Rabu, 17 Mei 2017

WAKAF KITA ITULAH YANG DITUJU!


Wakaf kita itulah yang dituju
Rumah bagi generasi yang diburu
Oleh kezaliman para kaum serakah
Toh itu pula yang jadi amalan jariyah


Perlunya kita meresapi ulang pemaknaan wakaf, sebanding perlunya kita pada instrumen jaminan sosial. Yaitu jaminan pengaman saat kondisi krisis sosial melibas umat akibat kapitalisme dan egoisme yang memang setiap saat dapat mengancam kehidupan sosial kita.

Wakaf itulah yang potensial menjadi tujuan para korban penggusuran dan korban konflik. Sehingga tak ada korban penggusuran yang sampai ternistakan harga dirinya. Sehingga pula tak ada korban konflik yang sampai terhinakan agamanya, akalnya, jiwanya, keturunannya, serta hartanya.

Maka di saat-saat marak penggusuran, sesungguhnya kebutuhan kita akan wakaf semakin meningkat. Begitu pula di saat-saat marak konflik, sesungguhnya kebutuhan kita akan wakaf pun semakin tinggi. Dalam dua kondisi itulah, wakaf kita semakin diperlukan daripada saat kondisi-kondisi selainnya. Karena wakaf kita itulah yang dituju!

Pada saat seperti itu, seketika wakaf kita akan menjelma rumah-rumah perlindungan bagi generasi yang diburu. Sebab dalam kondisi penggusuran dan konflik, dunia menjelma bak hutan rimba. Sekelompok kecil manusia atas nama kapitalisme dan egoisme berlomba memburu satu generasi yang menjadi incaran agenda eksploitasinya.

Siapakah sekelompok kecil manusia itu? Merekalah para kaum serakah, yang selalu memburu semua potensi sekitarnya untuk kepemilikan seorang dan kepentingan sendirian. Itulah kaum yang selalu menorehkan kezaliman.

Dan, saya sengaja menyandingkan ‘Kezaliman’ dengan ‘Keserakahan’. Bukan tanpa maksud. Melainkan hendak mengingatkan, bahwa pangkal Kezaliman itu adalah Keserakahan. Di saat mulai merebak keserakahan dalam suatu wilayah, maka akan meningkat pula tingkat kezaliman dalam wilayah tersebut. Oleh karena itulah, hal yang mendasar untuk menurunkan angka kezaliman adalah membangun ulang kesadaran bahwa hidup ini bukan milik seorang dan hidup ini bukanlah sendirian. Kesadaran inilah yang akan menahan diri dari tindak menzalimi sesama manusia beserta lingkungan sekitarnya.

Namun, setelah kita mengulas beragam peta kehidupan sosial itu, tak lupa perlu menguatkan kembali motivasi wakaf kita dengan kesadaran iman yang mendasar. Bahwa, lepas dari semua kondisi itu, sesungguhnya kita tetap perlu berwakaf. Sebab, meskipun tiada penggusuran dan tiada konflik, sesungguhnya kita tetap punya kebutuhan pada amal jariyah yaitu amal yang pahalanya terus mengalir hingga hari penghisaban. Adapun salah satu amal jariyah itu adalah Wakaf.

Jadi, meski tanpa diburu dan tanpa kezaliman, teruslah kita berwakaf! Sebagaimana penekanan pada baris terakhir dari bait keempat puisi Wakaf Kita di atas; Toh itu pula yang jadi amalan jariyah! Toh, itulah penekanan, bahwa meski tiada yang diburu oleh penggusuran dan tiada yang terzalimi oleh konflik, tetaplah kita perlu berwakaf untuk mendapatkan pahala terus-menerus. Itulah satu dari tiga pahala yang tak putus pasca tercabutnya nyawa kita; selain anak yang sholih dan ilmu yang bermanfaat.

Sekali lagi; hendaknya kita selalu membangun semangat berwakaf dalam kondisi apapun. Sebab, lebih dari sekadar menyediakan kediaman bagi para korban penggusuran dan konflik, kita lebih perlu pada pahala yang terus bertambah hingga beban kebaikan kita melebihi beban keburukan kita di hari perhitungan kelak.

Lagi pula, bila semangat berwakaf terus hidup dalam kondisi sosial yang aman sekalipun, maka bila tiba-tiba kondisi sosial diliputi kelabunya penggusuran dan konflik, kita akan dapat mengatasinya dengan efektif dan efisien karena adanya wakaf-wakaf sebagai jaminan pengaman sosial.

Semangat itulah yang hendak dihembuskan dari novel ECONOM 3 (Menjelajahi Praktik Waqaf di Turki) dan nasyid Wakaf Kita. Yuk, pesan ke nomor 085775478018.



Tidak ada komentar: