Senin, 23 Mei 2016

PERUBAHAN SEPERTI APA YANG SEHARUSNYA KITA LAKUKAN?

sumber: kompasiana.com

Konsep Islam adalah konsepsi utuh mengenai alam dan kehidupan. Itulah prinsip mendasar yang harus selalu kita camkan. Bahwa Islam sebagai satu-satunya konsepsi, tidak membutuhkan perpaduan konsepsi lainnya. Sebab mulanya dari Sang Pencipta alam raya, Yang Maha Mengetahui ciptaan-Nya. Maka tanpa topangan apapun, Islam mampu menjadi sistem yang otomatis menyatu dengan fitrah alam dan bekerja dengan segala mekanisme keseimbangan alam.

Maka, menghadirkan Islam ke tengah-tengah kehidupan kita, hanyalah mengembalikan sesuatu yang sesungguhnya telah selaras dengan kehidupan ini. Oleh karena itu, pada akhirnya alasan kita dalam mendakwahkan Islam kepada khalayak adalah karena kita mencintai mereka. Kita menghendaki yang terbaik bagi mereka, betapapun mereka menyakiti kita. Sekali lagi, inilah prinsip dasar yang harus terus dicamkan dalam diri.

Hal yang Harus Dilakukan

Dengan demikian, ketika Islam dihadirkan ke tengah-tengah kehidupan kita, fungsinya adalah mengeluarkan manusia dari kungkungan kejahilan menuju pencerahan Islam. Maka, Islam tidak perlu berkompromi dengan berbagai konsepsi jahiliyah. Menurut Sayyid Qutb, hanya ada dua hal yang harus dilakukan:

Pertama, Menumbuhkembangkan kehidupan yang humanis (insaniyah). Sebab Islam mengemban asas Kemudahan; sebagai konsekuensi bertemunya segala aktivitas manusia dengan tatanan fitrah Islam yang terlepas dari kehinaan hawa nafsu. Kembali ke fitrah kemanusiaan, itulah hakikat kemudahan.

Kedua, Menciptakan tatanan sesuai sistem Rabbani (rabbaniyah). Sebab Islam mengemban asas Kemanfaatan; sebagai konsekuensi kembalinya manusia kepada Sang Pencipta yang menjamin keselamatan di dunia dan akhirat. Kembali kepada sistem yang selamat dari Sang Pencipta, itulah hakikat kemanfaatan.

Mengenali Jahiliyah

Namun sebelum jauh kita melangkah melakukan perubahan, perlu kiranya kita mengenali ciri khas jahiliyah. Yaitu dua hal berikut:

Pertama, BERPALING dari penghambaan kepada Allah semata beserta konsep-Nya untuk kehidupan.

Kedua, MENETAPKAN hukum, syariat, undang-undang, adat istiadat, tradisi, norma, dan ukuran kehidupan berdasarkan sumber selain sumber dari Allah azza wa jalla.

Dengan mengenali dua ciri khas kejahiliyahan tersebut, maka konsepsi Islam (Tauhid) tidak bisa menerima kompromi dengan model kejahiliyahan seperti itu, baik dari segi ideologi maupun sikap turunannya. Sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Al Ma’idah ayat 49 – 50, surat asy Syu’ara ayat 15, dan surat al Jatsiyah ayat 18 – 19.

Islam yang berada di seberang kejahiliyahan hanya menjadikan penghambaan satu-satunya kepada Allah semata dan ketundukan satu-satunya kepada konsep-Nya untuk kehidupan ini. Selain itu, Islam juga tidak akan menetapkan hukum, tradisi, norma dan ukuran kehidupan lainnya kecuali berdasar sumber dari Allah azza wa jalla. Maka perubahan yang kita lakukan semata-mata dalam rangka menegaskan penghambaan kepada Allah semata dan ketundukan pada konsep-Nya, serta dalam rangka menetapkan segala sesuatu hanya berdasar sumber dari Allah subhanahu wata’ala. Hal ini berangkat dari keyakinan bahwa Allah sebagai Pencipta, Maha Mengetahui segala kebaikan bagi seluruh ciptaan-Nya.

Mirip namun Berbeda

Setelah kita mengetahui hal yang harus dilakukan dan mengenali ciri kejahiliyahan, selanjutnya kita perlu mencermati beberapa jebakan dalam aplikasi dan realitanya. Bahwa akan ada beberapa jebakan-jebakan kerancuan berupa hal-hal yang terkesan mirip namun sesungguhnya berbeda. Bahwa akan kita temui seakan-akan konsep Islam mirip dengan konsep jahiliyah, namun sesungguhnya tidak demikian adanya. Ada perbedaan mendasar dari keduanya.

Kesadaran ini penting kita pahami, agar kita tidak terjebak dari satu lubang kejahiliyahan ke lubang kejahiliyahan yang lainnya. Bahwa yang perlu kita camkan dengan baik adalah bila ada kemiripan dari produk Islam dan produk jahiliyah, maka itu sesungguhnya hanyalah kebetulan dan secara lahiriahnya saja. Ibarat pohon, begitu Sayyid Qutb memberi perumpamaan, ranting mirip namun akar tetap berbeda.

Allah subhanahu wata’ala juga telah berfirman dalam surat al A’raaf ayat 58, “Dan tanah yang baik, tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”

Secara sederhana dapat kita jelaskan perbedaannya sebagai berikut. Bahwa jahiliyah apapun itu, memiliki sumber dan akar yang sama; yaitu hawa nafsu manusia yang hina dan ambisius, penuh kepentingan pribadi, golongan, kaum dan suku, yang lebih diprioritaskan di atas nilai keadilan dan kebenaran. Adapun produk Islam, memiliki tatanan yang tidak terkontaminasi oleh bias jahiliyah, tidak ternodai oleh hawa nafsu, dan tidak tersusupi oleh kepentingan kelompok.

Maka sangat mungkin tampilan produk keduanya seakan mirip, namun sesungguhnya akar filsafat yang mendasarinya berbeda. Maka ia tetaplah berbeda, sehingga jelas garis batasnya.

Menghadirkan Islam

Setelah kita mengetahui perbedaannya, maka yang perlu kita pikirkan selanjutnya adalah proses menghadirkan Islam sebagai alternatif utama dan satu-satunya. Bagaimana cara kita menghadirkan Islam? Kira-kira demikian pertanyaan yang perlu kita jawab.

Bahwa kita mendakwahkan Islam kepada khalayak adalah karena kita mencintai mereka. Maka kita perlu memikirkan cara kita menghadirkan Islam sebagai wujud kecintaan tersebut. Inilah yang coba kita cermati dalam beberapa paragraf berikut.

Kunci awalnya adalah pemahaman. Mutlak bagi kita untuk memiliki pemahaman Islam yang benar dan utuh, sehingga kita akan apik menghadirkannya dalam kehidupan masyarakat di sekitar. Sebab kata Sayyid Qutb, apabila kita mampu memahami hakikat Islam, maka kita akan mampu menghadapi orang-orang dengan penuh kredibilitas dan wibawa, serta dengan sepenuh rasa empati dan simpati.

Jadi, kira-kira tiga hal itulah yang menjadi cara kita menghadirkan Islam di tengah tatanan kehidupan ini. Kita menghadirkan Islam dengan sepenuh Kredibilitas, Empati dan Simpati. Dengan uraian singkat sebagai berikut:

Pertama; Kredibilitas. Bila kita menghadirkan Islam dengan sepenuh kredibilitas, maka kita akan mampu membuat orang lain percaya bahwa apa yang dikatakan Islam adalah benar, sedang apa yang selama ini berlaku di masyarakat adalah keliru. Kredibilitas ini bisa dibangun dengan pemahaman kita yang benar dan utuh tentang Islam.

Kedua; Empati. Bila kita menghadirkan Islam dengan sepenuh empati, maka kita akan ikut merasakan penderitaan orang lain, sehingga berusaha menemukan solusi dari Islam untuk membantu mereka. Empati ini bisa dibangun dengan memahami bahwa Islam adalah solusi bagi seluruh lingkup kehidupan.

Ketiga; Simpati. Bila kita menghadirkan Islam dengan sepenuh simpati, maka kita akan memahami kesesatan orang lain dan sekaligus mengetahui arahan dan bimbingan yang sesuai bagi mereka. Simpati ini bisa dibangun dengan memahami problema masyarakat secara komprehensif.

Dengan tiga cara kita menghadirkan Islam tersebut, maka kita akan sungguh-sungguh menghadirkan Islam sebagai wujud rasa cinta bagi setiap manusia. Maka kita membangun hubungan cinta, seberat apapun imbalan derita. Maka secara perlahan, cinta itu pula yang akan membuka relung-relung manusia untuk menerima Islam.

Pendekatan Dakwah

Berangkat dengan perspektif menghadirkan Islam dengan sepenuh Kredibilitas, Empati dan Simpati; maka kita dapat menetapkan cara pendekatan dakwah dengan watak dakwah dan metode dakwah yang istimewa. Watak dan metode ini lahir dari konsepsi Islam yang tinggi, yang karenannya pula akan memandang manusia dari ketinggian.

Watak dakwah yang istimewa adalah bahasa cinta dan kelembutan. Adapun Metode dakwah yang istimewa adalah keterangan yang utuh secara apa adanya tanpa ragu. Maka, Islam akan tampil dengan watak yang lembut, namun tetap menggunakan metode yang apa adanya. Sebab Islam adalah konsep fitrah manusia, maka sesungguhnya ia sangat dekat dengan setiap jiwa manusia. Oleh karenanya, tidak ada yang perlu ditutupi.

Pada akhirnya, inilah yang akan menjadi kekuatan dakwah; yaitu Kebenaran Aqidah dan Keterbukaan Fikrah. Dakwah ini hanya akan kuat bila para dainya tetap menjunjung tinggi aqidah yang benar. Begitupun dakwah ini hanya akan semakin kuat bila para dainya tampil dengan pemikiran Islam yang disampaikan apa adanya.

Kebenaran Aqidah dan Keterbukaan Fikrah itu pada akhirnya akan menampilkan sosok dai yang penuh Ketulusan dan Kemantapan, sehingga dalam dakwahnya tidak bertele-tele dan membingungkan. Inilah poin peneguhan Islam.

Bahwa dalam peneguhan Islam kita perlu legitimasi logis, sehingga tidak cukup menawarkan suatu perubahan yang parsial. Para objek dakwah akan menerima Islam bila tampak jelas bahwa Islam menghadirkan perubahan yang hakiki, tidak sekadar tampak wajah lain dari suatu hal yang telah ada dalam kehidupannya. Hanya berganti nama, tanpa substansinya; tentu bukan perubahan seperti itu yang diinginkan oleh dakwah Islam.

Solusi Bagi Kehidupan

Akhirnya, kita mengatakan bahwa Islam tidak hanya sebagai solusi problematika, namun sesungguhnya Islam adalah solusi bagi kehidupan seutuhnya. Dan bila kita selami, problematika kehidupan ini tidak akan terobati hanya dengan reformasi kecil-kecilan, akan tetapi hanya akan terselamatkan dengan jalan transformasi. Sebab kehidupan ini saling terkait, maka ia tidak cukup dengan bongkar pasang. Ia harus dibenahi dengan mengganti dari pondasi kehidupannya.

Hal inilah yang harus dinyatakan dengan jelas dan terbuka. Mungkin awalnya objek dakwah akan antipati, bahkan sebagian mereka mungkin akan khawatir dan cemas. Namun yakinlah, bahwa Islam adalah fitrah bagi manusia. Maka insyaAllah kemudian hari manusia akan berbondong menuju kebenaran Islam, layaknya sejarah pernah menampilkan peristiwa berbondong-bondongnya kaum musyrikin Makkah menerima Islam.

Dengan demikian, sesungguhnya Islam hadir untuk mengganti kejahiliyahan dan bukan untuk menopangnya. Bahwa Islam hadir untuk mengangkat derajat kemanusiaan dari kehinaan, dan bukan membiarkan dalam keterpurukan yang berkedok peradaban. Inilah yang dimaksud dengan transformasi konsepsi dan kesadaran, transformasi sistem dan aturan, serta transformasi hukum dan undang-undang.

Epilog

Setelah penjabaran ini, maka kita dapat menjawab pertanyaan; “Perubahan seperti apa yang seharusnya kita lakukan?” Bahwa prinsip-prinsip yang telah dijabarkan itu, semestinya kita pegang teguh dan pahami dengan baik. Sehingga ketika menjelaskan Islam kepada khalayak, kita tidak akan gagap dan gugup dalam menyampaikannya. Agar kita tidak membiarkan manusia terus berada dalam kebimbangan, dan agar kita dapat meyakinkan pada manusia bahwa Islam sungguh memberikan manfaat.

Kalaupun ada sub konsep jahiliyah yang mirip dengan sistem Islam, maka hal itu akan diintegrasikan dengan keagungan sumber Islam. Sebab transformasi Islam tidak menolak pengetahuan yang ilmiah-murni, melainkan justru akan mendorongnya.

Secara mental kita terus Membulatkan Tekad dan Berjiwa Besar, serta Menempatkan Jahiliyah pada level paling rendah. Setelah kita memiliki mental tekat yang bulat, jiwa yang besar, serta meletakkan jahiliyah pada level rendah; selanjutnya kita mengkomunikasikan perubahan sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam.

Sayyid Qutb mencatat lima hal penting dalam mengkomunikasikan perubahan ini sebagai berikut:
1. Bersikap ramah seraya berhati-hati.
2. Memandang remeh kejahiliyahan.
3. Meneriakkan kebenaran dalam suasana bersahabat.
4. Berjiwa besar dengan keimanan dalam keadaan tawadhu.
5. Bersikap bijak menghadapi kenyataan yang ada.

Pada akhirnya, bila seluruh usaha perubahan kembali pada fitrah Islam itu telah kita sampaikan dan khalayak tetap berbangga dengan kejahiliyahannya, maka kita katakan sebagaimana firman-Nya dalam surat al Kafirun ayat 6, “Bagi kalian agama kalian dan bagi kami agama kami.”



من كتاب معالم في الطريق لسيد قطب

Baca juga:

Tidak ada komentar: