Kamis, 19 November 2015

PEMIMPIN DAULAH ISLAMIYAH; JUMLAH DAN PENYEBUTANNYA


Menetapkan pemimpin dalam Daulah Islamiyah adalah kewajiban bagi ummat. Maka, menegakkan kepemimpinan kaum Muslimin adalah suatu hal yang harus diusahakan, sebagaimana kewajiban-kewajiban lainnya. Hal ini berdasarkan pada dalil al Qur’an, Hadits, Sunnah Para Khalifah, dan Ijma’.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat an Nisa’ ayat 59, “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada Ulil Amri dari kalanganmu.” Dalam ayat ini, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kepada kita sebagai orang-orang beriman untuk taat kepada Pemimpin, selain ketaatan kita pada Allah dan Rasul-Nya.

Lalu, bila kita menelisik dari hadits, kita dapat menemukan sabda Rasulullah yang menjelaskan akan wajibnya keberadaan seorang Pemimpin di kalangan orang beriman, sekecil apapun komunitasnya. Sebagaimana diriwayatkan dari Abi Sa’id al Khudri bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Apabila bertiga dalam perjalanan maka hendaklah salah satu dari mereka menjadi pemimpin.” Berkata Nafi’, “Maka kami berkata kepada Abi Salamah, ‘Engkaulah yang menjadi pemimpin.’”

Begitulah perintah kewajibannya dari Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, pun begitu pula sunnah para sahabat generasi pertama. Maka kita mendapati setelah wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, bahwa segenap sahabat utama segera menyepakati siapa pemimpin yang melanjutkan kepemimpinan ummat. Begitupun seterusnya. Hingga kita bertemu pada musibah besar ummat, yaitu runtuhnya Kekhilafahan Utsmani.


Apakah dalam Daulah Islamiyah Ada Beberapa Pemimpin?

Ada sebuah diskusi yang menarik di kalangan para ahli Fiqh kita, yaitu terkait jumlah Pemimpin dalam Daulah Islamiyah. Sehingga para ulama ahli Fiqh terbagi menjadi dua kelompok.

Kelompok Pertama adalah mayoritas ulama yang mengatakan bahwa tidak boleh ada dua Pemimpin bagi kaum Muslimin dalam satu waktu.

Kelompok Kedua adalah sebagian kecil ulama yang mengatakan bahwa dibolehkannya ada lebih dari satu Pemimpin bagi kaum Muslimin dalam satu waktu. Di antara kelompok kecil ulama ini adalah Muhammad bin Kiram as Sijistani, pendiri kelompok Kiramiyah (yaitu kelompok yang muncul pada pertengahan pertama abad 3 H dengan klaim ajaran bahwa Iman itu pernyataan dengan lisan tanpa ma’rifat dengan hati, maka siapa yang telah menyatakan dengan lisannya dan belum mengenali dengan hatinya tetaplah seorang Mu’min, dan mereka mengklaim bahwa kaum Munafiq dahulu adalah kaum Mu’minin dengan hakikat). Selainnya adalah ulama ash Shaalihiyah dari kalangan Syiah (tepatnya salah satu kelompok dari Syiah Zaidiyah, yaitu para pengikut al Hasan bin Shalih bin Hay).


Penyebutan Pemimpin bagi Daulah Islamiyah

Berdasar pada telaah sejarah Pemerintahan Islam dan sejarah para Pemimpin kaum Muslimin, kita mendapati bahwa Pemimpin bagi Daulah Islamiyah memiliki tiga penyebutan:

Pertama; Khalifah. Penyebutan ini pertama kali disematkan kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
Kedua; Amirul Mu’minin. Penyebutan ini pertama kali disematkan kepada Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu.
Ketiga; Imam. Pemimpin Daulah disebut dengan panggilan ini karena juga memimpin kaum Muslimin dalam shalatnya.


Epilog

Begitulah kewajiban mewujudkan kepemimpinan dalam tubuh kaum Muslimin. Bila sekecil apapun komunitas kaum Muslimin harus memiliki Pemimpin sebagaimana sabda Rasulullah, maka lebih wajib lagi mewujudkan Kepemimpinan bagi komunitas kaum Muslimin sedunia. Hal itulah yang telah menjadi perhatian pertama para sahabat pasca wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dan setiap wafatnya Pemimpin setelahnya.

Semoga setelah hilangnya Kepemimpinan ummat pasca runtuhnya Kekhilafahan Utsmani, kaum Muslimin dimudahkan untuk mewujudkan Kepemimpinan itu kembali. Apapun namanya dan penyebutannya. Sebab ummat yang memiliki Kepemimpinan akan lebih terorganisir dan lebih maksimal berkontribusi bagi peradaban dunia sebagaimana misi kerahmatan Islam.

Bagaimana caranya? Kita telah punya beragam hikmah. Kita pun punya beragam sarana musyawarah untuk mewujudkannya. Bismillah, walillahil hamd.


Batam, 19 November 2015, 17.45

Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)



Baca juga:

Tidak ada komentar: