Selasa, 17 November 2015

MEREKA YANG BERMUSYAWARAH; SYARAT DAN KEWENANGANNYA


Tidak ada penjelasan detail dalam al Qur’an dan as Sunnah tentang tata cara Musyawarah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam pun tidak terpaku dengan satu cara saja. Maka terkadang beliau meminta pertimbangan kepada satu orang, terkadang dua orang, terkadang tiga orang, dan terkadang seluruh yang hadir.

Sementara dengan anugerah akal, memang seharusnya dapat kita fungsikan untuk memikirkan sarana-sarana kontemporer yang mudah sesuai zamannya. Sehingga kira-kira pada masyarakat Muslim terdapat dua model Musyawarah:
Pertama; Majelis yang dipilih langsung oleh masyarakat.
Kedua; Majelis yang terdiri dari para ahli di beragam bidang.

Dalam buku “Sistem Politik dalam Islam” yang ditulis oleh almarhum Dr. Abdul Qadir Abu Faris, telah dirincikan Syarat-Syarat Peserta Musyawarah dan Kewenangan Majelis Syura dalam tatanan Masyarakat Muslim. Yang secara singkat, kita ulas dalam tulisan berikut ini.


Syarat-Syarat Peserta Musyawarah

Meskipun perintah Musyawarah ditujukan kepada Muslim, tetapi tidak berarti semua Muslim merupakan anggota Musyawarah. Sebab yang memahami sesuatu tentunya lebih berhak menjadi anggota Musyawarah daripada yang tidak memahami. Dan mereka menjadi anggota Musyawarah berdasarkan rekomendasi dari masyarakatnya. Tentunya dengan memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

1. at Taklif; mereka yang menjadi anggota Musyawarah haruslah seorang Muslim yang memiliki beban kewajiban-kewajiban, bukan anak kecil dan bukan orang gila yang tidak memiliki kemampuan berpikir menimbang sesuatu.

2. Merdeka; mereka yang menjadi anggota Musyawarah haruslah berjiwa merdeka, sehingga tidak mendapatkan intervensi dari manapun.

3. Laki-laki; mereka yang menjadi anggota Musyawarah hendaknya seorang lelaki, karena lelaki lebih memiliki kemampuan efisiensi daripada perempuan.

4. Ilmu; mereka yang menjadi anggota Musyawarah adalah yang memiliki ilmu, sebab Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-Nya adalah para ulama.”

5. Adil; mereka yang menjadi anggota Musyawarah hendaknya mampu mendirikan kewajiban dan rukun-rukun serta mampu menjauhi dosa besar, dan tidak menghukumi sesuai hawa nafsu.

6. Penduduk Negeri; mereka yang menjadi anggota Musyawarah hendaknya yang tinggal di negeri Muslim, sehingga memiliki kuasa atas dirinya dan terjamin perlindungan baginya.

7. Tidak merekomendasikan diri sendiri; mereka yang menjadi anggota Musyawarah tidak mengajukan dirinya sendiri, melainkan mendapat amanah dari rekomendasi masyarakatnya.


Kewenangan Majelis Syura

Kewenangan yang paling penting bagi Majelis Syura atau Majelis Musyawarah dalam Sistem Politik Islam setidaknya ada empat hal, sebagai berikut:

Pertama; memiliki wewenang untuk mengajukan kandidat pemimpin dan memilihnya.

Kedua; memiliki wewenang membantu pemimpin dalam mengatur urusan negara, seperti memutuskan perang, membuat perjanjian, dan merumuskan tata cara pelaksanaan hukum syariat.

Ketiga; memiliki wewenang untuk mengevaluasi pemimpin dan para pejabat dalam pemerintahan seperti menteri-menteri.

Keempat; memiliki wewenang untuk menurunkan pemimpin atau pejabat lainnya yang dipilih oleh Majelis Syura.


Batam, 17 November 2015, 00.10

Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)



Baca juga:

Tidak ada komentar: