Saudaraku, Dr. Yusuf Al Qaradhawi telah wafat di usianya
yang ke-96 tahun. Sebagai orang beriman, kita tentu meyakini dengan
sedalam keyakinan bahwa Al Baqa' lillah (yang kekal hanya milik Allah).
Kita menangis namun tak menangisi. Kita hanya berharap dapat meraih
pahala yang telah ia dapatkan, dan tak mendapatkan fitnah dunia
sepeninggalnya.
Kematian
adalah nasehat terbaik. Baik terkait momen kematiannya, maupun terkait
sosok yang wafat tersebut. Maka mari kita mengambil nasehat dari
kehidupan sosok yang baru saja wafat itu. Tentang bagaimana ia membina
dirinya, dan bergabung dalam kerja-kerja pembinaan tersebut.
Saudaraku,
Dr.
Yusuf Al Qaradhawi terbangun kesadaran dakwahnya saat usia 14 tahun.
Momennya sederhana, yaitu hadir di majelis Muharram yang diisi oleh
Syeikh Hasan.
Sungguh,
momen-momen sederhana seperti ini jangan pernah dianggap remeh. Mungkin
kita punya adik, anak, sepupu, atau orang-orang di sekitar yang seusia
remaja seperti itu. Jangan ragu untuk mengajaknya bermajelis dengan
pimpinan dakwah, bahkan mungkin sekadar bertemu melayani para masyayikh.
Mungkin saja itu menjadi momen terbangunnya kesadaran dakwah dalam
dirinya, momen yang akan melekat kuat dalam ingatannya.
Saudaraku,
Apa
sebenarnya yang disampaikan oleh Syeikh Hasan saat majelis Muharraman?
Dr. Yusuf Al Qaradhawi mengatakan, bahwa yang disampaikan Syeikh Hasan
adalah kisah Hijrah Rasulullah. Tapi bukan seperti kisah kebanyakan,
yang hanya menuturkan alur cerita. Syeikh Hasan membahas kisah hijrah
dengan berbagai pelajaran yang mesti diambil darinya. Ia sadarkan
jama'ah pengajian tentang hijrah sebagai batas pemisah periode pembinaan
pribadi dan periode pembentukan masyarakat. Hingga sampailah pada
kesimpulan, agar kita terus aktif mencetak pribadi muslim hingga
membentuk masyarakatnya.
Ceramah
yang membuahkan amal. Itulah yang terkesan di benak Dr. Yusuf Al
Qaradhawi. Dan beliau pun menerapkan itu pada jalan dakwah ilmunya. Kita
dapat membaca banyak karyanya, yang arahan-arahan ilmunya sangat
berorientasi amal. Maka memudahkan dan menjadi solusi. Dakwah yang
sedang kita jalani inipun arahnya pada amal, baik amal membentuk pribadi
muslim, hingga amal memandu masyarakat dan seterusnya. Yang seperti
itulah disebut taujih. Maka seni men-taujih (memberi arahan) mesti
terlatih pada setiap diri aktivis dakwah.
Saudaraku,
Ada
hal sederhana yang berkesan pada diri Dr. Yusuf Al Qaradhawi, terkait
pengenalannya pada organisasi dakwah. Yaitu saat beliau diundang untuk
membacakan syair di sekretariat. Usianya 16 tahun, dan itu disebutnya
sebagai momen pertama kalinya naik mimbar di sekretariat.
Hal-hal
sederhana seperti ini sungguh menjadi istimewa dalam konteks dakwah.
Mengundang siapapun, tampil di mimbar sekretariat atau kegiatan resmi
kita. Apakah anak-anak kita, murid-murid kita, bahkan siapapun. Maka
InsyaAllah, lahirlah para pemimpin dakwah dari kesan pengalaman itu.
Saudaraku,
Yang
terakhir ini semoga menjadi motivasi bagi kita. Sejak terbangun
kesadaran dakwahnya, sesungguhnya tidak kemudian ia mudah mendapatkan
pembinaan. Ia berada di Thantha, sementara Syeikh Hasan di Cairo.
Jaraknya 100 KM, yang kini bisa ditempuh 2 jam perjalanan. Tapi tahun
1941, mungkin lebih lama dan tak mudah transportasinya. Alhasil, sekitar
7 tahun ia hanya bisa menanti sang guru bila sedang mengisi kajian di
kotanya atau kota sekitarnya.
Hingga
tibalah jalan hidupnya untuk melanjutkan kuliah di Universitas Al
Azhar. Ia pun berpikir bisa duduk membersamai sang guru. Namun Allah
berkehendak lain, sang guru syahid terbunuh, dan iapun harus menjalani
tahanan hampir 7 tahun lamanya. Usianya saat itu 22 tahun.
Beliau
tak lagi bisa membersamai sang guru. Tapi perhatikan pernyataannya:
"Yang tinggal di hadapan saya hanyalah bermurid kepada
pemikiran-pemikiran beliau yang tersebar dalam berbagai risalah,
makalah, murid, dan sahabat-sahabat yang hidup bersama beliau, dan
langsung mengambil ilmu dan amal, pemikiran dan kepribadian dari
beliau."
Sungguh. Kita
yang hari ini merasa tak tersentuh pembinaan, karena sang guru jauh
berada di perkotaan, atau jarak kita ke tempat sang guru yang teramat
jauh, jangan pernah berkecil hati lalu abai membina diri sendiri. Ada
banyak pemikiran para guru di berbagai buku atau media apapun, juga pada
murid dan sahabatnya yang mungkin ada di sekitar kita. Hampirilah itu!
Hayati pemikiran-pemikiran yang tertuang padanya! Sesungguhnya itulah
swadidik diri yang bisa kita lakukan secara mandiri, seiring pembinaan
terprogram yang terus kita usahakan.
Yaa
Allah, jangan halangi kami dari pahala yang telah didapat oleh Dr.
Yusuf Al Qaradhawi, dan jangan hadirkan fitnah kepada umat Islam
sepeninggalnya.
Malam kedukaan,
27/09/2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar