan penghambaannya kepada Allah semata. Pertama dalah masyarakat Komunis, yang berpaham Atheis dengan anggapan bahwa alam mengontrol dirinya sendiri dan tunduk kepada selain Allah. Kedua adalah masyarakat Paganis, yang memiliki tuhan selain Allah, ibadahnya pun bukan untuk Allah, serta sistem dan peraturan kehidupannya bukan yang telah disyariatkan-Nya. Ketiga adalah masyarakat Yahudi dan masyarakat Nashrani, yang tidak lagi mengesakan Allah, pun merekayasa sekutu bagi-Nya (at Taubah : 30; al Ma’idah :73), juga menggambarkan Allah dengan ilustrasi yang tak semestinya (al Ma’idah : 64), serta menggambarkan hubungan Allah dengan makhluk-Nya tidak dengan pola yang sebenarnya (al Ma’idah : 18), hingga akhirnya ibadah dan perundangannya pun tak lagi berdasarkan yang ditetapkan Allah subhanahu wata’ala.

Satu lagi yang harus dipahami, bahwa sebagian masyarakat Jahiliyah itu adalah masyarakat yang mungkin mengaku Islam namun tidak menjalankan penghambaan kepada Allah semata dalam tatanan kehidupan mereka, juga menyematkan otoritas ketuhanan yang paling hakiki kepada selain Allah, serta tunduk pada kekuasaan selain Allah. Maka Islam menolak mengakui keislaman dan legalitas semua masyarakat tersebut.

Sebab Allah telah pesankan kepada para pejabat pengambil keputusan pada al Ma’idah ayat 44, “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.Dan Allah juga telah pesankan kepada rakyat yang menjalankan setiap keputusan dengan firman-Nya pada surat an Nisaa’ ayat 60-61, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul’, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.

Keempat; bagaimana berinteraksi dengan realita kehidupan?

Setelah kita memahami karakter masyarakat Muslim, dan setelah masyarakat Muslim berkembang lalu memahami masyarakat jahiliyah, selanjutnya masyarakat Muslim itu akan merespon segala realita kehidupan. Sebagian realita itu sesuai Islam, dan sebagiannya lagi mungkin tidak sesuai dengan prinsip Islam. Maka, bagaimana kita menyikapinya?

Yang harus dipahami adalah bahwa Allah yang menciptakan dan memberi rezeki tentu yang berhak mengatur ciptaan-Nya. Maka menghadapi realita apapun itu, terimalah yang sesuai dengan prinsip Islam dan tolaklah yang tidak sesuai dengan prinsip Islam. Di sinilah kita memandang bahwa paham-paham humanistik yang berkembang dari Barat itu berbahaya, karena hanya berdasar pada pengetahuan manusia yang sesungguhnya tidak tahu apa-apa dan tidak diberi ilmu kecuali sedikit oleh Allah.

Satu hal pula yang harus kita pahami, bahwa siapapun tidak berhak berbicara atas nama Tuhan kecuali Rasul-Nya, yang menyampaikan firman-Nya dan menjelaskannya. Maka ketundukan kepada Allah dan kepada keteladanan Muhammad adalah satu paket dalam prinsip Islam.

Epilog

Demikianlah empat hal yang harus dipahami gerakan dakwah. Memahami karakteristik masyarakat Islam yang sebenarnya berbasis ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, kemudian memahami cara menumbuh-kembangkan masyarakat Islam dengan memulainya dari komunitas yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya hingga memiliki kekuatan Aqidah - Mentalitas – Struktur yang dapat menghadapi tekanan-tekanan penghalang dakwah.

Setelah memahami karakteristik yang sebenarnya dan cara menumbuh-kembangkannya, juga memahami pola menyikapi kejahiliyahan dan segala rupa realita kehidupan. Maka, akhirnya kita memahami bagaimana hendaknya gerakan dakwah menyikapi segala fenomena yang dihadapi dalam kehidupan ini. Ada dua hal yang sangat berbeda dalam menyikapi dinamika kehidupan:

Pertama; Agama tidak menghadapi kenyataan apapun, lalu mengakuinya dan mencarikan baginya rujukan dan hukum syar’i berkaitan dengannya.

Kedua; Agama menghadapi kenyataan untuk dicarikan solusinya menurut agama, lalu menetapkan yang layak ditetapkan dan menafikan yang seharusnya dinafikan, serta memunculkan realitas lain jika yang ada tidak sesuai.

Dari kedua hal tersebut, maka gerakan dakwah melakukan yang kedua. Sebab agama ini hadir bukan untuk legalisasi tradisi, melainkan untuk memberikan solusi bagi tradisi yang tidak sesuai dengan syariat. Dan satu hal yang harus dipahami dari Syariat Allah, bahwa sesungguhnya di dalamnya ada kepentingan manusia. Kenapa demikian? Karena Allah yang menciptakan Manusia, maka Dia sungguh memahami kepentingan manusia.


Adapun bila dianggap Syariat Allah tak mencakup kepentingan kemanusiaan, maka anggapan itu sesungguhnya lahir dari dua kemungkinan: Pertama, mungkin yang menganggapnya memahami syariat secara keliru karena sebatas menilai yang tampak secara lahir; dan Kedua, mungkin yang mengganggapnya termasuk kau yang kufur kepada Allah sehingga sengaja mengingkari syariat.


من كتاب معالم في الطريق لسيد قطب

Baca juga:

Tidak ada komentar: