Selasa, 18 Oktober 2016

OBROLAN MUDA-MUDI TENTANG PENYAKIT CINTA


Beberapa saat lalu, saya diminta untuk membahas tema "Cinta, Jodoh, Penyakit Cinta". Tema yang sangat padat. Yang saya pikirkan ketika ingin mengupasnya adalah bagaimana membedah tema klasik ini dari sisi yang kira-kira belum pernah teman-teman masuki.


Lalu saya juga diberi poin-poin yang perlu dibahas, yaitu:
1. Apa yang membedakan cinta dengan penyakit cinta? Bagaimana cara mengobatinya?
2. Menata hati dan menghadapi gejolak saat jomblo.
3. Kaidah jodoh.
4. Jodohku cerminan diriku.
5. Kapan aku akan bertemu jodohku?
6. Mengundang jodoh terbaik.
Kira-kira dari enam poin itu, intinya ada pada poin ketiga yaitu Kaedah Jodoh.

Baiklah. Maka kira-kira peta bahasan kita berkisar antara:
1. Aktor atau Pelaku (yaitu Jodoh)
2. Kegiatannya (yaitu Cinta)
3. Keterangan dampak (yaitu Penyakit Cinta)
Kalau dibahasakan kira-kira bisa menjadi kalimat seperti ini: Sepasang atau seorang JODOH melakukan CINTA yang berakibat PENYAKIT CINTA.

Nah, karena seperti itu, maka mari kita kupas satu-persatu. Dari Subjek, lalu Predikat, dan Keterangan.

Subjek JODOH. Biasanya pertanyaan terkait subjek adalah SIAPA? Siapakah Jodoh?
a. Apakah yang menjadi pasangan kita? Bila iya, kenapa ada kaedah perceraian dalam agama? Artinya meskipun sudah menikah, berarti belum tentu jodoh karena adanya potensi cerai?
b. Apakah yang mirip kita? Jika iya, berapa banyak kita mendapati sepasang suami-istri yang sama sekali tidak mirip bahkan bertentangan?
c. Apakah yang kita impikan? Jika iya, berapa banyak impian yang akhirnya hanya menjadi kenangan? Apakah boleh mengimpikan jodoh? Bukankah ada kaedah menyatakan, bahwa jodoh itu rahasia Tuhan? Lalu kenapa kita sok-sokan mengetahuinya?
Silakan direnungkan masing-masing!

Predikat CINTA. Biasanya pertanyaan terkait predikat adalah APA? Apa itu Cinta? Dengan meletakkan CINTA dalam susunan predikat, maka secara tidak langsung saya ingin menyampaikan bahwa cinta itu adalah kata kerja. Maka belum termasuk cinta yang hanya dirasakan dan dipikirkan, tapi cinta itu yang dikerjakan. Silakan direnungkan masing-masing!

Keterangan PENYAKIT CINTA. Biasanya pertanyaan terkait keterangan adalah BAGAIMANA? Bagaimana PENYAKIT CINTA? Sederhananya adalah penyakit yang menjangkiti perasaan, karena hilangnya rasional dan ketawadhu'an di hadapan Yang Maha Kuasa. Silakan direnungkan masing-masing!


Bagaimana cara mengetahui yang namanya jodoh atau bukan?

Saya kira tidak akan muncul pertanyaan seperti ini bila kita fokus pada Cinta, bukan pada jodoh. Sebab cinta adalah kata kerja yang kita bisa lakukan. Sedangkan jodoh adalah pelaku yang tidak ada kuasa atasnya kecuali Allah. Maka tidak dibenarkan memaksakan seseorang untuk jadi jodoh kita, sedangkan ketauhidan kita telah membebaskan diri dari penghambaan kepada sesama menuju penghambaan kepada Allah semata.

Tapi kira-kira yang dimaksud oleh pertanyaan ini adalah Siapa itu Jodoh? Saya mencari definisi dalam agama ini tidak ada persamaan kecuali diwakili dengan kata Taqdir. Jodoh ini kan logika barat, dalam logika Islam tidak ada istilah jodoh.

Tapi kita bisa membuat makna dari penggunaan kata dalam kalimat. Misalnya setelah menikah biasa dikatakan, "Dia adalah jodohku." Jadi maksudnya kira-kira, "Dia adalah taqdirku."

Nah, karena itu saya cenderung memaknai jodoh itu adalah taqdir. Sebagian taqdir tidak bisa berubah, sebagiannya bisa berubah-ubah. Karena itulah ada yang langgeng, ada pula yang berpisah.

Karena jodoh adalah taqdir, maka tidak ada cara mengetahuinya kecuali setelah itu terjadi. Karena itu tidak ada istilah mematok jodoh. Bila itu terjadi, maka kemungkinan ada pergeseran nilai dari kuasa Allah kepada kuasa kita, dari menghamba kepada Allah semata menjadi menghamba kepada diri sendiri. Inilah awal mula munculnya penyakit cinta. Karena tumbuh tidak sesuai alur semestinya, maka berpenyakitan.


Apakah dosa bisa menghalangi jodoh?

Jodoh sebagai sebuah karunia rezeki, maka bisa jadi dosa akan menghalangi kita mendapatkannya. Tapi jangan mutlak dipahami bahwa yang belum mendapatkan karunia jodohnya maka pasti karena dosa-dosanya. Sebab berapa banyak ulama yang hingga meninggal tidak ditaqdirkan menikah?

Sekali lagi, kuasa kita ada pada kata kerja cinta, bukan pada menentukan subjek (jodoh). Sebab yang kuasa atas semua subjek di muka bumi ini hanya Allah semata.


Apa sebenarnya calon jodoh kita itu banyak? Atau cuma 1?

Sebagaimana kemungkinan karunia rezeki dan taqdir, ia bisa sangat banyak. Tapi meskipun sangat banyak kan kita tidak tahu, sebab yang mengetahui ketetapan rezeki kita hanya Allah pun yang mengetahui segala taqdir hanya Allah semata.

Sekali lagi, fokuslah pada hal yang kita kuasa atas itu. Jangan fokus pada yang kita tidak punya kuasa. Kuasa kita adalah bekerja (Cinta), tapi subjek cinta penguasanya hanya Allah.


Ikhtiar seperti apa yang diridhoi Allah untuk menemukan cinta-Nya?

Allah akan ridho bila tidak menyelisihi kehendak-Nya. Ikhtiar yang diridhoi adalah Ikhtiar yang tidak melampaui batasan kuasa diri dan tidak mengabaikan kuasa-Nya.

Bila dalam Ikhtiar kita merasa yakin sekali bahwa dia jodoh kita lalu mengejar-ngejarnya, maka inilah Ikhtiar yang sudah melampaui kuasa diri. Sebab kita selamanya tidak pernah punya kuasa atas orang lain.

Bila dalam Ikhtiar kita melakukan pendekatan yang melanggar syariat dengan pacaran atau membuka batasan komunikasi lawan jenis sehingga menimbulkan perasaan yang tak terkendali sampai akhirnya hilang rasionalitas kita dan ketawadhu'an di hadapan-Nya, maka ini berarti telah mengabaikan kuasa Allah yang Maha Berkehendak membuat aturan bagi kita.

Maka berikhtiarlah dengan perantara yang dapat dipercaya, sembari terus berdoa. Dengan demikian kita akan menjunjung tradisi musyawarah sehingga kita tetap tawadhu' di hadapan Allah.


Bagaimana cara mendapatkan jodoh yang cocok?

Cocok itu sangat subjektif. Ada yang cocoknya bila ada Kesamaan. Ada yang cocoknya bila butuh Keseimbangan. Ada yang cocoknya bila butuh Kelengkapan. Nah, kita tinggal memahami diri kita tipe yang mana?

Bila kita tipe yang butuh Kesamaan, maka cocoknya kita bila jodoh itu punya hobi atau kecenderungan yang sama. Bila kita tipe yang butuh Keseimbangan, maka cocoknya kita bila jodoh itu menyeimbangi kita. Misalkan kita suka marah, maka pasangan kita yang penyabar. Bila kita tipe yang butuh Kelengkapan, maka cocoknya kita bila jodoh itu melengkapi kita. Misalnya kita suka masak tapi malas bersih-bersih, maka pasangan yang cocok adalah yang suka bersih-bersih.

Agak rumit memang membaca kepribadian diri.


Apa yang menyebabkan saat usia matang belum juga menemukan jodohnya?

Jawabannya karena memang taqdirnya demikian. Kita harus ikhlas menerima taqdir. Tapi kalau mau mengoreksi diri sendiri, silakan dicermati beberapa poin ini:
Pertama, mungkin kita belum sungguh-sungguh ingin menikah. Tanyakan ke hati terdalam.
Kedua, mungkin kita sudah sangat ingin menikah, namun kita sesungguhnya belum mampu menikah.
Ketiga, mungkin kita sangat ingin dan sudah mampu, tapi Allah belum berkenan atas kita. Bisa karena Allah ingin menghukum kita karena kesalahan kita, atau karena Allah ingin menguji kita karena keshalihan kita.


Epilog

Bila memang sudah berusaha, insyaAllah pada usaha itu ada nilai pahalanya. Adapun siapa calon yang ditetapkan, itulah ketetapan Allah bagi kita. Bilapun dari calon itu ada kekurangan, memang akan selalu seperti itu siapapun calonnya. Tapi kekurangan itu dalam manajemen kehidupan kan selalu bisa diubah menjadi kelebihan.

Kekurangan menjadi beban ketika kita berpikir menerima. Tetapi kekurangan akan menjadi peluang amal, ketika kita berpikir memberi. Dan cinta adalah kata kerja memberi.

Terakhir, saya ingin menggarisbawahi istilah Penyakit Cinta. Penyakit Cinta itu hanya akan muncul bila kita mulai mematok jodoh kita. Sebab itu artinya sudah melampaui batasan diri.

Mereka yang terlalu larut dengan perasaan dan hilang rasionalitas akan terjangkit penyakit cinta. Contohnya ketika mengatakan bahwa dia sepertinya cocok jadi jodohku, itu kan tidak rasional. Belum terikat apa-apa sudah berani-beraninya membuat kaplingan.

Tapi yang rasional sekalipun bila tidak ada ketawadhu'an di hadapan Allah, juga akan terjangkit Penyakit Cinta. Contohnya dia memang tidak mematok jodoh, tapi mulai menghitung-hitung kemungkinan kecocokan. Rasional sih, tapi di mana ketawadhu'an dia kepada Allah? Seakan-akan dia lebih tahu dari Allah.

Nah, karena itu sebaiknya kita selalu sadar bahwa di atas perasaan itu ada rasionalitas, tapi di atas rasionalitas itu ada ketawadhu'an kepada Allah.

Dahulu saya ingin menikah tidak peduli kapan, di mana dan dengan siapa. Karena itu perkara teknis. Yang terpenting adalah kita menikah untuk apa?

Semoga bermanfaat untuk teman-teman semua... 




Catatan Senin malam tanggal 17 bulan Oktober tahun 2016

Tidak ada komentar: